Kupang, Vox NTT- Aliansi Mahasiswa Peduli Masyarakat (AMPERA) Flores Timur mengendus dua modus dugaan korupsi di kabupaten itu.
Dugaan korupsi tersebut terutama dalam pemberian dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Flores Timur kepada Asosiasi Guru Penulis (Agupena).
Ketua Divisi Gerakan Masyarakat AMPERA Flotim Leo Geko mengungkap itu kepada awak media, Minggu (17/05/2020).
Leo mengungkapkan, modus pertama dugaan korupsi pemberian hibah ke Agupena Flores Timur pada tahun anggaran 2018 dan 2019 tidak berpola by name by address.
Padahal, kata dia, pola itu sudah diatur dalam Permendagri 32 Tahun 2011 yang telah diubah empat kali (Perubahan keempat dengan Permendagri 123/2018).
“Pemberian hibah kepada Agupena Flores Timur tanpa mencantumkannya dalam Lampiran III Perbup Flores Timur Penjabaran APBD Tahun 2018 dan Tahun 2019,” tegas Leo.
Ia mengatakan, sejak pengaturan hibah dengan Permendagri 32 Tahun 2011 yang telah diubah empat kali (Perubahan keempat dengan Permendagri 123/2018), mekanisme penganggaran hibah di lingkup Pemkab Flores Timur tidak lagi menganut sistem paket (plafon), melainkan dengan mencantumkan daftar nama penerima, alamat penerima, serta besaran hibah dan bantuan sosial (by name by address).
Perubahan pola penggaran hibah dengan by name by address berimplikasi pada substansi pembahasan anggaran hibah antara TAPD dan DPRD, yang memang mencakup nama-nama calon penerima hibah dan besaran hibah yang diterima tercantum pada Rencana Kerja Anggaran (RKA), yang kemudian menjadi RAPBD untuk disahkan menjadi APBD.
Setelah APBD ditetapkan, Kepala Daerah mencantumkan nama-nama penerima hibah, alamat dan besaran hibah yang diterima dalam Lampiran III Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
Leo juga mengurai modus lain yakni pemberian hibah kepada Agupena Flores Timur secara terus menerus setiap tahun anggaran.
Hal demikian menurut Leo, jelas menabrak ketentuan Permendagri 13 Tahun 2018, yang mengatur 5 (lima) kriteria minimal yang harus dipenuhi secara akumulatif dalam pemberian hibah.
Kelimanya yakni peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan bersifat tidak wajib, tidak mengikat, tidak terus menerus setiap tahun anggaran, memberikan nilai manfaat bagi Pemda dan memenuhi persyaratan penerima hibah.
Padahal, demikian Leo, salah satu kriteria yang harus dipenuhi ialah tidak mengikat atau tidak secara terus menerus setiap tahun
anggaran.
Terkecuali, kata dia, diperuntukkan pada pemerintah pusat dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Sesuai Permendagri tersebut, menurut Leo Agupena Flores Timur tidak tergolong sebagai satuan pemerintah pusat yang mendukung penyelenggaraan Pemda.
Hal ini jelas tidak dapat digolongkan sebagai calon penerima hibah yang ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan seperti Korpri, Pramuka, PMI, KONI dan sebagainya.
“Dengan demikian pemberian hibah kepada Agupena Flores Timur secara terus menerus setiap tahun anggaran patut diduga sebagai tindak pidana korupsi,” tutup Leo.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba