Mbay, VoxNtt.com
Sabtu, 29 Agustus 2020, merupakan hari bersejarah bagi Maria Sulistri Mbi. Hari itu ia berkesempatan mempraktikkan ide bisnisnya. Bersejarah karena sejak saat itu, Maria menjadi wirausahawan dengan modal Rp 50.000. Tanda-tanda perubahan mulai tampak meskipun usahanya tersebut baru seumur jagung.
Sulis (21), demikian disapa adalah pemilik usaha jualan kepiting laut. Orang muda ini adalah pelaku usaha pemula dari Desa Nggolonio Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo NTT.
“Saya dikenal sebagai Mrs. Crab atau Ny. kepiting” ungkapnya Jumat, 27 November 2020 lalu.
Sulis begitu ia biasa disapa, merupakan salah satu mantan karyawan perusahaan Chetham Garam Nagekeo. Ia diberhentikan sementara pada bulan maret 2020, akibat dampak covid 19. Pasca di-PHK, Sulis kebingungan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membayar cicilan kredit motornya.
“Usai diberhentikan sementara, saya bingung, karena ada tanggungan membayar cicilan angsuran motor Rp 1.050.000 per bulan, ketika itu saya inisiatif jual bensin”, ungkap Sulis.
Cicilan motor tidak bisa dipenuhi dari hasil usaha menjual bensin. Sulis mau tidak mau merambah usaha. Ia pun menjual pulsa handphone. Usaha menjual pulsa telepon tidak bertahan lama. Pasalnya, sinyal handphone sulit di kampungnya. Di sana, tidak ada jaringan. Penghasilan demikian, tetap tidak mampu mencukupi berbagai macam kebutuhan hidup. Kondisi ini berlangsung sejak Maret hingga Agustus 2020.
Bagai hujan di musim kemarau, alumnus Jurusan Bahasa, SMA Baleriwu, Nagekeo tahun 2017 ini, memenuhi syarat Program Mata Kail (Mari Kita Kreatif Agar Ikan Lestari) kerjasama Bengkel APPeK NTT, Kopernik, Plan International Indonesia dan Uni Eropa di tahun 2019.
Sulis, anak ke-2 dari 4 bersaudara pasangan Bapak Viktor Likeng dan Ibu Veronika Lancing, mulai terlibat dalam program Mata Kail. Sulis mengikuti pelatihan pengembangan diri dan manajemen kewirausahaan bulan Agustus 2020 lalu.
“Bulan Agustus, saya mengikuti pelatihan, ketika itu, kami diminta untuk membuat ide bisnis yang cocok sesuai potensi sekitar, karena di Desa kami ada banyak nelayan yang juga menangkap kepiting laut, maka saya memutuskan memilih ide bisnis usaha jualan kepiting laut” ujar Sulis.
Pada saat pelatihan, Sulis dan peserta lainnya, diminta untuk membuat rencana tindak lanjut pribadi tentang jenis dan waktu usaha yang akan dijalankan. Sulis memilih dan melaksanakan rencana usaha menjual kepiting laut yang akan mulai agustus 2020.
“Tanggal 29 Agustus 2020 merupakan hari bersejarah buat saya memulai usaha jualan kepiting dengan modal dasar Rp 50.000,” ujar Sulis malu-malu.
Sejak usaha jualan kepiting, Sulis membangun kerjasama dengan para nelayan di desanya. Ia mengaku hingga saat ini ada 7 orang nelayan yang menjadi mitra kerjanya. Untuk menjaga hubungannya dengan mitra, ia secara rutin membeli kepiting hasil tangkapan para nelayan. Sering pula praktik ‘bayar di muka’ dilakukan untuk membantu nelayan yang membutuhkan uang. Dalam rumus ‘bayar di muka’, uang untuk membeli kepiting dibayar terlebih dahulu, sebelum nanti nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepiting kepada Sulis.
“Sejak bulan oktober sampai November 2020, setiap hari jumlah kepiting yang saya beli dari nelayan berkisar antara Rp 70.000 sampai Rp 100.000 per nelayan”
Lazimnya, Sulis menyimpan kepiting yang dibeli dari nelayan di alat pendingin (fresher) milik DKP Kabupaten Nagekeo. Kebetulan pendingin itu berada di tempat pelelangan ikan Desa Nggolonio Aesesa Nagekeo. Praktik itu dilakukan karena Sulis belum memiliki alat pendingin sendiri. Dia pun belum memiliki alat kerja yang memadai.
Seiring berjalannya waktu, saat ini, Sulis mulai menyiapkan peralatan kerja sendiri. Sulis telah memiliki coolbox untuk menampung kepiting dan sebagai wadah penyimpan kepiting bila sewaktu-waktu ada pesanan dari pelanggan.
“Saya baru saja membeli coolbox dari pelanggan tetap saya dengan sistem kredit, setiap antar pesanan, langsung potong Rp 10.000 sebagai cicilan, kapasitasnya 50 Kg, Bapa Mama tahu usaha saya namun coolbox, mereka belum tahu.” ujarnya.
Kepiting sudah ada. Alat penyimpan sudah tersedia. Bagaimana Sulis memasarkan hasil usahanya? Untuk memperkenalkan usaha, Sulis melakukan promosi melalui akun media sosial (medsos) Facebook dan aplikasi WhatsApp milikinya.
Hukum ‘tanpa ada batas jarak dan waktu’ dari media sosial menyebabkan hasil usaha Sulis dikenal di mana-mana bahkan sampai di luar Kabupaten Nagekeo. Alhasil, pelanggan luar desa sudah mulai memesan kepiting usaha Sulis. Untuk memenuhi permintaan pelanggan, Sulis mengantarnya sendiri langsung ke alamat pelanggan dengan menggunakan kendaraan roda dua.
Saat ini Sulis memang baru memiliki satu pelanggan tetap. Pelanggan kepiting Sulis merupakan seorang pengusaha warung makan di Nangadero. Tiap hari, Sulis harus mengantar minimal 10 Kg ke warung tersebut. Tidak hanya itu, usaha Sulis juga sudah mulai diketahui oleh calon pelanggan tetap dari Kabupaten Ende. Satu di antaranya sudah datang sampai ke rumah Sulis. Sahabat dari Jawa pernah juga memesan kepiting yang dititipkan di saudaranya di Danga Mbay.
“Saya promo via medsos, ada yang minta nomor WA, ada yang pesan dari jawa untuk 5 keluarganya yang ada di Mbay, dia bayar pakai transfer ke rekening bank” ungkapnya.
“Saya ada pelanggan baru dari ende, baru-baru dia datang beli 23 kg, dia akan datang 3 kali seminggu” sambung Sulis sumringah.
Tidak hanya itu, selain pelanggan tetap, Sulis juga melayani pesanan dari masyarakat yang membeli secara eceran, ada yang pesan sampai Rp 200.000-Rp 300.000.
“Saya menerima orderan pada saat acara syukuran sambut baru bulan lalu, saya bangga melihat kepiting saya dihidangkan di meja makan” katanya.
Penghasilan Capai Rp 3.400.000 per Bulan
Sulis semakin merasa nyaman. Beban cicilan kredit motor dan pemenuhan kebutuhan sehari-harinya terbilang ‘cukup’. Kebutuhan hidup sudah bisa dipenuhi. Semenjak menjual kepiting laut, ia mampu meraup keuntungan bersih mulai dari Rp 40.000,00 sampai Rp 600.000,00 sekali order.
Ketekunan dan kerja keras merupakan kunci utama Sulis. Baginya, tidak ada yang mustahil di dunia ini selama dua hal itu ada. Sulis mengaku, menjual kepiting sungguh sangat menyenangkannya. Selain mendapatkan imbalan yang layak, dengan menjual kepiting, dia bisa bertemu banyak orang.
“Saya mendapat keuntungan Rp 2.400.000 di bulan September dan Rp 3.400.000 pada bulan Oktober 2020, dengan penghasilan seperti ini menambah bayar angsuran motor dan kebutuhan pribadi saya,” ujar Sulis.
Sulis memiliki visi ke depan. Uang hasil usaha menjual kepiting kerap ditabung di koperasi. Sejak bulan September 2020, Sulis menyisihkan Rp 5.000 sampai Rp 25.000 setiap hari. Dalam kurun waktu 3 bulan usahanya berjalan, tabungan Sulis sudah mencapai Rp 500.000 di SIBUHARI Koperasi Sango Sai.
Seperti usaha lain, usaha jualan kepiting Sulis tidak berjalan mulus. Sejumlah tantangan kerapkali ia hadapi. Sulis mengungkapkan “kadang persediaan stok saya tidak mencukupi permintaan pelanggan, kadang pembeli tidak ada ditempat saat antar pesanan, waktu antar kadang tidak sesuai waktu yang diperlukan pelanggan serta ketersediaan alat kerja saya yang belum mencukupi kebutuhan usaha’, paparnya.
Selain persediaan kepiting, Sulis menemukan tantangan lain. Ia mengaku, belum memahami pembukuan. Administrasi bisnis menjadi tantangan lain. Saat ini Sulis belum melakukan pencatatan keuangan secara rutin. Beruntung, Sulis memiliki sifat ‘terbuka’. Untuk tantangan yang terakhir ini, Sulis mengaku akan meminta bantuan pihak lain untuk membantu usahanya. Hal-hal seperti pembukuan, administrasi, pengawetan, dan lain-lain merupakan soal yang akan dimintai bantuan dari pihak lain.
Rencana saya ke depan “Saya punya freezer sendiri, timbangan, rumah penampung sendiri, ada papan nama usaha, mempekerjakan orang lain dan saya bosnya” harapnya.
Manfaat Program Mata Kail
Bagi Sulis, tidak ada sesuatu yang datang begitu saja tanpa melalui proses belajar. Perempuan yang tidak bisa lanjut kuliah karena keterbatasan ekonomi keluarga ini mengaku, senang menjadi bagian dari program Mata Kail. Sulis sungguh sangat paham bahwa program ini dapat membantunya mencapai hal-hal yang belum terpikirkan sebelumnya.
“Sebelumnya tidak sempat terlintas dalam benak saya untuk menekuni usaha di sektor perikanan” ungkap Sulis.
Setelah Sulis mengikuti pelatihan softskill wirausaha dan manajemen kewirausahaan ia mengaku sangat terbantu.
“Saya terbantu sekali, saya bisa menemukan ide bisnis seperti sekarang ini, dari ide itu, saya bisa punya penghasilan sendiri, bahkan bisa mengatur keuangan sendiri”.
Dalam pelatihan tersebut, Sulis bermimpi agar 5 tahun ke depan mencapai omzet penjualan sebesar Rp 10.000 .000 per bulan.
Dukungan Orang Tua
Viktor Likeng, orang tua Maria Sulistri Mbi mendukung penuh usaha anaknya. Hal itu disampaikan Viktor saat dimintai komentarnya oleh awak suara kampung bengkel.appek.org.
“Kami orang tua dukung, saya mencari hasil dilaut, bisa baku tambah, saya sudah mengajak 8 orang teman nelayan agar kepitingnya dijual ke Sulis,” ujar Viktor di kediamannya.
Viktor mengaku senang karena anaknya bisa kerja sendiri. Sebagai orangtua, Sulis selalu diingatkan, agar tidak boleh tersendat membayar cicilan motor. Viktor pun memberikan keleluasaan kepada Sulis untuk mandiri. Dia mengingatkan kalau ada yang menawarkan pekerjaan baru, pekerjaan itu tidak boleh terlampau terikat. Ini bertujuan agar Sulis masih bisa membantu orang tua dalam rumah terutama jika ada urusan keluarga. Di situ, Sulis benar menjadi ‘tulang’ dan sungguh menjadi punggung orang tua.
“Saya tidak kasi modal, saya hanya kasih pikiran saja berupa menabung di koperasi, saya belum bisa bantu modal uang, karena dia belum omong dengan kami, dia belum diskusikan dengan kami” ujar Viktor.
Viktor berharap agar Sulis dijauhkan dari rintangan; agar cicilan motor Sulis bisa segera lunas dan selesai tepat waktu. Viktor berpesan agar Sulis tetap giat bekerja dan berusaha.
“Tetap berusaha, tetap hati-hati apalagi dia perempuan” demikian kata Viktor.
Penulis: Largus Ogot, Anggota Tim Monitoring Bengkel APPeK Program Mata Kail / Pengelola Media Publikasi Bengkel APPeK NTT