*Oleh: Maria Cey
Paulina mengusap pipinya yang basah akibat hujan semalam. Ia membalutnya dalam selimut mimpi pada ranjang duka ruang kamar yang tertutup.
Semalam, Paulina bergulat bersama gelap menjemput pagi yang nampak jauh di batas matanya yang menanti.
Paulina resah akan jutaan tanya pada peristiwa hidupnya yang malang.
“apa yang akan terjadi pada hari ini?” itulah makanan kata yang selalu diujarnya kala mentari menyapa langit.
Katanya ia takut menata hari, menemui jutaan peristiwa yang selalu memakan habis bahagianya dalam lara yang berkepanjangan.
***
Paulina , adalah seorang wanita yang hadir dari keluarga yang melarat di sebuah desa yang jauh dari kemewahan.
Ayahnya adalah seorang penjudi dan pemabuk.
Tak pernah sepeser pun rupiah ia berikan kepada istri dan anak anaknya untuk kehidupan mereka tiap harinya.
Ibu Paulina hanyalah seorang buruh tani yang bekerja di ladang orang. Ia hanya mampu menelan ludah pedih menghadapi suami dan kehidupannya yang semakin hari semakin sulit.
Paulina adalah anak sulung dari ke 6 saudara saudarinya. Sebagai anak sulung sudah sepantasnya ia turut ambil bagian dalam memikirkan setiap kebutuhan keluarganya.
Paulina masih terbilang beruntung sebab ia masih bisa menamatkan pendidikannya hingga di bangku sekolah dasar walaupun ia tidak dapat melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi mengingat kebutuhan keluarga yang masih sangat besar biayanya.
Tragedi duka Paulina tercatat diawali dengan kematian ibunya yang mendadak, tanpa sakit dan sebab yang jelas. Ibu Paulina ditemukan tak bernyawa di ladang tempat ia bekerja. Tidak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana kejadian itu, sebab ketika ditemukan, ibunya sudah tidak bernyawa lagi.
Tidak ada yang mampu Paulina lakukan. Lagipula, siapa yang mau menolong orang kecil untuk menuntaskan misteri kematian yang mendadak ini? Tanpa uang dan tanpa kemampuan, Paulina dan keluarganya harus menelan perih dalam diam untuk peristiwa menyakitkan ini.
***
Setahun sudah waktu membawa Paulina mengarungi hidup,
Paulina tumbuh menjadi gadis cantik yang rajin. Demi memenuhi kebutuhan keluarganya ia harus bekerja apa saja. Ia tetap terus tegar menjalankan getirnya hidup, Ayahnya sama sekali tidak mempedulikan itu. Ayah Paulina hanya mengisi hari hari hidupnya dengan mabuk mabukan, berjudi dan bahkan bisa tidak pulang ke rumah berbulan bulan.
Paulina berjuang menjadi ayah, ibu, dan kakak bagi adik-adiknya.
Hingga di suatu malam, malam duka panjang untuk Paulina yang ia kenang di setiap detak hidupnya. Ayah Paulina datang merayunya untuk mengajak paulina mengisi kekosongan yang sudah lama ia rindu.
Ayah kandungnya ingin bersetubuh dengannya.
Bak cambukan pedih yang sungguh membuat perih jiwa dan raganya, Paulina tidak mampu menolak ayahnya yang tentu lebih perkasa darinya. Ayahnya dikuasai penuh oleh nafsu, menodai puterinya sendiri dengan memukul, memaksa dan bersetubuh dengannya.
Malam panjang yang mengharukan telah membuat Paulina hancur berkeping-keping.
Tidak pernah terpikirkan olehnya akan mengalami duka yang begitu hebatnya, yang sudah merusak seluruh angan dan citanya yang ingin dia raih di hari esok, semuanya dihancurkan dalam sekejap oleh ayahnya sendiri.
Duka malam itu ia simpan dalam sendu,
Tidak diberitahukannya kepada siapapun tentang luka yang telah ia simpan kini. Ia takut, benci dan sangat terluka kepada ayahnya. Ia takut menatap hari esok.
Tragedi Paulina pun masih berlanjut, di hari yang masih menjadi duka untuknya, Paulina diperkenalkan oleh seorang Pria yang datang jauh dari kota untuk mencari gadis-gadis desa yang beriming mendapat rejeki di tanah seberang. Awalnya Paulina menganggap ini sebagai suatu kesempatan emas yang harus ia rebut. Selain ia boleh mendapat rejeki selain apa yang ia peroleh di desa, ia jugan boleh terlepas dari pandangan ayahnya yang sungguh telah menorah noda besar di sudut hatinya yang terdalam.
Paulina tanpa berpikir panjang mengiyakan segala perkataan pria tanpa dikenal itu untuk sesegera mungkin meninggalkan desanya yang sudah menorah kisah pedih baginya.
Ia berusaha menenangkan adik-adiknya dengan berjanji akan kembali dan membawa mereka keluar dari duka hidup sepekat ini.
Paulina berhasil keluar dari desanya bersama orang yang tak ia kenal itu yang sudah menjanjikan sebuah kehidupan yang lebih baik. Ia bertekad akan melakukan apa saja dan bekerja sekeras-kerasnya untuk memulihkan kondisi hidup keluarganya yang malang, Ia ingin hidup bahagia dan bebas dari lembah dukanya.
Bak keluar dari jerat perampok dan masuk ke sarang singa,
Ternyata impian dan harapan Paulina tidak sejalan dengan apa yang kini ia hadapi,
Lembah duka yang sama bahkan lebih dalam kini ia tempati, Ia dijadikan sebagai wanita penghibur di kota itu, melayani setiap mereka yang datang mencari kepuasan dan penghiburan.
Paulina harus melayani mereka yang datang dan memperlakukannya seperti binatang, setiap hari, setiap waktu.
Apa yang dapat Paulina lakukan lagi?
Ia seperti kehilangan arah dan tujuan hidupnya.
Langkahnya lumpuh.
Ia ingin pulang, tapi entah kemana. Ia tak ingin kembali ke desanya dan bertemu kenangan yang sudah menggores habis hatinya, Juga tak mampu bertahan dalam lembaran merah hidup yang sedang ia hidupi kini.
Paulina adalah Gadis di batas senja, yang takut menjemput malam dan tidak berani menatap siang.
Ia terjebak dalam duka yang mematikkan seluruh jiwa dan raganya dalam satu waktu.
Ia hening di batas senja hidupnya, entah apa yang akan dilakukan waktu kepada hidupnya di setiap detik ini..
Dia menanti kematian, menanti kedatangan ibunya menjemput..
Paulina berduka dan mati dalam hembusan nafasnya paling piluh. Hidupnya ibarat di ujuang senja; menanti gelap yang datang mencaplok habis mentari hari itu. Perlahan-lahan, memilukan, melenyapkan.
Paulina. Perempuan di batas senja itu. Merenung hidup, menumpuk luka.
Larantuka, 2020
*Maria Cey, Biarawati yang jatuh cinta pada sastra dan kemanusiaan. Menulis puisi dan cerpen tentang kehidupan yang fana ini, juga tentang Paulus, nama dalam angan. Kini tinggal di Larantuka.