Maumere, Vox NTT- Kepergian Pastor Heinrich Bollen menyisakan pilu mendalam bagi masyarakat Kabupaten Sikka, Flores, NTT.
Pastor yang akrab disapa Pater Bollen adalah salah satu dari misionaris Societas Verbi Divini (SVD) atau Serikat Sabda Allah asal Jerman.
Semasa hidup, ia dengan tulus hati melebur dan mengabdikan seluruh hidupnya bagi masyarakat Kabupaten Sikka.
Pater Bollen lahir di Landsthul, Jerman pada 02 Juli 1929 dan meninggal dunia di RS. TC Hilers Maumere pada 22 Desember 2020 lalu pada pukul 18.55 Wita.
Jenazahnya disemayamkan di Kapela Agung Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero. Selanjutnya pada Rabu 23 Desember 2020 pukul 13.40 Wita jasadnya dikebumikan di Pekuburan SVD Ledalero Maumere. Sebelum dikuburkan diawali dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Pastor Emanuel Embu, SVD.
Turut hadir dalam perayaan ekaristi pemakaman Uskup Maumere Mgr. Martinus Ewaldus Sedu, Pr. Wakil Bupati Sikka Romanus Woga, Ketua Seminari Tinggi STFK Ledalero Pater Dr. Otto Ndoge Magung, SVD, Rektor Seminari Tinggi STFK Ledalero Pater Dr. Fransiskus Ceunvin, SVD, Praeses Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret RD. Philipus Ola Daeng, Pr, para imam konselebran, biarawan-biarawati, serta para umat.
Kegiatan misa maupun proses pemakaman tetap mematuhi protokol kesehatan yang mengharuskan seluruh umat memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dan hand sanitizer di depan Kapela Agung, tempat misa pemakaman berlangsung.
Musik dan Ritual Kematian
Setelah merayakan ekaristi pemakaman, jenazah Pater Bollen kemudian diarak menuju tempat pemakaman.
Proses perarakan jenazah berlangsung sangat khidmat. Isak tangis haru sangat dirasakan seluruh lapisan masyarakat yang hadir.
Namun di tengah kesedihan tampak pula kegembiraan yang diekspresikan oleh sebagian para pelayat, yakni para penabuh Gong Waning dan penari dari Sanggar musik Bliran Sina Watublapi, Kecamatan Hewokloang.
Alunan suara musik Gong Waning dan hentakan kaki para penari mengiringi proses prosesi jenazah menuju tempat peristirahatan terakhir, pekuburan SVD Ledalero Maumere.
Isak tangis yang dirasakan para pelayat hilang seketika lantaran hadirnya suara musik Gong Waning dan Kahe (teriakan) yang dilontarkan oleh beberapa penari dan penabuh.
Meski berkebangsaan Jerman dan berbeda kebudayaan (barat), Jenazah pater Bollen tidak serta merta dikebumikan begitu saja layaknya tradisi pemakaman negara Eropa pada umumnya.
Namun oleh masyarakat Kecamatan Hewokloang menampilkan dalam nuansa yang sangat berbeda dari biasanya.
Umumnya, hadirnya musik Gong Waning dan tarian dalam ritual kematian hanya terjadi pada masyarakat Hewokloang yang berketuruan raja (bangsawan) yang berusia 70 tahun ke atas.
Namun secara istimewa jenazah pater Bollen diritualkan menurut adat tradisi masyarakat kecamatan Hewokloang.
Hal ini dilakukan karena mereka mengganggap bahwa Pater Bollen sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Sikka teristimewa Kecamatan Hewokloang.
Oleh karena itu sebagai bentuk penghormatan terakhir atas jasa baik yang ditorehkan Pater Bollen selama bertugas di paroki MBC Watublapi, mereka mengiringi kepergiannya dengan musik dan tarian meriah layaknya kematian seorang raja (bangsawan).
Salah satu anak angkat Pater Bollen yang sering disapa Ibu Len, Jumat (25/12/2020), mengatakan bahwa musik Gong Waning adalah permintaan warga.
“Mereka bilang, ibu Len bisa ko biar kami mengantar pater terakhir ini dengan musik Gong Waning? Saya bilang bisa kah, kenapa tidak bisa, bapa sudah membantu kita banyak hal juga, termasuk kebudayaan ini kan, tenun ikat dan segala macam kan awalnya hanya perorangan saja. Tetapi bapa yang membangunnya pertama dan sekarang jadinya kelompok dan terorganisir dengan baik,” ujar Ibu Len.
Permintaan umat paroki Watublapi tersebut pun disampaikan langsung juga kepada pihak SVD agar jenazah pater Bollen dalam prosesi penjemputan dari RS T.C. Hilers Mumere menuju Sea World Club (tempat tinggal Pater Bollen) hingga prosesi pemakaman menuju Pekuburan SVD Ledalero Maumere, diritualkan secara adat dan tradisi Kecamatan Hewokloang yakni diiringi musik Gong Waning dan tarian yang meriah.
Pater Bollen sendiri meninggal dunia dalam usia 91 tahun. Sejak tahun 1960 ia memulai misi kegembalaannya dengan menjadi pastor paroki St. Yoseph Maumere.
Kemudian, pada tahun 1962 berpindah ke Watublapi, Kecamatan Hewokloang dan menjadi pastor paroki paroki Mater Boni Consili (MBC) Watublapi.
Dijuluki Pater Pertanian
Selama bertugas di paroki MBC Watublapi (1962), Pater Bollen, oleh masyarakat Kecamatan Hewokloang menjulukinya sebagai “Tuang Petani” (pater Pertanian).
Di samping menjalani tugas kegembalaan sebagai seorang pastor, ia juga aktif mengajak seluruh masyarakat Hewokloang untuk giat menanam tanaman jangka panjang seperti lamtoro, vanili, cengkih, pala dan kakao (coklat) yang kemudian membuahkan hasil dan mampu mendongkrak perekenomian masyarakat.
Selain sebagai “pater Pertanian”, dia juga mendirikan Yayasan Sosial Pembangunan (Yaspem) Sikka yang memberikan kontribusi besar bagi pembangunan masyarakat.
Tidak hanya itu, Pater Bollen pun bekerja sama dengan orang Italia dalam mengurus tempat wisata Sea World Club di Waiara.
Dia juga bekerja sama dengan Maria Jeanne Colson Emma Anton (85) asal Belgia yang akrab disapa “mama Belgi”, untuk membangun beberapa panti asuhan.
Panti-panti tersebut dibangun dalam rangka membantu anak yatim piatu, terlantar dan difabel yang tersebar di seluruh Kabupaten Sikka.
Panti-panti tersebut seperti, panti asuhan Nativitas Watublapi, panti asuhan Stella Maris Nangahure, panti asuhan Maria Visitasi Nebe, panti asuhan di Lekebai dan beberapa panti asuhan yang tersebar di seluruh kabupaten Sikka dengan jumlah anak-anak panti mencapai 4000 lebih orang.
Jasa baik yang ditorehkan almarhum Pater Bollen tidak sampai di situ saja. Dalam bidang kesehatan dia memberikan bantuan bagi penderita penyakit Tuberkulosis (TBC), gizi buruk, dan malaria.
Kemudian, dalam bidang pendidikan memberikan bantuan beasiswa bagi anak-anak kurang mampu hingga melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Penulisnya: Katharina Kojaing & Ronis Natom
Editor: Ardy Abba