Borong, Vox NTT- Pil pahit terpaksa ditelan keluarga almarhum Rikardus Gama. Mereka terpaksa menggotong jenazah Rikardus menuju kampung halamannya di Nanga Lanang, Desa Bea Ngencung, Kecamatan Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur (Matim).
Mereka bertarung sambil membawa jasad yang tampak kaku di tengah arus sungai Wae Musur.
Sungai yang membelah wilayah itu dan mengalir menuju Laut Sawu, pantai selatan Manggarai memang telah lama belum ada jembatan penghubung.
Akibatnya, saat musim hujan air begitu besar sehingga kendaraan tidak bisa melintas.
Situasi ini kembali terjadi saat menggotong jenazah Rikardus, Kamis (07/01/2021). Warga terpaksa bertaruh nyawa melintasi arus air Wae Musur yang begitu deras.
Lois Gonzales, sahabat almarhum Rikardus mengatakan, mobil pengangkut jenazah tidak bisa melintasi sungai Wae Musur. Arus air yang begitu deras membuat kendaraan jenazah tersebut tidak bisa melintas.
“Di sungai Wae Musur arah Nanga Lanang itu belum ada jembatan. Kalau kondisi sungainya dalam dan berarus deras, kendaraan bermotor tidak bisa lewat. Dan, tadi itu mobil yang bawa jenazah tidak bisa lewat karena arus sungai yang deras dan dalam,” ungkap Lois kepada VoxNtt.com melalui sambungan telepon.
“Terpaksa jenazah itu kami gotong menuju Nanga Lanang,” imbuhya.
Rikardus sendiri meninggal di Rumah Sakit St. Rafael Cancar, Kabupaten Manggarai. Ia ke rumah sakit itu untuk mengecek kondisi kesehatannya pada Rabu (06/01/2021) pagi.
Menurut Lois, sebelum memeriksakan diri ke Rumah Sakit St. Rafael Cancar, Rikardus sering mengeluh sakit dada.
Sesuai hasil pemeriksaan dokter di Rumah Sakit St. Rafael Cancar, kata dia, Rikardus menderita diabetes dan gangguan jantung. Ia tidak bisa tertolong dan mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis pagi.
Jenazah Rikardus kemudian dipulangkan ke kampungnya di Nanga Lanang untuk dimakamkan.
Penulis: Leo Jehatu
Editor: Ardy Abba