(Menanti Pelantikan Rektor Definitif Unimor)
Oleh: Anselmus Sahan
Dosen Universitas Timor, Kefamenanu, Timor, NTT
Satu minggu (22 Juni 2020 malam) usai merayakan ulang tahun ke-20 pendirian Universitas Timor (Unimor) di Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Unimor berhasil memiliki seorang Rektor baru, Stefanus Sio.
Jika saat pemilihan di tingkat Senat Universitas, dia meraih 11 suara, kali ini, dengan melibatkan pihak Kemendikbud, Jakarta, dia meraih 16 suara, melampaui dua rivalnya, Sirilius Seran (3) suara dan Bernadete Borak Koten (2 suara).
Sambil menunggu jadwal pelantikan, patut kiranya diucapkan “selamat sebagai Rektor Baru Unimor” periode 2020-2024. Ucapan ini bermakna tiga hal. Pertama, usai mantan Rektor Unimor, Ir. Arnoldus Klau Merek, MP, PhD meningal dunia November 2019 lalu, jabatan Rektor Unimor kosong dan diisi oleh seorang pelaksana tugas (Plt), Krisantus Tri Pambudi, SP, MP. Kekosongan ini menyebabkan salah satu agenda akademis terhenti, seperti wisuda. Akibatnya, banyak lulusan harus dengan setia menungguh figur rector baru.
Kedua, hasil ini mengkorfirmasi sebuah kenyataan bahwa kini, untuk kedua kalinya, anak-anak asli Biinmafo, layak menjadi tuan di rumahnya sendiri. Jika saat masih berstatus sebagai perguruan tinggi swasta (PTS), seorang putra pertama TTU, Drs. Anton Berkanis, M.Hum pernah menjabat rector walau Cuma 2 tahun, kali ini, seorang adiknya, Stefanus Sio boleh menduduki kursi kerektoran itu. Kehadirannya seperti embun yang kembali menyejukkan hati anak-anak daerah TTU di Unimor dan membangkitkan harapan baru pada diri mereka untuk lebih kencang dan kuat lagi membangun Unimor.
Dan ketiga, selain menjadi tuan, Sio juga sosok muda yang bisa menata kembali kesatuan internal tenaga pendidik dan kependidikan, yang selama ini belum tampak gregetnya, untuk menaikkan kualitas level kompetitifnya dengan perguruan tinggi negeri (PTN) lain di wilayah Indonesia. Dia pasti akan bisa memikul beban sangat berat sebab di atas pundaknya, kesuksesan dan kemasyuran nama Unimor khususnya dan Biinmafo umumnya, diletakkan.
Visi, Misi dan Program Kerja
Ketika maju sebagai calon Rektor Unimor, Sio mengusung visi: Menjadikan Unimor sebagai PTN unggul yang mampu berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora dan seni di kawasan perbatasan NKRI-NDTL.
Sedangkan misi yang diembannya ialah melaksanakan Tridharma PT yang efektifm, efisien dan akitabel, mewujudkan kerja sama dengan Pemerintah, PTN/PTS dan pihak luar dan dalam negeri dalam peningkatan soft skill mahasiswa yang berkarakter, memiliki sikap, berbudi pekerti luhur, berkperibadian mantap, mandiri berwirausaha dan memiliki kemampuan akademik yang profesional, peningkatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta program-program penunjang lainnya, mewujudkan sistem informasi dan komunikasi sebagai perwujudan kemampuan lembaga dalam peningkatan layanan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan masyarakat, mewujudkan kapasitas dosen dan tenaga kependidikan yang profesional dan menguasai literasi baru di era industry 4.0, dan menjamin tersedianya sarana prasarana, jaringan komunikasi pendukung pembelajaran online dan sarana pendukung bagi penguasaan literasi data teknologi dan manusia.
Untuk membumikan keenam misinya, Sio menawarkan 16 program kerja yaitu pembangunan kampus dan laboratorium terpadu, penerapan merdeka belajar – kampus merdeka sesuai dengan Permendikbud Nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, peningkatan akreditasi institusi, program studi, usulan program studi baru dan pascasarjana, pengembangan sumber daya manusia, peningkatan penelitian, pengabdian, publikasi dan Hakid, peningkatan pengetahuan dan kompetensi Bahasa Inggris, pembentukan pusat studi, pembiayaan, peningkatan sarana dan prasarana dan sistem informasi, peningkatan mutu akademik dan kemahasiswaan, peningkatan jabatan fungsional dosen, kerja sama, mahasiswa, lulusan dan indeks prestasi, UKM/kewiraswastaan mahasiswa, peningkatan jurnal prodi dan penyelenggaraan seminar nasional dan internasional.
Dilihat dari konten visi dan misi yang dijabarkan dalam ke-16 program kerjanya, Sio sudah memiliki mimpi untuk membangun Unimor sebagai PTN, yang berada di perbatasan dengan Negara Demokratik Timor Leste. Ke16 program kerja tersebut saya kategorikan ke dalam empat kelompok besar. Tiga kelompok pertama berhubungan dengan pembangunan internal Unimor, sedangkan satu kelompok terakhir bertautan dengan relasi Unimor dengan dunia di luar dirinya.
Pertama, peningkatan sarana dan prasarana. Program induk ini sebenarnya memuat mimpi segenap sivitas akademika. Mimpi ini ialah dibangunnya kampus terpadu. Dilihat dari bentangan sejarah, mimpi ini sudah dimulai sejak tahun 2015. Saat itu, ancangannya diawali dengan pembuatan denah kampus. Berbarengan itu, Kemenristek hendak meluncurkan dan pembangunan. Sayangnya, rencana itu terkendala dengan begitu banyaknya upaya Pemerintahan Jokowi untuk membangun infrastruktur di setiap daerah, yang membutuhkan banyak dana. Di tahun 2019, terbetik informasi jika dananya telah ada di dalam ‘saku’ Unimor. Itu berarti bahwa Sio pantas semangat mengusung program kerja pembanguna kampus terpadu.
Kedua, kualitas akademik. Yang paling menonjol dari ambisi Sio ialah bahwa dia ingin meningkatkan jumlah dosen atau tenaga pendidik berkualifikasi S3 dan professor, penerbitan jurnal atau publikasi, dan peningkatan jumlah prodi baru. Keinginan Sio memang didasari kenyataan bahwa kualitas akademik Unimor masih terseok-seok. Tidak perlu dicaritahu apa sebabnya, tetapi apa yang harus dilakukan oleh semua tenaga pendidik yaitu sebuah kesadaran terhadap keprofesionalitasannya. Untuk mewujudnyatakan kesadaran ke dalam karya nyata juga membutuhkan semangat kerja yang tinggi. Hasilnya ialah jumlah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, publikasi dan keikutsertaan tenaga pendidikan dalam berbagai seminar (nasional dan internasional) meningkat dari tahun ke tahun. Namun, kunci kesuksesannya tetap pada dana.
Ketiga, kualitas UKM. Sadar atau tidak, Unimor telah mempromosikan dirinya sebagai PTN baru yang memiliki sejumlah prestasi di tingkat nasional, seperti juara 1 film pendek “Unu” dan karya nyata mahasiswa lainnya. Prestasi ini akan menantang Rektor baru untuk memperhatikan secara cermat dan seksama majamennya dan dana dukung agar UKM akan mampu menjalankan beberapa program kerja yang akan meningkatkan kualitas diri mahasiswa dan memilki kemampuan soft skill yang sangat mereka butuhkan.
Dan keempat, tautan dengan dunia luar. Sebagai salah satu syarat pengembangan sebuah lembaga di masa Industri 4.0 adalah kemampuan lembaga untuk menautkan dirinya dengan dunia di luar dirinya. Pertautan ini amat penting untuk pengembangan internal Unimor. Menyadari pentingnya tautan ini, Sio telah menyiapkan kuda-kudanya, yaitu Unimor akan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Salah satu kerja sama yang tidak pernah dijalin lagi selama sekitar 10 tahun ialah kerja sama Unimor dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) TTU. Jika ditarik lagi ke belakang, Pemkab TTU amat berjasa terhadap kehadiran Unimor. Karena itu, hendaknya kerja sama dengan Pemkab TTU dipertahankan. Ini akan memampukan Unimor menjalin kerja sama dengan Pemkab Belu dan Malaka dan beberapa pihak luar lainnya.
Tantangan
Visi, misi dan program kerja Sio sudah sangat bagus. Dia tahu isi perut Unimor. Dia telah lama hidup bersama Unimor, bukan saja sejak kehadirannya di Kota Kefamenanu, tetapi dari Dili, ketika namanya masih Universitas Timor Timur (Untim). Pengalamannya bersama Untim akan memudahkan dia untuk bergumul dengan siapa saja di dalam Unimor saat ini.
Namun, itu tidak berarti bahwa Sio akan bebas dari tantangan. Pertama, tantangan terbesar adalah membangun ‘kabinet kerja’ untuk memastikan pembangunan fisik. Orang-orang yang dipilih hendaknya merupakan pekerja yang mampu menerjemahkan kebijakan pimpinannya dan menyampaikannya ke pihak dalam dan luar dengan bahasa yang mudah dicerna dan berefek besar untuk kemajuan lembaga ini. Terhadap hal ini, saya tidak ragu sebab saat ini Unimor telah memiliki 10 lebih doktor berusia muda dan sejumlah master berpengalaman.
Kedua, integritas diri. Jika dia mampu menyusun tim kerja hebat, dia juga akan mampu menata integritas dirinya untuk membagi beban pekerjaan atau tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepada mereka. Sebagai sebuah kepercayaan lembaga kepada setiap orang yang menjalankan amanat itu, tupoksi hendaknya dilakukan dengan semangat kerja sama tim yang solid, bukan saling menjatuhkan. Saya percaya, Sio memiliki basis pengalaman mumpuni untuk mengelola dan mengawasi tupoksi yang akuntabel.
Dan ketiga, dana. Untuk menyukseskan kerja sama tim, dana harus mendukungnya. Sekalipun Kemendikbud memiliki dana terbatas untuk pengembangan lembaga, dengan menjalin kerja sama dngan pihak lain, kendala ini bisa diatasi. Perlu dicatat, sejak tahun 2000, Pemkab TTU memberikan bantuan dana ratusan juta rupiah bagi pengembangan Unimor. Bantuan tersebut berhenti sejak tahun 2009 karena Unimor ‘merasa diri’ tidak membutuhkan dana tersebut. Puji Tuhan, pada pertengahan tahun 2019, melalui usaha keras mantan Rektor, alm. Ir. Arnoldus Klau Berek, MP, PhD, Unimor telah merintis ulang kerja sama dengan Pemkab TTU. Bahkan, pada tahun yang sama, Arnol menjalin kerja sama dengan Pemkab Belu, Malaka dan Pemprov NTT. Saya yakin, dana pengembangan Unimor ke depan juga akan bersumber dari keempat kerja sama tersebut.
Sio Bisa
Sekalipun mimpi besar Sio dibangun di atas keterbatasan dana untuk pengembangan rumah besar Unimor ke depan, saya tetap yakin, dia akan mampu mengubah wajah Unimor di wilayah Biinmafo, yang berada di garis batas dengan Negara Timor Leste.
Pertama, nama Unimor akan selalu mendukungnya. Ini tentu saja terkait dengan asal usul nama Unimor, yang merupakan akronim dari “Uni” yang berarti “satu”,”sekutu”, atau “besar”; dan “Mor” dari bahasa Latin yang berarti “Roh” atau “Jiwa”. Jadi, Unimor berarti “pengelolaan pendidikan dengan jiwa besar” atau “pengelolaan pendidikan dengan perlindungan para jiwa atau roh yang dekat dengan Tuhan Yang Maha Kuasa”. Dengan demikian Universitas Timor akronimnya adalah Unimor dan sejak saat itu mulai digunakan hingga sekarang.
Kedua, Unimor adalah perkumpulan kata majis. Pada logo dan lambang Unimor terdapat huruf “U” bergaris datar yang membentuk huruf “T” hanya pada satu ujung huruf, yaitu ujung sebelah kanan yang melambangkan Universitas Timor. Huruf “U” dan “T” berarti memancarkan cahaya pencerahan bagi umat manusia. Juga, terdapat logo bergambar bunga teratai segilima yang berisi sebuah buku terbuka yang dihiasi bintang, memberi arti bahwa Unimor memiliki visi yang jauh ke depan dalam mengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Visi ini sejalan dengan visi dan misi serta program kerja Stefanus Sio untuk membesarkan Unimor.
Dan ketiga, Unimor dibangun di atas Sandinawa. Nama ini dipandang sangat relevan antara nama Timor dan nama Cendana, yang merupakan kekhasan pulau Timor sebagai penghasil cendana. Apalagi, kata Sandinawa (Yayasan Unimor saat masih sebagai PTS) berasal dari bahasa Sangskerta yang berarti “rahmat turun tiba-tiba” atau “rahmat yang datang dengan tidak terduga”. Saya yakin, sekalipun beban Biinmafo diletakkan di atas pundaknya, Sio, saudaraku, akan mampu memajukan, menjayakan dan mengubah wajah Unimor di atas bumi Cendana Biinmafo yang ber-Sandinawa. Ia tidak saja akan didukung oleh sahabat-sahabat baik internal tetapi juga, terutama, oleh tanah kelahirannya. (***)