Maumere, Vox NTT- Om Hepin (39) barangkali petani yang berbeda. Ia difabel lantaran tangan kanannya diamputasi setelah mengalami kecelakaan pada 2004 silam.
Namun, kendala fisik bukan masalah baginya. Setiap hari, pria yang dulunya tukang bangunan tersebut bertani sayuran. Begitulah cara pemilik nama lengkap Hendrikus Herlisianus ini menghidupi istri dan 3 anaknya.
“Saya tanam sayur sudah lama. Dulu waktu masih kecil belajar dari orangtua,” ungkapnya kepada VoxNtt.com pada Kamis (23/7/2020) lalu di kebun sayurnya di Dusun Namangjawa, Desa Namangkewa, Kecamatan Kewapante.
Kebun sayurnya berukuran mungil. Hanya 15×20 meter persegi. Ia tak mampu mengerjakan lahan lebih luas. Kurang lebih ada 9 petak yang khusus ditanami sawi.
Biasanya ia dibantu istrinya Grace. Akan tetapi, belakangan ia bekerja sendiri lantaran sang istri harus mengurus anak mereka yang masih bayi.
Ada beberapa pohon terung yang masih muda di pinggirnya dan beberapa pohon kelor di tengah yang sengaja ditanam untuk kebutuhan keluarga.
“Hasilnya lumayan, bisa untuk biaya hidup sehari-hari,” ungkapnya.
Setelah mengalami kecelakaan saat membangun sebuah Gereja, Hepin meninggalkan profesi sebagai tukang.
Ia sempat merantau ke Batam jadi pemetik buah di perkebunan buah. Akan tetapi, lalu memutuskan pulang ke kampung dan kembali menanam sayur. Ia beruntung diizinkan menggunakan lahan kosong milik orang di dekat rumahnya.
Bagaimana caranya bekerja? Tentu saja semua dilakukan dengan tangan kirinya. Mulai dari mencangkul, menimba air sampai menyiram serta memanen sayur.
Menurut pengakuannya, ia hanya menanam sawi sebab terbilang mudah. Selain itu, ia trauma menanam sayuran buah sebab rawan pencurian.
Menariknya ia tak gunakan bahan kimia.
“Tanah ini subur. Lagi pula setiap habis panen jagung biasanya orang ikat sapi disini jadi kotorannya menyuburkan tanah,” terangnya.
Untuk menambah kesuburan, Hepin menggunakan air rendaman daunan hijau dan serbuk kayu.
Hasilnya, tanaman sayur miliknya tumbuh subur. Sayuran tersebut biasanya dijual anak sulungnya, Diken ke rumah-rumah tetangga. Kadang, sang istri, Grace menjualnya langsung ke pedagang di Pasar Wairkoja dan Pasar Alok.
Salah satu langganannya, Nani, punya pendapat sendiri tentang sayur organik milik Hepin. Berbeda dengan sayur yang biasanya dibeli di pasar.
“Tahan lama kalau disimpan dan enak dimakan serta tidak cepat basi,” ungkapnya kepada VoxNtt.com di kediamannya di Namangkewa, Rabu (29/7/2020).
Meski hanya bekerja dengan satu tangan, Hepin tak berkecil hati. Ia punya satu mimpi, ingin punya dinamo.
“Kalau ada dinamo saya tidak perlu timba lagi lalu siram menggunakan penyiram atau ember,” keluhnya.
Ia berencana menanam juga beberapa jenis sayuran lain agar pelanggannya tak jenuh hanya membeli sawi.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba