Kefamenanu, Vox NTT-Gregorius Antropolog Group (GAG) dan lembaga Go Green dan Go Clean menggelar focus group discusion (FGD) di aula pertemuan Oel Maslete, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU, Sabtu (12/12/2020).
Kegiatan yang disponsori oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI itu didukung oleh komunitas Simpang 9.
Pantauan VoxNtt.com, FGD dengan tema “Mencari bentuk jejaring sosial antara suku Ato, Bana, Lake, dan Sanak di Kabupaten Timor Tengah Utara” itu dimulai sejak pukul 08.30 Wita.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Pastor Profesor Gregorius Neonbasu selaku pembicara kunci, Pastor David Amfotis selaku pembicara 1 dan Yohanes Sanak selaku pembicara II.
Kegiatan diskusi yang berlangsung hangat namun santai tersebut diikuti oleh perwakilan Raja Sonbay, perwakilan Suku Ato, Bana, Lake, Sanak, tim dari Jakarta, akademisi Universitas Negeri Timor, Anggota Komunitas Simpang Sembilan, serta undangan lainnya.
Kegiatan tersebut meski digelar dalam suasana santai, namun tetap bernuansa budaya. Itu terlihat dari seluruh peserta hadir dalam balutan pakaian adat dan juga penampilan musik dan tarian tradisional yang dibawakan oleh Sanggar Seni Fafinesu.
Pastor Profesor Gregorius Neonbasu dari Gregorius Antropolog Group menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan kegiatan perdana dari Gregorius Antropolog Group.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sejalan dengan tujuan besar dari Gregorius Antropolog Group untuk membuat etnografi tentang budaya-budaya di NTT Khususnya di Pulau Timor.
“Gregorius Antropolog Group ini merupakan suatu forum diskusi untuk semua orang yang saya bimbing jadi antropolog itu dengan studi di Institut Agama Kristen Negeri Kupang,” tutur Pastor Gregorius.
Menurut dia, pemilihan tema “Mencari Bentuk Jejaring Sosial Antara Suku Ato, Bana, Lake, Sanak di Kabupaten Timor Tengah Utara” memiliki suatu alasan yang cukup mendasar. Di mana empat suku besar tersebut sejak awal peradaban budaya di Tanah Timor memiliki peran yang sangat penting.
Namun saat kedatangan Belanda, peranan penting dari empat suku besar tersebut dikocar-kacirkan.
Ia mengaku mengetahui hal tersebut dari buku yang ditulis oleh seorang penulis dari Belanda. Dalam buku tersebut sama sekali tidak menyinggung tentang Bikomi apalagi peranan dari Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak.
“Tetapi dalam sumber-sumber tradisi lain yang misalnya saya dapat dari Oekusi, Insana, Biboki bahkan Molo ternyata mereka itu menyinggung tentang peranan Ato, Bana, Lake dan Sanak,” tuturnya.
Pastor Gregorius mengaku dirinya sangat bersyukur saat proposal yang diajukannya ke Kemendikbud guna pegelaran diskusi tersebut bisa terjawab.
Sebagai tindak lanjut dari FGD, tuturnya, akan dilakukan penulisan buku yang mengulas soal keterkaitan empat suku tersebut.
“Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, kita akan tulis dalam buku, yang di mana untuk penulisan buku itu kita akan lakukan interview dengan berbagai terkait,” katanya.
Heribertus Anin, Ketua Komunitas Simpang 9 menuturkan pihaknya sangat mendukung kegiatan FGD itu.
Menurutnya, kegiatan yang digelar oleh Gregorius Antropolog Group tersebut sejalan dengan konsep dari Komunitas Simpang 9 yang fokus pada riset.
Ia berharap dari kegiatan tersebut bisa lebih terbangun relasi antarlembaga riset guna menggali potensi budaya daerah.
“Kita merespon positif kegiatan besar ini, karena kegiatan ini tema besarnya seputar riset yang punya konsekuensi langsung dengan komunitas kita yang memang baru beranjak naik tapi juga punya konsen besar pada riset jadi wadah itu kita terima untuk bisa bersama-sama dengan semua orang memproduksi pengetahuan yang tentunya bersumber dari budaya lokal,” ujarnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba