Labuan Bajo, Vox NTT- Pembina Himpunan Mahasiswa Manggarai Barat (HIPMMABAR) Jakarta Yosef Sampurna Nggarang menyatakan, publik masih menunggu janji “kado” tahun baru 2021 dari Kejaksaan Tinggi NTT dalam pengusutan kasus sengketa tanah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
“‘Kado’ awal tahun itu tak lain janji dari pihak Kejaksaan Tinggi NTT melalui Kasipenkum Abdul Hakim di Kupang 22 Desember 2020,” kata Nggarang dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Minggu (03/01/2021).
Abdul Hakim, kata dia, menerangkan ke awak media bahwa penetapan tersangka terkait peralihan aset Pemda Mabar seluas kurang lebih 30 hektar (ha) pada bulan Januari 2021.
Publik lantas menunggu realisasi dari pernyataan ini.
Nggarang menjelaskan, kasus lahan Pemda 30Ha yang terletak di Toro Lemma Batu Kallo/Keranga diusut oleh Kejati NTT sejak September 2019. Saat ini masih dalam tahapan penyidikan dan sudah memeriksa 100 lebih saksi.
Ia menyebut, di antara 100 lebih saksi itu terdapat nama- nama besar, seperti Bupati Mabar dan pihak Ayana Hotel.
Terkait pemeriksaan Ayana Hotel ini publik tentu saja mengetahui bahwa sudah terjadi pengalihan hak atas tiga bidang tanah seluas 3 Ha (3 Sertifikat) dari tiga oknum, yakni HS, S, dan S di bagian barat lokasi.
Kemudian bidang tanah yang diklaim oleh AH dengan luas kurang lebih 3 Ha yang masih dalam proses pengajuan sertifikat di BPN Mabar.
Menurut Nggarang, bidang tanah yang mereka klaim masuk dalam lahan Pemda Mabar.
“Jadi wajar kalau pihak penyidik memeriksa pihak Ayana, karena mereka yang membeli lahan tersebut,” imbuh Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) itu.
Ia kembali mengingatkan pemeriksaan pihak Ayana Hotel berkaitan dengan peralihan hak atas bidang tanah.
Nggarang menyatakan, lahan yang dibeli oleh pihak Ayana Hotel, sejauh ini belum ada bangunan hotel.
“Ini sekaligus meluruskan agar tidak bias terkait pemberitaan salah satu media, ‘Hotel Ayana di Labuan Bajo Dibangun di Atas Tanah Negara 30 Ha’. Itu tidak benar,” tegasnya.
“Yang publik tahu, Ayana hanya memiliki satu hotel di Labuan Bajo dan terletak di obyek yang berbeda, jauh dari lokasi lahan 30 Ha milik Pemda Mabar,” imbuh Nggarang.
Ia menambahkan, di lahan seluas 30 Ha itu sudah terbit 6 sertifikat. Menurut pengakuan beberapa orang pembeli, kata dia, mereka sudah menyerahkan sertifikat ke penyidik.
Penyerahan sertifikat ke penyidik ini harus diapresiasi. Para pembeli tersebut tentu saja beritikad baik dan secara tidak langsung mendukung Langkah Kejati NTT untuk mengusut persoalan tanah Keranga.
Ia mengatakan, publik pun dari awal sangat mendukung langkah yang dijalankan oleh penyidik Kejati NTT. Publik berharap pada Kejaksaan untuk mengusut tuntas sengkarut persoalan tanah di Labuan Bajo yang sudah seperti “virus” selama bertahun- tahun, tanpa bisa dicegah.
Kehadiran Kejati NTT di Labuan Bajo dengan mengusut pengalihan aset Pemda Mabar sebagai pintu masuk, tidak sekadar untuk mengembalikan lahan 30 Ha sebagai aset Pemda, tetapi ada poin penting lainnya, yaknimemberi efek jera kepada semua pelaku yang terlibat, kepastian hukum dan tidak kalah penting adalah kepastian investasi.
Dengan begitu, proses hukum tidak hanya untuk menemukan keadilan, tetapi asas manfaat bagi publik yaitu tersedianya lapangan kerja untuk masyarakat.
“Jadi orang NTT tidak perlu lagi jadi TKI ke luar negeri atau pergi merantau jauh untuk mencari kerja,” kata Nggarang.
“Sekali lagi, dukungan, harapan publik kepada Kejaksaan begitu besar. Semoga Kejaksaan bisa merealisasikan janjinya menyelesaikan persoalan tanah dan memberantas mafia tanah di Labuan Bajo. Publik menunggu, agar segera realisasikan janji penetapan tersangka bulan Januari 2020 dan itu akan menjadi ‘kado’ yang istimewa untuk rakyat NTT,” tutup dia.
Penulis: Ardy Abba