Ruteng, Vox NTT- Koordinator JPIC SVD Ruteng Pastor Simon Suban Tukan membeberkan alasan penolakan kehadiran tambang batu gamping dan pabrik semen di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT.
Ia beralasan kehadiran pabrik semen dan tambang batu gamping bakal membawa dampak buruk bagi tatanan kehidupan dan keutuhan ciptaan di wilayah Luwuk dan Lengko Lolok, Desa Satar Punda.
“Jika pabrik semen di Luwuk dan tambang batu gamping di Lengko Lolok terjadi, maka masyarakat akan kehilangan hak untuk hidup secara berkelanjutan di wilayah itu, kehilangan hak atas tanah dan akses terhadap sumber daya alam yang ada di wilayah mereka. Masyarakat di wilayah itu memiliki hak untuk tidak dipindahkan atau direlokasi dari ruang hidup mereka sekarang ini,” ujar Pastor Simon dalam rilis yang diterima VoxNtt.com usai menggelar kegiatan konsolidasi warga lingkar tambang di Sengari, Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Selasa (21/07/2020).
Apalagi, kata dia, Desa Satar Punda dan sekitarnya merupakan wilayah karst yang tidak boleh dibongkar. Wilayah itu harus dilindungi oleh semua pihak terutama pemerintah.
Menurut dia, wilayah Satar Punda tidak memungkinkan untuk kegiatan pertambangan.
“Wilayah Luwuk dan Lengko Lolok merupakan wilayah karst yang harus dilindungi. Kawasan karst di pesisir menjadi tangki air bagi masyarakat di Reo sampai Riung. Kita memiliki data-data lapangan dan dokumen yang valid terkait kawasan karst di Manggarai Timur,” terang Pastor Simon.
Penegasan yang sama juga disampaikan Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng Pastor Marten Jenarut.
Pastor Marten menjelaskan, latar belakang penolakan pabrik semen di Luwuk dan tambang batu gamping di Lengko Lolok berkaitan dengan pelanggaran hak-hak dasar warga yang dilindungi oleh Undang-undang.
“Pertambangan batu gamping dan pabrik semen bukan pilihan terbaik dan tepat untuk mencapai kesejahteraan. Kehadiran pabrik semen dan tambang batu gamping hanya akan merampas harga diri warga dan melanggar hak-hak warga di wilayah itu,” ujar Pastor yang juga public lawyer itu.
Pastor Simon dan Marten yang adalah pendamping warga Luwuk dan Lengko Lolok kontra pabrik semen dan tambang batu gamping menggariskan hal yang sama terkait inkonsistensi Bupati Matim dan Gubernur NTT.
Keduanya menyebut pada pertemuan tanggal 6 Juli 2020 bersama Bupati Matim Andreas Agas. Saat itu Bupati Agas kooperatif menunggu hasil AMDAL dari pihak investor.
Namun selang beberapa hari kemudian Bupati Agas mengatakan dalam forum resmi bahwa ia akan pasang badan mendukung rencana pabrik semen dan tambang batu gamping.
Masih dalam rilis itu disebutkan, semua warga yang hadir menyangsikan proses AMDAL yang diinisiasi oleh perusahaan.
Sebab kebanyakan materi AMDAL hanya di-copypaste dan terkesan tidak transparan.
Masyarakat kontra tambang tetap waspada untuk terlibat karena pada saat pelaksanaan AMDAL, waktu untuk warga memberikan tanggapan sangat singkat yakni hanya sekitar 10 hari saja.
Demikian pun Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat tidak konsisten dengan janji moratorium tambang di NTT pada awal pelantikannya.
Dalam pertemuan tanggal 23 Juni 2020 di Aula UNIKA St. Paulus Ruteng, di hadapan Uskup Ruteng Mgr. Spiranus Hormat, Pr dan para imam Keuskupan Ruteng, Gubernur Viktor mengatakan akan meningkatkan sektor pertanian, peternakan dan pariwisata.
Namun dua hari setelah itu, ia memerintahkan Bupati Matim untuk melanjutkan proses rencana pabrik semen dan tambang batu gamping.
Hal ini menjadi ironi dan tanda bahwa Bupati Agas dan Gubernur Viktor sedang mabuk kekuasaan.
Salah seorang putra Luwuk yang juga giat menolak rencana pabrik semen dan tambang batu gamping Maxi Rambung mengungkapkan bahwa perjuangan menolak pertambangan jangan pernah berhenti demi mempertahankan hak atas tanah dan hak generasi masa depan.
“Banyak pernyataan pihak pro bahwa mereka menjual tanah adalah hak mereka bukan urusan orang lain, akan tetapi lingko (tanah ulayat) itu milik umum dan yang kita perjuangkan adalah kepentingan umum. Kebanyak warga yang memiliki lahan yang luas dan sawah tidak menyerahkan tanah mereka. Ini kekuatan bagi kita. Maka pihak kontralah yang paling aman hidup karena tidak menerima uang dan tidak memikirkan untuk pindah,” tegas Maxi.
Begitu banyak perhatian dan solidaritas selamatkan Luwuk dan Lengko Lolok sudah menyedot perhatian dunia internasional.
Berbagai aksi dan lobi sudah dilakukan oleh banyak pihak untuk meyakinkan pemerintah bahwa Luwuk dan Lengko Lolok harus diselamatkan dari gempuran investasi Tambang.
Demikianpun warga Luwuk dan Lengko Lolok kontra pabrik semen dan tambang batu gamping sudah menulis surat pengaduan ke berbagai pihak dan ke Komnas HAM RI pada tanggal 6 Juli 2020 yang lalu. ***
Penulis: Ardy Abba