Oelamasi, Vox NTT- Polemik pembangunan di Desa Bone, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang memantik perhatian pengamat sosial dan politik asal Undana Kupang, Lasarus Jehamat.
Lasarus berkomentar menyusul adanya dugaan larangan Inspektorat Kabupaten Kupang agar masyarakat setempat mendapatkan dokumen Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Bone.
Baca Juga: Inspektorat Diduga Larang Dokumen LPj Kades Bone Diketahui Warga
Menurut dia, keterbukaan informasi bagi masyarakat merupakan suatu langkah efektif dalam mewujudkan pemerintahan desa yang bebas korupsi dan akuntabel.
“Mekanisme harus merujuk pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kalau tidak mengikuti aturan itu jelas salah,” ujar Lasarus, Selasa (06/10/2020) petang.
Menurut Lasarus, jika Inspektorat Kabupaten Kupang benar-benar melarang masyarakat mendapatkan dokumen LPj, maka harus memahami betul logika instansi tersebut.
“Inspektoral itu pengawal internal pemerintahan. Tidak hanya korupsi kalau kasusnya seperti itu. Itu tikus dan kucing yang sedang berdamai namanya. Itu malah ke kolusi. Jauh lebih fatal,” ujarnya.
Rujukan hukum yang diperoleh VoxNtt.com, amanat UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menyebut, pemerintah desa sebagai badan publik memiliki kewajiban menyediakan informasi publik (Pasal 11 ayat (1) huruf (a).
Keterbukaan Informasi Publik merupakan poin penting bagi terwujudnya akuntabilitas penyelenggaran pemerintahan desa.
Tidak ada lagi sekat penghalang antara masyarakat dan pemerintah. Bahkan tidak main-main, dalam Pasal 52 disebutkan bagi badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, dapat dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) membawa harapan bagi keberlangsungan pemerintahan desa karena besarnya alokasi dana desa yang diberikan.
Besarnya kewenangan pemerintahan desa melalui alokasi dana desa, dapat menjadi “bumerang” bagi pemerintahan desa.
Seperti fenomena korupsi di daerah, hingga Kemendagri merilis ada 330 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau sekitar 86,22 persen (Juli 2014).
Sebagai upaya pencegahan terjadinya korupsi di desa dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan desa, dibutuhkan pengawalan dari masyarakat dalam bentuk partisipasi dalam mengakses Informasi Publik dalam pemerintahan desa (Komisi Informasi Pusat RI).
UU Desa membuka lebar akses masyarakat mendapatkan informasi mengenai pemerintahan desa, seperti disebut dalam Pasal 68 Ayat (1), yakni: meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; memperoleh pelayanan yang sama dan adil; dan menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
UU Desa juga mengamanatkan keterbukaan informasi bagi masyarakat desa yang sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP): memperoleh informasi publik adalah hak setiap individu yang dijamin oleh negara (Pasal 4 Ayat (1)).
Adanya keterbukaan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintahan desa, seperti dalam Pasal 27 yang mewajibkan kepala desa untuk;
Pertama, menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/ Wali Kota.
Kedua, menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Wali Kota.
Ketiga, memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
Keempat, memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran.
Peraturan lainnya, Asas Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 113 tahun 2014 mengatakan bahwa keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Hal ini menunjukkan bahwa keuangan desa harus dikelola secara terbuka, dapat dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan peraturan yang ada.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba