Labuan Bajo, Vox NTT- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kembali angkat bicara terkait polemik pro-kontra rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Koordinator TPDI Petrus Salestinus menyatakan, rezim Bupati Matim Agas Andreas seolah membiarkan warga Luwuk dan Lingko Lolok hidup tanpa pemerintah.
Baca: TPDI Endus Aroma Maladministrasi Izin Lokasi Pabrik Semen di Luwuk
“Pro-kontra di tengah masyarakat Manggarai Timur soal kehadiran industri tambang batu gamping dan pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok menampilkan sejumlah episode tidak terpuji, di mana warga seolah-olah hidup tanpa pemerintahan,” ujar Salestinus dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Jumat (08/05/2020).
Baca: TPDI: Bupati Agas Seolah Jadi Juru Selamat untuk Warganya
Menurut dia, fungsi perlindungan pemerintah dengan aparatur di bawah rezim Agas seperti mati suri.
Agas, kata Salestinus, malah membiarkan proses pembodohan terhadap warga Luwuk dan Lingko Lolok dan mengabaikan aspek keadilan sosial.
Baca: Gereja dan Masyarakat Mesti Dukung Pindahkan Pabrik Semen ke Luar NTT
“Ketika warga Kampung Luwuk dan Lingko Lolok diperhadapkan pada perilaku serakah, kasar, bahkan membodohi warganya demi keuntungan pribadi dan kroni oleh investor yang berniat menggusur warga 2 (dua) kampung besar berikut kampung dan tradisinya di Desa Satar Punda, pemerintah tidak tampak untuk memberikan perlindungan, malah ikut bersama investor melakukan proses pembodohan terhadap warga,” ujar advokat Peradi itu.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Salestinus pun mengungkapkan beberapa fakta yang dapat membuktikan bahwa rezim Bupati Agas tidak berpihak pada kepentingan warga Luwuk dan Lingko Lolok.
Pertama, tidak memfasilitasi warganya dengan konsultasi publik tentang dampak buruk tambang bagi kesehatan. Apalagi ada kebijakan moratorium tambang dari Pemprov NTT.
Kedua, tidak memfasilitasi tim pendampingan hukum ketika warga berhadapan dengan investor.
Ketiga, membiarkan proses pembodohan yang dilakukan oleh investor terhadap warga, tanpa perlindungan secara komprehensif.
Salestinus bahkan menilai Bupati Agas tidak ada sikap keberpihakan untuk membela kepentingan warga.
Agas juga, kata Salestinus, tidak ada kebijakan dan keberanian untuk menyatakan tidak, kepada investor tambang batu gamping dan pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok.
“Maka Bupati Agas dapat dipastikan telah melakukan insubordinasi terhadap kebijakan moratorium tambang oleh Pemprov NTT, sekaligus memperlihatkan betapa Bupati Agas menjadi bagian dari kroni-kroni investor, sedangkan warganya dibiarkan jalan sendiri ibarat tanpa ada pemerintah,” tegasnya.
Ia pun menginformasikan masyarakat Diaspora Manggarai bersama Keuskupan Manggarai melalui LBH JPIC sudah membangun komunikasi untuk membela warga Luwuk dan Lingko Lolok. Itu terutama yang kontra tambang batu gamping dan pabrik semen.
Hal ini untuk melakukan gerakan advokasi berupa pendampingan hukum manakala diperlukan.
“Tugas advokasi kita adalah memperluas basis dukungan terhadap warga Luwuk dan Lingko Lolok yang menolak tambang dan pabrik semen sekaligus menyadarkan agar warga yang pro tambang segera sadar dan kembali ke jalan yang benar,” tandas Salestinus.
Penulis: Sello Jome