Ruteng, Vox NTT-“Tak pernah ada pria yang mengukirkan namanya dalam sejarah setelah menjalani hidup dengan mudah”. Kata-kata Presiden Amerika Serikat ke-26 Theodore Roosevelt ini cocok untuk menggambarkan perjalanan hidup Deno Kamelus (62).
Bagaimana tidak, kesuksesan Deno menggapai gelar doktor hukum dan Bupati Manggarai tidak datang begitu saja bak disambar petir di siang bolong.
Perjuangannya memang tidak selalu berjalan mudah. Itu terutama, ketika menggali masa kecilnya yang lahir di salah satu kampung udik di Kecamatan Cibal.
Pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Manggarai dua periode itu lahir di Rakas, Desa Golo Rado, Kecamatan Cibal pada 2 Agustus 1959 silam. Ia lahir dari keluarga petani sederhana, bukan orang berada dan kaya. Kedua orangtuanya tidak tamat sekolah dasar, tetapi cara pikir mereka cukup visioner terutama sang ayah.
Anak ke-3 dari 9 bersaudara pasangan Aloisius Mbeok (almarhum) dan Veronika Wanur itu memiliki sejarah masa lalu yang cukup haru. Selama sekolah di SDK Wudi tahun 1966-1972 dan SMP Umat Pagal tahun 1973-1975, Deno kerap berhadapan dengan segelumit rintangan dan halangan
dalam menggapai mimpi-mimpinya.
Sejak awal memang seolah termaktub dalam diri Deno bahwa meraih kesuksesan harus melewati berbagai situasi dan rintangan. Mulai dari keterbatasan ekonomi, sarana dan prasarana, serta akses menuju lembaga pendidikan memang selalu menemani ruang hidupnya semasa kecil.
Bayangkan saja, untuk sampai ke SDK Wudi, Deno harus melawati jalan tikus sepanjang kurang lebih 4 kilometer. Ia bersusah payah jalan kaki hingga sampai ke sekolah yang letaknya di ketinggian dari Kampung Rakas.
Meski demikian, lulusan doktoral Universitas Airlangga Surabaya itu tidak putus asa. Ia sudah terbiasa dengan keadaan tersebut. Walaupun disayat terik sang mentari sepanjang jalan tikus terutama saat pulang sekolah, Deno tetap menikmati keadaannya kala itu.
Sambil melangkah di jalan tikus yang dipenuhi batu-batu tajam, tanpa alas kaki, Deno tetap berpacu demi sampai ke SDK Wudi. Meski memang tidak jarang raut wajahnya menyeringai karena terimpit keadaan.
Menurut Yustina Ilu (59) saudarinya, saat hidup bersama pada masa kecil Deno tidak mudah putus asa dalam urusan sekolah.
“Yang saya tahu dia (Deno Kamelus) adalah sosok yang rendah hati, jujur, tidak mudah putus asa dan pekerja keras,” kisah Yustina kepada VoxNtt.com, Senin (31/08/2020).
Ia berkisah, jarak yang jauh baik pergi maupun pulang sekolah bukan menjadi alasan bagi Deno untuk tidak membantu orangtua. Setiap kali pulang sekolah semasa SD, mantan Sekjen PMKRI Cabang Kupang itu kerap membantu ayahnya mengairi sawah.
“Setiap hari, setelah pulang sekolah, ia selalu membantu bapa bekerja di sawah. Hasil sawah itu untuk bisa memenuhi kebutuhan kami sehari-hari,” kata Yustina.
Perintah orangtua sepengetahuan Yustina tidak pernah dibantah Deno. Bahkan untuk urusan mengairi sawah seolah menjadi rutinitasnya yang dijalankan tanpa beban dan paksaan. Tanpa disuruh sang ayah dan ibu pun Deno kerap mengambil inisiatif sendiri setelah pulang sekolah ke sawah, yang kala itu berjumlah 5 bidang.
Pada tahun 1970-1972, kisah Yustina, anak-anak kelas 5 dan 6 terpaksa tinggal di sekolah. Selain untuk belajar, para siswa juga membantu para guru dalam menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.
“Contohnya waktu itu, mereka membuat pagar batas rumah guru-guru di SDK Wudi. Mereka hanya makan malam di rumah guru. Sedangkan siang dan pagi mereka bawa bekal sendiri,” kisah Yustina.
“Untuk dia (Deno) tunggu saya yang bawa untuk sarapan pagi. Biasanya mama dengan tulus menyiapkan makanan berupa nasi campur jagung atau jagung saja, lalu saya yang bawa untuk dia di sekolah,” imbuhnya.
Ibunda Deno Veronika Wanur memang sosok penyanyang untuk anak-anaknya. Dalam urusan makanan, misalnya, ia sangat paham.
Menurut Yustina, makanan kesukaan Deno kala itu adalah nasi jagung bercampur minyak daging babi yang dibakar. Jika olahan makanan ibundanya demikian, maka Deno pasti langsung melahapnya hingga habis.
Yustina yang lahir setelah Deno menyaksikan di sekolah, kakaknya itu tidak pernah dipukul guru. Suami dari Yeni Veronika itu bahkan sangat disayangi guru, entah apa alasannya. Yang pasti, kata dia, pria yang pernah mengikuti program Summary of the second Asosiation Local Government for the Organic Agriculture di Negara Korea Selatan itu adalah salah satu murid berprestasi di sekolah.
Deno juga, kata dia, adalah sosok pelindung dan bijaksana bagi adik-adiknya. Yustina misalnya, saat SMP kerap mendapat jatah tambahan uang saku dari Deno.
Jika pulang libur dan hendak kembali ke sekolah, di tengah jalan Yustina pasti ditanyai Deno tentang jumlah uang yang diberikan sang ayah. Jika Deno diberi lebih, maka ia pasti memberikan lagi sebagian jatahnya untuk Yustina agar jumlah uang sama.
Pendidikan Keluarga
Yustina mengatakan, ayahnya Aloisius Mbeok memang tidak tamat SD. Meski begitu, dalam urusan pendidikan untuk anak-anaknya, cara pikir Aloisius sudah jauh ke depan.
Ia kerap mengajarkan agar anak-anaknya tidak boleh manja dalam urusan mencari keberuntungan nasib. Itu sebabnya, saat membajak sawah Aloisius selalu mengajak anak-anaknya.
Bahkan jika padi di sawah sudah panen, Aloisius mengajak anak-anaknya ke Pagal ibu kota Kecamatan Cibal atau ke Ruteng ibu kota Kabupaten Manggarai untuk menjual beras. Beras-beras itu sebagiannya dibawa dengan menggunakan kuda. Sebagian yang lainnya dipikul.
Hasil penjualan beras tersebut kemudian digunakan untuk kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Yustina mengatakan, tidak ada perintah khusus sang ayah agar anak-anak belajar. Tetapi pesan penuh makna agar anak-anaknya harus berusaha meraih pendidikan kerap disampaikan Aloisius saat membajak sawah.
Ketika sang ayah sudah dilumuri lumpur dan memakai pakaian yang lusuh dan robek setelah membajak sawah dengan kerbau, Aloisius kerap mengajak anak-anaknya untuk menatap dia. Ia pun berpesan “lihat saya ini, saya minta kalian jangan seperti saya lagi. Kalian harus sekolah sampai sukses”.
Saat ujian sekolah pun, tidak ada perintah khusus dari sang ayah. Tetapi ia hanya memasang lampu pelita pada malam hari hingga pagi di ruang tamu. Sebelum tidur, ia berpesan agar hati anak-anaknya terang bagai lampu pelita dalam mengerjakan soal-soal ujian di sekolah.
Bersambung. . .
Penulis: Ardy Abba