Oelamasi, Vox NTT-Iranius Melkianus Sabaat tidak mengira pengusaha berdarah China, Frengky Liyanto akan menyambangi rumahnya pada akhir tahun 2010 lalu.
Sebelumnya, sebagai anak sulung dari Isaak Sabaat selaku klan pemilik tanah di bagian Timur dan Utara sebelah barat Kantor Desa Penfui Timur, Iranius sebetulnya sudah mengendus tujuan dari kedatangan pebisnis itu adalah perihal dicegatnya proses peletakan batu pertama dan pembangunan perumahan Melia Sejahtera, Pondok Indah Matani.
“Kami keluarga sudah tahu maksudnya karena saat peletakan batu pertama pembangunan perumahan sudah melakukan pencegatan pembangunan itu,” kata Iren mengenang peristiwa di kediamannya, Jumat (06/11/2020) petang.
Iranius juga mengisahkan pada saat peletakan batu pertama pembangunan perumahan di tahun 2009 dihadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya.
Tidak tanggung-tanggung, Frengky yang pada saat itu didampingi istrinya, bermaksud untuk menawarkan sebuah barter terhadap lahan seluas 163.000 M2 yang sudah mulai dibangun kompleks Perumahan Melia Sejahtera atau kerap disebut Perumahan Pondok Indah Matani. Lahan itu diklaim oleh klan Sabaat selaku pemilik sah atas tanah.
“Bapa tua (Frengky) tawar saya 1 rumah terus jadi security dan jadi sopir. Saya tidak mau,” jelasnya.
“Bapa tua juga sempat bilang kalau mau perkara yah perkara saja. Kalau dia kalah dia siap bayar,” kata Iranius mengikuti perkataan Frengky.
Disengketakan
Iranius mengaku, sebagai penerus keturunan Sabaat ia kemudian memakai pengacara dan menggugat pihak BPN karena menerbitkan sertifikat tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga sebagai pemilik tanah.
“Dulu di itu lokasi tidak ada apa-apa hanya pohon-pohon. Kami masih kecil biasa cari kayu bakar di situ. Bapa punya saudari perempuan yang dulu biasa bikin kebun di sana,” kata Iranius mengenang masa kecilnya.
Baca Juga: Perumahan Pondok Indah Matani Dibangun di Atas Lahan Sengketa
Sebelumnya pada Kamis, 5 November 2020 lalu, pihak Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Kupang menggelar sidang pemeriksaan setempat (PS) terhadap sengketa lahan yang diklaim sebagai milik Klan Sabaat oleh keturunan Sabaat.
Pada Jumat, 6 November 2020, PTTUN Kupang kembali menggelar perkara dengan Nomor Perkara nomor 09/2020, sengketa lahan, persis di bagian utara lokasi sidang sebelumnya.
Yance Tobias Mesakh selaku kuasa hukum keluarga Sabaat mengaku, pada perkara tersebut terdapat sebanyak 18 sertifikat yang digugat.
Yance menjelaskan, perkara tersebut masih sama dengan perkara sebelumnya terhadap tiga lokasi tanah milik klan Sabaat, namun dengan nomor perkara yang berbeda.
Ia mengatakan, pihak yang digugat yakni BPN Kabupaten Kupang selaku badan yang secara resmi mengeluarkan sertifikat terhadap lokasi tanah hamparan di kawasan Perumahan Pondok Indah Matani.
“Nanti Senin 9 November sidang akan digelar di PTTUN Kupang pukul 13.00 Wita,” jelasnya.
VoxNtt.con juga mewawancarai Nimrot Sabaat yangmenetap di luar kompleks perumahan.
Nimrot mengaku sebagai keluarga Sabaat, ia memiliki Kebun di dalam kompleks perumahan.
“Setengah hektare luasnya saya biasa buat kebun di situ,” katanya.
Menurutnya, atas informasi yang diperolehnya, sertifikat tanahnya itu sudah diklaim dari pihak perumahan.
“Tidak tahu sertifikat atas nama siapa.Termasuk dalam obyek sengketa juga tanah itu,” katanya.
Diketahui, tanah seluas 163 ribu M2 pada tahun 1995 diukur pertama kali.
“Dituangkan dalam surat dengan poin kesepakatan tidak menyoal perselisihan atas klaim hak tanah antara Oktovianus Naimanu dan Isak Sabaat. Hingga kini belum ada hasil pengukuran dari BPN Kupang,” kata Yance selaku kuasa hukum keluarga keluarga Sabaat.
Sementara iti, Boby Liyanto selaku pengelola Perumahan Pondok Indah Matani melalui kuasa hukumnya Samuel Ahab membantah lahan sengketa itu milik klan Sabaat.
“Itu milik Oktavianus Naimanu. Dibeli belum bersertifikat. Akhirnya dibuat sertifikat semua. Jadi ada penggabungan. Saya tidak tahu, tahun 2020 baru tiba-tiba mereka (klan Sabaat) klaim bahwa tanah mereka,” kata Samuel.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba