Ruteng, Vox NTT
Advokat senior Yance Janggat meminta Kejaksaan Negeri (Kajari) Ruteng agar membongkar dugaan korupsi dari mantan Kepala Desa (Kades) Golo Worok Fransiskus Darius Syukur. Ansi, begitu akrab disapanya, diduga mengkorupsi dana desa periode 2015-2019 hingga Rp1 miliar.
Ansi juga diduga memanipulasi laporan dana desa selama menjabat.
“Saya dapat informasi, ada banyak dugaan manipulasi laporan. Kajari Ruteng harus bisa bongkar semua,” kata Yance di Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (21/09/2020).
Ia mendapat informasi dugaan manipulasi kemungkinan tidak hanya terjadi di Desa Golo Worok, Kecamatan Ruteng. Ansi juga diduga ikut memanipulasi laporan dari desa lain seperti Desa Belang Turi, Desa Bulan, dan yang lain. Hal itu karena desa-desa tersebut berguru pada Ansi untuk membuat laporan keuangan dana desa.
“Ini informasi dari masyarakat. Desa-desa itu berguru karena Ansi dipilih Deno Kamelus (Bupati Manggarai, Red) menjadi kepala desa terbaik. Nah, hubungan Ansi dengan Deno sesungguhnya sangat dekat. Itu karena Deno dijadikan anak angkat oleh warga Golo Worok yang merupakan kampung Ansi. Mungkin Ansi dipilih menjadi kepala desa terbaik bukan karena prestasi tetapi karena kedekatan saja,” tutur Yance yang juga Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kabupaten Manggarai.
Dia melihat dugaan perbuatan korupsi dana desa di Kabupaten Manggarai bisa berjemaah. Pasalnya, banyak desa yang berguru pada Ansi untuk membuat laporan dana desa. Jika Ansi sudah dilaporkan ke Kejari karena ada indikasi korupsi maka desa lain juga bisa mengalami hal serupa.
Sejumlah pejabat di Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Manggarai menurut Yance, juga bisa diperiksa karena membiarkan praktik manipulasi terjadi. Bahkan Deno Kamelus juga harus diperiksa karena Bupati Manggarai itu diduga melindungi Ansi.
“Kejari Ruteng harus proaktif dan serius usut kasus ini. Dugaan Deno melindungi Ansi juga harus diusut,” tegas Yance.
Senada dengan Yance, Tu’a Golo (Tua adat) Kampung Wela, Philipus Jeharut meminta Kejari Ruteng agar memeriksa semua proyek yang dilakukan Ansi selama menjabat. Pasalnya, ada beberapa proyek yang diduga tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan pembangunan fisik. Bahkan ada proyek yang mangkrak atau berhenti dan sama sekali tidak dibangun.
“Di Wela, ada deker (jembatan kecil, Red) yang tidak dibangun. Kemudian ada tembok Penahan Tanah (TPT) yang berhenti pengerjaannya. Belum proyek-proyek lain. Kami minta Kejari agar periksa semua,” kata Philipus.
Philipus yang memimpin pelaporan terhadap Ansi pada awal Juli lalu, mendapat sejumlah informasi dugaan manipulasi laporan yang dilakukan Ansi. Misalnya, ada proyek yang seharusnya diselesaikan tahun 2018, tetapi baru dibangun tahun 2019 dengan menggunakan anggaran tahun 2019. Sementara anggaran 2018 sudah habis dan sudah dilaporkan pengerjaan proyek telah selesai pada tutup buku tahun anggaran 2018.
Salah satu contoh proyek yang mengerjakan dengan model tersebut yaitu pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di kampung Wela. Proyek tersebut menggunakan anggaran dana desa tahun 2019. Namun baru dibangun menggunakan anggaran dana desa tahun 2020. Celakanya, proyek itu dibangun saat Ansi sudah tidak menjabat dan pada akhirnya mangkrak atau terhenti.
“Ini kan model-model manipulasi laporan,” tegas Philipus.
Warga pelapor lainnya, Yohanes Jelahut meminta Kejari Ruteng agar mengusut semua harta kekayaan dari Ansi. Pasalnya, informasi yang diperoleh dari masyarakat menyebutkan ada beberpa harta yang sudah mulai dijual.
“Kami curiga ini upaya menghilangkan jejak kekayaan. Kejari harus memeriksa semua harta Ansi,” jelas Jon, sapaan akrab Yohanes Jelahut.
Sebelumnya, pada awal Juli 2020, sebanyak 92 warga Desa Golo Worok, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Ansi. Ansi diduga melakukan korupsi dana desa selama periode kepemimpinnya (2014-2019) lebih dari Rp1 miliar.
Sementara Mantan Kepala Desa Golo Worok, Fransiskus Darius Syukur, angkat bicara terkait dugaan korupsi yang dilaporan warga ke Kejaksaan Negeri Manggarai.
Ansi memandang laporan warganya merupakan hak mereka untuk mengontrol roda Pemerintahan Desa Golo Worok.
Ia mengaku tidak mau melarang warga untuk melapornya ke mana pun. Sebab itu adalah hak warga untuk melapor dia sebagai mantan kepala desa.
Meski begitu, menurut Ansi, laporan tersebut tentu saja tergantung temuan pihak berwajib. Itu terutama terkait apakah laporan tersebut benar atau salah.
Sebab, ia mengaku pada tahun 2016 lalu sudah pernah diaudit oleh Inspektorat Kabupaten Manggarai dan tidak ada temuan.
“Makanya saya heran tadi mereka katakan sejak tahun 2014,” kata Ansi kepada VoxNtt.com melalui saluran telepon, Kamis (09/07/2020) lalu.
Ia menyatakan, siap mengikuti proses hukum, kapan pun pihak berwajib memanggilnya untuk mempertanggungjawabkan laporan warga Desa Golo Worok.
“Artinya kalau menurut pribadi atau asumsi saya, apa yang mereka laporkan itu tidak benar,” ujar Ansi.
Ansi juga membatah tudingan warga yang mengatakan mantan Kades Golo Worok diduga korupsi Dana Desa sebanyak 1 Miliar lebih.
“Kalau menyangkut penilaian itu saya rasa janggal sekali kalau mereka menyebut 1 Miliar lebih, kalau satu setengah M itu berarti saya tidak pernah berbuat apa-apa di sana,” tandasnya.
Terkait tidak melakukam musyawarah desa juga menurut Ansi, laporan itu tidak benar.
Ia mengaku setiap tahun selalu melakukan musyawarah dusun (musdus). Setelah itu akan dibawakan ke Musrenbangdes.
“Setelah itu baru kami melakukan penetapan kegiatan. Kemudian, saya rasa selama ini tidak pernah ada yang mangkrak. Setiap tahun itu pekerjaan selalu dijalankan dengan baik,” tepis Ansi.
Ansi juga merespon tudingan kepemilikan vila dan tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
“Saya kasih tahu kira-kira yang mana? Boleh cek di Manggarai Barat itu dari ujung ke ujung atau di Pemerintah Manggarai Barat, kira-kira vila saya itu di mana? Jangankan vila, rumah pribadi saja saya tidak punya,” ujarnya.
“Itu tidak benar, boleh mereka cek di mana saja bahwa saya punya vila, jangankan vila rumah pribadi saya tidak punya di Labuan Bajo,” tambahnya lagi.
Kemudian terkait tanah di Labuan Bajo, ia mengaku tidak pernah beli tanah di kota ujung barat Pulau Flores itu.
Ia memang memiliki satu bidang tanah. Namun itu merupakan tanah yang diberikan oleh pemerintah seluas 10×100 m².
Pemberian tanah itu kata dia, karena Ansi merupakan salah satu dari 200 Kepala Keluarga (KK) yang transmigrasi ke Labuan Bajo pada tahun 1997 lalu.
“Saya mendapat bagian dari pemerintah tahun 1997, saya kan pernah tinggal di bawah (Labuan Bajo) dulu. Sehingga saya mempunyai hak untuk mendapat tanah dulu,” katanya.
“Itu saja saya punya tanah di Labuan Bajo. Kalau mereka bilang saya punya tanah di Labuan Bajo coba cek di pertanahan atau di mana saja di Labuan Bajo, silakan,” tambahnya lagi.
Terkait aset mobil yang juga dilaporkan warga, Ansi menjelaskan bahwa mobil itu dibeli pada tahun 2014 lalu.
“Itu saya beli sejak tahun 2014 lalu. Sejak awal saya kredit dulu, boleh cek di BRI. Setiap tahun saya kredit,” katanya. (VoN)