Oelamasi, Vox NTT-Dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) di Desa Bone, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang telah dilaporkan oleh warga setempat ke Kejaksaan Negeri Oelamasi.
Kepala Kejaksaan Negeri Oelamasi Sherly Manutede sudah memberikan disposisi kepada Kasi Intel untuk melakukan penelusuran kasus tersebut.
Upaya pengusutan kasus yang diduga melibatkan Kepala Desa Bone Mesakh Bana bersama stafnya serta Ketua dan anggota Badan Permusyawaratan Desa itu mendapat dukungan dari tokoh masyarakat setempat.
Simon Sinlae, salah satu tokoh masyarakat, mengungkap adanya ketertutupan dalam pengelolaan anggaran di desa itu. Masyarakat, aku Simon, tak pernah mendapat informasi terkait pengelolaan dana di desa itu.
Pemerintah tidak memajang papan informasi APBDes atau program kegiatan yang dibiayai Dana Desa. Selain itu, musyawarah yang dilakukan mulai dari tingkat dusun (Musdus) hingga tingkat desa (Musrenbang Desa) tidak pernah menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat.
“Kalau dulu, mantan-mantan kepala desa itu, selalu memberikan undangan kepada kepada tokoh masyarakat jika ada pertemuan-pertemuan Musrenbangdes, Musdus dan lain-lain. (Tetapi) akhir-akhir ini tidak ada,” ujar Simon.
Ia pun mendukung keberanian para pemuda yang melaporkan dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa ke penegak hukum.
“Saya juga cukup tahu dan bahkan saya mendukung anak-anak muda untuk bagaimana menelusuri indikasi penyelewengan dana desa,” tegasnya.
Ia menuturkan, ada banyak penyelewengan yang dilakukan pemerintah desa itu. Misalnya, bantuan 40 ekor ternak sapi tahun 2015/2016 lalu, penerimanya bukan rakyat tetapi aparat desa.
“Makanya saat rapat dengar pendapat dengan tokoh masyarakat tanggal 14 September lalu, saya sudah sampaikan bahwa itu sebenarnya bukan dana pemberdayaan masyarakat, itu dana pemberdayaan aparat,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah tokoh pemuda Desa Bone melaporkan dugaan penyelewengan anggaran di desa itu.
Selain penyalahgunaan bantuan ternak sapi, dugaan penyimpangan lain yang dilaporkan yakni penggelapan uang hasil penjualan ternak yang sebagian besarnya sudah diserahkan kepada pemerintah desa.
Dugaan lainnya, yakni mark up harga pengadaan mesin kultifator tahun 2016, mangkraknya pengerjaan toren tahun 2016 sementara biayanya sudah dibayar lunas, dan tidak terrealisasinya pembangunan Taman Eden Desa Bone tahun 2016.
Jeki Lopmeta, salah seorang tokoh muda Desa itu mengatakan penyelewengan anggaran dilakukan pemerintah desa di balik ketertutupan informasi terhadap masyarakat.
“Penyelewengan itu berupa dana yang sudah dialokasikan tetapi yang dikerjakan itu tidak ada informasi kepada warga karena tidak ada keterbukaan. Kami tidak tahu apa-tentang apa yang sudah dikerjakan,” ujarnya.
Padahal, lanjut dia, masyarakat terutama kaum muda Desa Bone mengharapkan adanya keterbukaan agar kerja sama semua elemen desa bisa berjalan baik.
“Saya sebagai orang muda berharap ada keterbukaan dan transparansi sehingga kerja sama itu bisa berjalan,” jelasnya.
Terpisah ketua Ketua Badan Permusyawaratan Desa Bone Yorim Mau mengatakan pihaknya tak mengetahui apalagi terlibat dalam dugaan penyelewengan Dana Desa tahun 2016.
Saat itu dirinya masih menjabat anggota BPD. Sedangkan yang diundang dan hadir dalam rapat hanya Ketua BPD.
“Waktu itu saat ada rapat hanya ketua saja yang hadir. Kami tidak pernah dihadirkan. Undangan itu disampaikan ke Ketua BPD. Dulu kan belum ada sosial media yang aksesnya bisa cepat. Pada saat serah terima jabatan di tahun 2016 waktu itu juga tidak ada LPj (dari Ketua BPD sebelumnya),” ujarnya.
Sedangkan mengenai dugaan penyimpangan yang dilaporkan warga, dirinya sudah berusaha menggelar rapat dengar pendapat dengan warga, namun permintaan untuk transparansi APB Desa belum ditanggapi Kepala Desa bersama stafnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Yohanes