Ende, Vox NTT-Niat pemerintah untuk menanggulangi dampak Covid-19 masih belum efektif, terlebih di Desa Aebara Kecamatan Ndori, Kabupaten Ende, NTT.
Skema pembagian bantuan langsung tunai (BLT) di wilayah setempat justru dililit dengan berbagai persoalan.
Kepala Desa Aebara Yonalius Jawa menarik ulur penyaluran BLT sejak April hingga September 2020. Pasalnya, molornya penyaluran BLT akibat masyarakat Dusun II Mudetelo melayangkan surat pindah penduduk.
Surat pernyataan perpindahan penduduk menyusul karena sikap diskriminasi pelayanan yang diterapkan pemerintahan desa di bawah pimpinan Kepala Desa Yonalius.
“Bukan soal bantuan (BLT) itu, tapi tidak ada keadilan oleh Kades. Saya sebagai Wakil BPD Aebara melalui SK Bupati tapi tidak dihargai. Saya malah dituduh sebagai provokator,” ujar Wilhelmina Nenu saat pertemuan bersama Anggota DPRD Ende dan Kadis PMD di Kantor Desa Aebara pada Jumat (18/09/2020).
Wilhelmina pun membeberkan awal mula persoalan hingga Kades Yonalius tidak mencairkan BLT kepada 19 kepala keluarga (KK). Selain persoalan pelayanan pemerintah desa yang tidak merata, alasan lain yang terungkap ialah sikap Kades yang tidak menghargai lembaga BPD sebagai mitra kerja.
“Saat rapat penanganan Covid-19, kami sebagai BPD tidak dilibatkan. Warga di dusun kami juga tidak mendapatkan masker padahal kami juga warga desa Aebara,” katanya yang juga menjabat sebagai Wakil BPD setempat.
Menanggapi itu, Kades Aebara Yonalius Jawa menyatakan molornya pembagian BLT karena warga Dusun II Mudetelo menyepakati pindah penduduk ke Desa Wonda.
Kesepakatan warga Dusun II tertuang dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh sejumlah warga.
“Kalau tidak puas kenapa tidak datang mengadu ke kantor. Kenapa harus ke dewan (DPRD) dan ke Dinas PMD. Uang BLT itu ada di sini, ada di bendahara dan tidak satu rupiah pun kami ambil,” kata Kades Yonalius menanggapi itu.
Ia menyatakan, ada tiga poin dalam pernyataan yang dilayangkan masyarakat Dusun II kepadanya hingga ia menahan pembayaran BLT kepada 19 warga.
Ketiga poin ialah, menolak Yonalius sebagai Kades Aebara, meminta pihak berwajib mengaudit anggaran Covid-19 serta pernyataan pindah penduduk dari desa setempat.
“Jadi, tiga poin itu yang menjadi pertimbangan saya. Uangnya masih ada, bukan saya gunakan untuk pribadi,” katanya.
Kapala Dinas PMD Ende Albert Yani meminta polemik itu segera dihentikan. Ia berharap agar pemerintah desa tetap menyalurkan BLT sesuai kriteria penerima BLT.
Untuk memajukan desa setempat, Yani berharap agar pemerintah desa dapat menggandengkan masyarakat dalam rencana proses pembangunan ke depan.
Hal serupa juga diungkapkan Anggota DPRD Komisi III Mahmud Jegha dalam kesempatan itu. Ia berharap masyarakat dan pemerintah desa bersama-sama mencari solusi agar proses pencairan BLT dapat berlangsung.
“Kita cari solusi dan hentikan perdebatan atau polemik ini. Mari kita membangun Desa Aebara ke arah yang lebih baik,” kata Mahmud.
Pengamatan wartawan, pertemuan itu nyaris ricuh disaat Kades Yonalius memantik dengan menanggapi nada tinggi. Jelang beberapa saat kemudian terjadi saling adu mulut bahkan tensi pertemuan meninggi.
Beruntung ada petugas Polisi Pamong Praja menghalaui beberapa pemuda yang tampak sudah bergerak maju menuju Kades Yonalius. Beberapa pemuda merasa tak puas karena dianggap Kades Aebara bersikap feodalisme.
Suasana itu berhasil diredahkan dengan berbagai rekomendasi yang dibuat Anggota DPRD Komisi I. Salah satu rekomendasi ialah, proses penyaluran BLT tetap dilaksanakan kepada 19 warga.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba