Ende, Vox NTT-Salah satu ciri khas yang unik dari Kampung Wolo Oja, Desa Mbuli Waralau Utara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, NTT adalah sikap toleransi beda agama antar-warganya.
Kehidupan masyarakat setempat yang menganut dua agama (Katolik dan Islam) tampak sangat solid dan kompak. Mereka saling berbaur, bahu membahu, bergotong royong dalam hajatan bersama.
Hal itu tampak terlihat jelas saat pengukuhan tetua adat (Mosalaki) setempat pada Senin (10/08/2020) sore di Wolo Oja dalam rangkaian acara Festival Kelimutu dan Pelangi Nusantara Tahun 2020.
Kampung ini dapat dinobatkan sebagai kampung teladan toleransi di NTT bahkan di Indonesia secara umumnya.
Sebab, sikap macam ini dianggap makin penting di tengah kecemasan masyarakat misalnya sikap diskriminasi, intoleran dan aksi kekerasan terhadap kaum minoritas di Indonesia.
Pengamatan VoxNtt.com, warga Wolo Oja tampak sangat rukun dan solid untuk menjaga rasa persaudaraan. Meski berbeda agama, dalam urusan kekeluargaan atau kegiatan umum mereka cukup aktif berperan, bersatu dan tidak saling bergesekan.
Mereka disebut masih dalam satu keturunan yang sama sejak dahulu kala. Bahkan hubungan kawin mawin beda agama pun sudah menjadi tradisi mereka.
“Kawin mawin biasa, ya Islam dan Katolik. Ya, sudah biasa kita di sini. Karena ini semua keluarga, hidup sudah saling memahami,” kata warga setempat yang mengaku bernama Martin.
Mengenai kehidupan toleransi pun ditekankan Wakil Gubernur NTT, Yosef A. Nae Soi saat berkunjung ke sana.
Ia sendiri mengaku menyaksikan hidup rukun antar-warga beda agama Kampung Wolo Oja. Gotong royong atau kerja sama antar warga beda agama di wilayah setempat disebut sebagai teladan toleransi yang terus dijaga.
Kata Nae Soi, kampung inilah yang benar-benar menerapkan sikap toleransi dengan tidak membeda-bedakan suku, membedakan ras apalagi agama.
“NTT dijuluki dengan Nusa Terindah Toleransi. Kalau belajar toleransi belajarlah ke NTT,” tutur Wagub Nae Soi.
Ia mengingatkan warga setempat bahwa totalitas sikap toleransi dalam urusan keagamaan harus sejalan dengan sikap cinta terhadap tanah air. Seratus persen agama, seratus persen mencintai bangsa dan negara.
“Biar kita berbeda-beda tapi ingat bahwa kita adalah satu, kita adalah saudara. Ini yang harus ditanamkan pada diri kita masing-masing,” katanya.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba