Kupang, Vox NTT- Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat marah saat Rapat Paripurna di DPRD NTT, Rabu (08/07/2020).
Ia marah saat merespon pandangan Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan yang menyebut ada dugaan korupsi.
“Khusus dalam pemerintahan saya, jika ada yang korupsi, tunjuk di muka saya, jangan baca di podium ini lalu tidak ada nama orang itu, kasih ke saya. Kalau dalam satu minggu ini tidak sebutkan nama, saya akan pertimbangkan untuk mengambil langah hukum,” tegas Gubernur Viktor.
Jika dalam pemerintahannya diketahui ada aparat yang bermain-main, maka akan ditindak tegas. Asal saja dugaan yang disampaikan benar-benar didukung dengan bukti yang akurat.
“Saya minta saudara Sekda untuk mempersiapkan langah-langah lain jika tidak disebutkan siapa orangnya. Saya minta semua yang ada dalam forum ini jika ada dugaan di mana-mana ada yang main proyek, maka perlu dievaluasi apalagi ada penyuapan seperti yang disampaikan tadi,” tegasnya.
Viktor mengatakan tidak boleh dalam semangat kebersamaan lalu mengeluarkan tuduhan tanpa ada bukti-bukti hukum.
“Sebagai seorang politisi saya menyadari hal itu. Dan saya berdiri hari ini, saya tidak akan pernah korupsi, saya datang untuk membangun NTT. Jadi jika ada aparatur yang melakukan korupsi, silakan bawa namanya, saya akan pecat sekarang. Kalau mau cari uang, saya tidak datang di NTT, saya datang untuk membangun provinsi ini,” imbuhnya.
Sebelumnya, Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan dalam pemandangannya yang dibacakan dr Chistian Widodo menyesalkan realisasi belanja langsung yang hanya mencapai 85,52 persen.
Belanja barang dan jasa pun hanya mencapai 88,59 persen dan belanja modal hanya 80,37 persen.
Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan pun mendesak pemerintah lebih serius merealisasikan belanja barang dan jasa, serta belanja modal.
Sebab, indikator output maupun outcome-nya bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.
Menurut Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan, berulang kali pemerintah berdalih rendahnya realisasi belanja barang dan jasa serta belanja modal, karena keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan.
Sebagai solusinya pemerintah berulang kali sesumbar tanpa beban bahwa akan mempercepat tahap penandatanganan kontrak pekerjaan-pekerjaan konstruksi di awal tahun anggaran.
Tetapi faktanya, realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja modal selalu di bawah 90 persen. Sehingga terpaksa dilanjutkan ke tahun anggaran berikut melalui mekanisme Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan (DPAL).
“Sulit dibantah pula fakta bahwa keterlambatan pihak ketiga menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan konstruksi juga disebabkan, karena yang bersangkutan memenangkan (dimenangkan) beberapa pekerjaan, sekaligus yang melampaui kemampuannya,” sebut Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan.
Terpisah, Anggota DPRD Fraksi Demokrat Leo Lelo menanggapi santai polemik di rapat paripuran itu.
“Adakah dalam pernyataan itu. Simak baik-baik dulu,” ujar Leo.
Pertama, kata Leo, pendapat akhir itu hak politik dalam UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Pasal 106 itu sudah jelas ada hak untuk menyatakan pendapat.
“Kita tidak pernah momvonis siapapun melalukan tindakan korupsi. Kita berdasarkan asumsi praduga dan juga semangat yang sama untuk memperbaiki tatakelola pemerintahan itu menjadi hak dan sikap DPR secara kelembagaan,” katanya.
“Kan termasuk melalui pandangan politik dari masing-masing fraksi termasuk Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan,” ujar Leo.
Leo pun mempersilakan Gubernur Viktor untuk melakukan sejumlah langkah, jika memang hak yang digunakan DPRD itu dianggap bertentangan dengan regulasi.
“Gubernur memroses sesuai dengan aturan yang ada. Kami menunggu kalau memangbapa yang kami sampaikan bertentangan dengan regulasi,” tegas Leo.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba