Kupang, Vox NTT-Human Trafficking Watch (HTW) meminta menteri luar negeri agar aktif dalam usaha menyelamatkan dan melindungi 8 WNI yang korban Perdagangan orang di Solomon Islands.
Demikian disampaikan Yosefhino Frederick ST, Direktur Hubungan Luar Negeri HTW dalam siaran pers yang diterima VoxNtt.com, Kamis (05/11/2020).
Ninos, demikian disapa, menegaskan, Human Trafficking Watch melakukan pendampingan dan advokasi kepada 8 korban masing-masing bernama Joni , Jefry , Roby, Yunus, Yesaya, Linus, Petrus dan Renny.
“Saat ini korban beralamat Sementara di BM xxxxx Honiara-Salomon Islands” demikian Ungkap Ninos.
Berdasarkan pengakuan para korban, mereka awalnya direkrut atau disponsori oleh MY, warga Malaysia yang beralamat di Kinibalu. Mereka dipekerjakan di perusahaan pertambangan Bauxit di Honiara-Salomon Islands dan dijanjikan pekerjakan sebagai operator alat berat atau sopir dumptruck.
Demi persyaratan tersebut MY meminta para korban melengkapi pasport, SKCK dari kepolisian, surat keterangan kesehatan, draft pengalaman kerja dan SIM.
Setelah menandatangani kontrak kerja dengan masa kontrak 2 tahun dengan gaji pokok sebesar RM 1750, para korban berangkat dari Sabah-Malaysia ke Solomon Islands pada 13 Maret 2019 lalu.
Para korban mengisahkan, selama bekerja di lokasi tersebut, mereka kadang diberi makan nasi putih saja bahkan hanya makan mie instant. Mereka juga merasa takut masuk ke lokasi pengambilan bauxite karena tidak disediakan perlengkapan keselamatan kerja. Jika para korban tidak masuk kerja, maka gaji pokok mereka akan dipotong.
Tragisnya lagi, salah satu korban mengaku sampai sekarang, MY tidak pernah mengirimkan gaji bulanan sebagaimana tertera dalam perjanjian kerja. Ia mengaku anak dan istrinya mengeluh karena kesulitan ekonomi.
“Kami tidak sanggup lagi meneruskan kontrak tersebut karena tidak lagi dibayar gaji saya selama ini. Bagaimana mungkin kami meneruskan kontrak ini gaji belum dibayar oleh MY,” demikian kisah salah satu korban kepada Ninos.
Korban juga sudah melakukan upaya dengan melaporkan kasus itu ke kantor Labour Solomon Islands dan ke KBRI Port Moresby. Sayangnya, usaha mereka tidak mendapat tanggapan sehingga para korban meminta bantuan advokasi kepada HTW. Mereka berharap HTW dapat melaporkan kasus ini kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Luar Negeri sehingga negara hadir dalam menyelamatkan ke-8 WNI tersebut.
Ninos menegaskan, kasus yang menimpa ke-8 WNI ini, sudah bisa dikategorikan sebagai korban perdagangan orang atau human trafficking seperti yang dimaksud pada pasal 2 UU No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang.
“Sudah ada unsur unsur eksploitasi dengan modus memperdaya tenaga kerja dengan tidak membayar gaji dan fasilitas lainnya. Para korban terekspoloitasi dalam posisi rentan di Solomon Islands” kata alumus geologi ITB ini.
Mencermati fakta-fakta di atas HTW melaksanakan pendampingan dan advokasi terhadap para korban. Salah satunya dengan membuat permintaan perlindungan dan bantuan hukum kepada Menteri dan Direktur perlindungan Warga negara Indonesia.
HTW juga meminta badan hukum Kemenlu RI agar memberikan bantuan demi keselamatan ke-8 WNI pekerja migran tersebut. Hal itu sesuai dengan perintah dan amanat pasal 18 dan 19 UU nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri.
Pasal 18 antara lain mengatakan, Pemerintah Republik Indonesia melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum dengan perwakilan negara asing di Indonesia.
Hal senada juga disampaikan Patar Sihotang, ketua Umum HTW. Ia berharap agar Negara hadir melalui jajaran kementerian Luar negeri untuk meyelamatkan ke-8 WNI yang hidupnya terkatung katung dan tidak digaji oleh Perusahaan Pertambangan Bauxite di Solomon Islands. (von).