Vox NTT- Gereja Katolik Keuskupan Ruteng mengapresiasi sikap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Hanura Nusa Tenggara Timur (NTT) yang secara tegas menolak kehadiran tambang batu gamping dan pabrik semen di Lingko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.
“Kami mengapresiasi yang setinggi-tingginya untuk Partai Hanura dan PKB yang dengan tegas tunjukkan sikap politiknya menolak investasi pabrik semen dan eksplorasi batu gamping,” kata Koordinator Justice, Peace, and Integration of Creation atau Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (JPIC) Keuskupan Ruteng, Pastor Marten Jenarut Pr, di Ruteng, Manggarai, Kamis (04/05/2020).
Pastor Marten mengatakan, berdasarkan keputusan Sinode Gereja Katolik Keuskupan Ruteng tahun 2017, Gereja Katolik sangat menolak kegiatan pertambangan. Itu karena lebih banyak mudarat dari manfaatnya bagi masyarakat.
Pertambangan dapat merusak lingkungan hidup dan sudah pasti mengganggu ekosistem.
Gereja Katolik juga, lanjut pastor Marten, menyadari bahwa kerusakan lingkungan hidup bukan hanya sekadar gangguan terhadap ekologi, tetapi pada saat yang bersamaan sangat mengganggu kemanusiaan masyarakatnya.
“Pencemaran air, udara, dan tanah menjadi dampak yang sangat serius terhadap masyarakat. Selain itu kegiatan pertambangan yang dilakukan investor selalu memanipulasi kebodohan dan kesederhanaan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan atas hak-hak dasarnya, termasuk identitas kultural dan sistem adat istiadatnya,” kata Pastor Marten yang juga seorang public lawyer.
Sampai saat ini, kata dia, Gereja menyadari bahwa kegiatan menyejahterakan masyarakat setempat, lebih efektif melalui pertanian, perkebunan atau peternakan yang sudah menjadi bagian kebudayaan mata pencaharian warga selama ini.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
“Untuk penataan ekologi berkelanjutan dan atas nama kemanusiaan, kami minta dengan hormat supaya Gubernur NTT Viktor B Laiskodat atau Bupati Matim, Agas Andreas dalam kapasitasnya masing-masing, mengevaluasi kembali rencana menerbitkan izin apapun jenis untuk pabrik semen di Luwuk maupun eksplorasi batu gamping di Lingko Lolok,” kata dia.
Apresiasi yang sama juga disampaikan JPIC-OFM dan JPIC-SVD. Koordinator Advokasi JPIC-OFM, Valentinus Dulmin mengatakan, sikap PKB dan Hanura sudah sangat tepat, sebagai bukti penghargaan mereka akan lingkungan hidup.
Karena pabrik semen dan tambang batu gamping jelas merusak lingkungan hidup.
Hutan Lingko Lolok, kata dia, masuk daerah karst yang dilindungi oleh undang-undang (UU).
Artinya, pemerintah daerah tidak bisa mengeksploitasi kawasan karst itu untuk kepentingan tambang.
“Itu jelas sudah diatur oleh UU. Apalagi kawasan karst di Lolok itu menjadi sumber mata air untuk masyarakat Luwuk dan Satarteu. Jika daerah itu dirusak, maka sumber air minum untuk daerah-daerah sekitar akan mati,” kata dia.
Koordinator JPIC-SVD Ruteng, Pastor Simon Suban Tukan, SVD mengatakan, efek negatif dari pertambangan tidak hanya berkaitan dengan kerusakan alam, tetapi juga kerusakan sosial.
Kerusakan alam tidak bisa terbantahkan karena aktivitas penambangan batu kapur dan batu gamping, di mana luas areal lahan pertanian milik warga bakal ditambang lebih dari 500 hektare, maka kerusakan lingkungan tidak bisa dibayangkan. Belum lagi polusi udara yang pasti tidak bisa dihindari.
“Kerusakan lingkungan itu berdampak pada kerusakan sosial. Bahkan ruang hidup warga dan semua sumber daya pendukung akan hancur, seperti air, udara yang bersih, dan tanaman komoditi warga. Kami mengapresiasi kepada kedua partai yang peduli pada isu lingkungan hidup,” kata dia.
Sikap Fraksi
Dalam rapat paripurna pandangan umum fraksi-fraksi di ruangan sidang utama gedung DPRD NTT, pada Rabu (03/06) malam, hanya dua partai yang dengan tegas menyatakan menolak kehadiran tambang batu gamping dan pabrik semen di Lingko Lolok dan Luwuk.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) NTT dalam pernyataan sikap yang dibacakan Juru Bicara Fraksi PKB NTT, Yohanes Rumat dengan tegas menolak rencana pembangunan tambang dan pabrik semen di Kabupaten Manggarai Timur.
Baca: Tegas Tolak Tambang di Matim, Ini Alasan Fraksi PKB NTT
Sementara itu, Juru Bicara Fraksi Partai Hanura NTT, Ben Isidorus meminta Gubernur NTT untuk meninjau kembali pemberian izin pembangunan pabrik semen di Kampung Luwuk dan Lingko Lolok.
Ada empat alasan mengapa ditinjau kembali.
Pertama, produksi semen di Indonesia over supply, di mana dari total produksi hanya kurang lebih 65% yang terserap di pasaran, belum lagi masuknya semen impor yang harganya lebih murah.
“Hal ini berdampak pada terganggunya pemasaran semen dalam negeri. Karena itu, kami menilai belum layak membuka industri semen yang baru,” kata politisi Hanura asal Manggarai itu.
Kedua, kampung Lolok dan Luwuk merupakan bagian dari kawasan karst berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di mana kawasan tersebut tidak boleh dieksploitasi.
Kawasan karst adalah bagian dari ekosistem dan merupakan tangki raksasa penyimpanan air bawah tanah dan tempat tinggal berbagai jenis flora dan fauna langka.
Baca: Hanura Minta Gubernur NTT Tinjau Kembali Izin Tambang di Matim
Ketiga, di lapangan masih ada kepala keluarga yang tidak setuju dengan kehadiran tambang.
Di samping itu, Gereja Katolik Manggarai melalui JPIC Keuskupan, JPIC-SVD dan JPIC-OFM menolak keras pembangunan pabrik semen di sana.
Keempat, kawasan hutan di bukit Lingko Lolok merupakan sumber mata air untuk kampung-kampung sekitarnya.
“Berdasarkan empat alasan tersebut, kami meminta Gubernur NTT untuk meninjau lagi pemberian izin eksplorasi yang sudah diberikan,” kata dia. *(VoN)