Borong, Vox NTT-Kader Partai Hati Nurani Rakyat Manggarai Timur (Hanura Matim) Bernadus Nuel menyatakan dukungannya untuk pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda.
“Terkait semen di bawah (Lingko Lolok dan Luwuk) saya sangat mendukung. Alasannya apa kehadiran pabrik semen di Manggarai Timur khususnya di Lamba Leda itu, akan menamba ekonomi masyarakat lebih khusus di Lengko Lolok dan Luwuk,” ujarnya saat ditemui VoxNtt.com di Kantor DPRD Matim, Kamis (14/05/2020) lalu.
Ia mengatakan, kehadirian pabrik tentunya akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru yang luar biasa bagi Manggarai Timur. Bahkan bisa mengalahkan dua kabupaten lainnya seperti Manggarai Barat dan Manggarai.
“Kalau itu terbukti nanti betul 48 Miliar 1 tahun, maka 5 tahun di masa kepemimpinan kami menjadi anggota DPRD dan pimpinan DPRD bukan tidak mungkin secara keseluruhan Manggarai Timur bisa berubah,” kata Wakil Ketua DPRD Matim itu.
Ia menjelaskan, hal itu bisa terjadi apabila dana miliaran rupiah tersebut betul-betul dimanfaatkan Pemda Matim untuk kesejahteraan masyarakat, bukan hanya di Lamba Leda.
Dua politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Laurensius Bonaventura Burhanto dan Bonafantura Jemarut juga ikut nimbrung dalam diskusi pabrik semen di Lingko Lolok dan Luwuk.
Kepada VoxNtt.com, Minggu (10/05/2020) malam, Burhanto mengatakan kebijakan pemerintah untuk menghadirkan pabrik semen dan usaha pertambangan batu gamping sebagai bahan baku perlu diapresiasi oleh masyarakat Matim.
Anggota DPRD Daerah Pemilihan (Dapil) III Kecamatan Lamba Leda itu menjelaskan, hal tersebut dikarenakan kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan ketentuan aturan perundang-undangan.
“Langkah ini diambil sebagai reaksi pemerintah untuk mengatasi kebutuhan dan menciptakan iklim usaha ekonomi serta menciptakan lapangan kerja, dan lain-lain,” katanya.
Dikatakannya, dalam konteks kebijakan maka harus kawal, juga mencermati dari aspek hukum/regulasi yakni Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 dan UU Nomor 23 tahun 2014.
“Aspek ekonomi (UKM untuk masyarakat), harga tanah harus berdasarkan harga pasar dan bukan berdasarkan harga NJOP daerah, aspek sosial dan budaya, relokasi kampung harus sesuai kesepakatan bersama,” jelasnya.
Ia mengatakan dari kajian aspek lingkungan hidup, uji Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) harus dilakukan secara profesional.
Burhanto menambahan, dari aspek sosial atau tanggung jawab sosial, yakni dengan memberikan kontribusi untuk pembangun infrastruktur jalan, pendidikan gratis dan pelatihan tenaga kerja.
Diakuinya banyak yang bertanya mengapa DPRD Matim belum mengambil sikap terkait polemik rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok.
Ia menjelaskan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, terkait urusan kewenangan pertambangan minerba, kewenangan DPRD tidak diatur.
Sehingga kata dia, mempengaruhi fungsi legislasi, anggaran, juga pengawasan DPRD tidak berjalan.
“Tetapi karena masalah pabrik/tambang bergeser ke maslah publik maka dengan demikian fungsi pengawasan kami harus di jalankan karena berada dalam wilayah politik di daerah,” ucapnya.
Hal ini ungkap Burhanto, dalam konteks memberikan saran dan usul kepada pemerintah di daerah khusus berkaitan proses kesepakatan, harus memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tambang dan tidak menjadi obyek penderita oleh kaum korporasi.
Saat ditanya terkait rumor yang beredar bahwa Bupati Manggarai Timur (Matim) Agas Andreas dan DPRD sempat melakukan rapat terkait pro kontra pabrik semen, Burhanto mengaku tidak mengetahuinya.
“Sedikit terganggu karena Covid. Kalau pun ada diskusi internal antara bupati dan pimpinan DPRD itu saya tidak tahu,” ucapnya.
“Tetap harus dikawal oleh teman-teman media agar bisa menghasilkan rasa keadilan buat masyarakat dan mungkin dalam waktu dekat kami turun ke lokasi,” tambahnya.
Sedangkan Jemarut mengatakan, pada dasarnya yang disampaikan rekan anggota DPRD selama ini adalah murni sebagai pendapat pribadi, yang tentunya sudah dibaca dari soal kepentingan dan situasi lokal.
Menurutnya, rencana kehadiran pabrik semen di Lingko Lolok, bukan berarti soal jadi atau tidak jadinya. Tetapi yang paling urgen sekarang ini adalah bagaimana semua pihak menghargai sebuah proses yang masih panjang.
“Bagi saya, terkait rencana kehadiran Pabrik Semen di Lingko Lolok, itu bukan berarti bicara soal jadi atau tidak jadinya. Tetapi yang paling urgen saat ini adalah bagaimana kita semua menghargai sebuah proses yang masih panjang dan yang sedang berjalan ini,” ujarnya, seperti dilansir posflores, Senin, 18 Mei 2020.
Menurut Jemarut, semua ikut berperan aktif melakukan pengawasan terhadap proses maupun pelaksanaan kesepakatan yang ada, antara investor dengan pemilik lahan. Kemudian pengawasan soal dampak bagi masyarakat lingkar tambang, hingga menggerus ke dampak sosial, ekomomi, budaya dan lingkungan sekitar.
Kemudian berkaitan dengan pengawasan harga lahan warga, tentu saja pihaknya bisa mengkaji terlebih dahulu.
Itu terutama soal harganya, apakah itu dihitung berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) ataukah ada mekanisme lainnya soal penentuan harga untuk pembangunan fasilitas yang bukan fasilitas pemerintah dan atau untuk kepentingan umum.
Soal dampak dari kehadiran tambang itu sendiri, ia juga mengungkapkan apabila negatif lebih besar dari pada manfaatnya, maka semua pihak pasti sepakat bahwa tambang dan pabrik ini harus ditolak.
Tetapi apabila dampak positif dan manfaatnya justru lebih besar dirasakan nanti oleh warga sekitar dan Pemda Manggarai Timur, sebagai anggota Dewan, dirinya secara pribadi berani mengatakan membela kepentingan yang lebih besar.
PAN Harus Cerdas
Sementara itu, kader PAN Matim hingga saat ini belum buka suara. VoxNtt.com yang berusaha menghubungi Ketua DPRD Matim Herimias Dupa juga belum berkomentar.
Terpisah, pengamat sosial politik Universitas Nusa Cendana Kupang (Undana) Kupang Lasarus Jehamat mengatakan dari sisi politik, DPR jelas mendukung rencana eksekutif.
“Secara politik, Iya. Karena Bupati didukung partai politik kan? PAN jelas mendukung bupati. Begitu pun partai pendukung lain. Fraksi, sebagai perpanjangan tangan partai jelas sulit menolak,” katanya kepada VoxNtt.com, Selasa (19/05/2020).
Meski demikian jelas dosen Sosiologi itu, naif kiranya, kalau beberapa anggota DPRD yang menyetujui pembangunan pabrik semen belum bergerak cepat melakukan advokasi.
Sebab jelas Jehamat, jika benar wakil rakyat, DPRD itu tidak hanya mewakili orang yang pro tambang. Mereka juga mewakili masyarakat yang tolak tambang.
“Menurut saya, apa pun alasannya, DPRD yang setuju atau pun yang menolak sama-sama duduk dengan masyarakat, mengundang banyak lagi orang yang bisa memberikan pandangan tentang dampak dan risiko tambang untuk diambil keputusan sikap segera,” jelasnya.
“Saya tahu benar, mereka yang daerah pemilihan (Dapil) sana (Lamba Leda) serba dilematis. Setuju atau tidak. Menurut saya, mereka harus berkata jujur dengan masyarakat bahwa apa pun alasannya, tambang pasti memiliki risiko, positif dan negatif,” tambahnya.
Ia menjelaskan, pendidikan dan pencerahan seperti itu kiranya bisa membuka cakrawala berpikir masyarakat terkait polemik tambang dan pabrik.
Sebagai partai yang diketuai oleh Bupati Agas Andreas, Jehamat mengatakan PAN mesti berpikir ulang dan terus menerus, tidak hanya dari perspektif politik.
“Teman-teman PAN harus cerdas membaca konteks sosial keberadaan tambang. Ketua DPRD Matim itu sesungguhnya sangat cerdas. Saya tahu baik Pa Ketua DPRD Matim. Kita bangga punya dia,” ucapnya.
Hanya saja kata Jehamat, sulit rasanya kalau mengharapkan perubahan dari Herimias sendiri. Saat ini tambah Jehamat, pria yang juga menjabat Sekretaris PAN Matim itu berada dalam posisi dilematis.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba