Kupang, VoxNtt.com-Baru-baru ini warga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur dikagetkan dengan keputusan hakim Pengadilan Tipikor Kupang atas terdakwa Jonas Salean dalam kasus pengalihan aset daerah berupa tanah 20.068 m2 di depan Hotel Sasando.
Pasalnya, fakta persidangan telah menunjukan bukti bahwa betul Jonas Salean membagikan tanah kepada 40 orang, yakni oknum pejabat di Kota Kupang dan sembilan orang keluarga Jonas.
Fakta lain, ada disposisi Jonas Salean selaku Wali Kota Kupang yang menerangkan bahwa aset yang kemudian dibagikannya itu merupakan aset pemerintah Kota Kupang. Atas perbuatannya itu, Jonas dinilai Jaksa telah merugikan negara senilai Rp 66 miliar.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Jonas dengan pidana penjara 12 tahun, denda sebesar Rp1 miliar, subsidair 6 tahun penjara, serta biaya ganti rugi, jika tak dibayar dipenjara 6 tahun dimentahkan.
Namun demikian, semua tuntutan JPU dimentahkan Majelis Hakim dan memutuskan Jonas Salean dibebaskan dari segala tuntutan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Merespon putusan Majelis Hakim tersebut, Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) menilai hal itu sebagai bentuk ancaman terhadap agenda pemberantasan korupsi di NTT.
Ia juga menilai, putusan atas terdakwa Jonas telah menjadi preseden buruk serta menciderai semangat pemberantasan korupsi yang selama ini terus digalakan masyarakat NTT.
Oleh karena itu, Araksi meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) mencopot tiga hakim yang mengadili menangani perkara kasus pengalihan aset Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang yang memvonis bebas Jonas Salen.
Desakan itu disampaikan Ketua Araksi NTT, Alfred Baun dalam Jumpa Pers, Senin (23/3/2021) di Sekretariat Araksi di Oeba, Kota Kupang.
“Kami minta Ketua MA mencopot dan memindahkan tiga orang hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi pengalihan aset Pemkot Kupang dengan terdakwa Jonas Salean. Vonis bebas ini memberikan preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di NTT. Karena itu, Araksi minta mereka dicopot dari hakim Tipikor dan dipindahkan dari NTT,” desak Alfred.
Keputusan yang Menyesatkan
Ditegaskan Alfred, kasus dugaan korupsi pengalihan aset tersebut sudah terang-benderang di mata masyarakat NTT. Karena itu, Ia meyakini putusan bebas terhadap mantan Wali Kota Jonas Salean telah melukai hati masyarakat Kota Kupang.
“Masyarakat tahu betul bahwa ada pengalihan kekayaan daerah/negara kepada para pejabat dan sembilan orang keluarga Jonas Salean. Tapi sangat mengherankan, terdakwa divonis bebas dengan dalih tidak ada kerugian negara dalam bentuk uang. Ini dalil hukum yang menyesatkan,” ujarnya.
Alfred pun mempertanyakan pemahaman Majelis Hakim tentang kekayaan/aset daerah/negara dan kerugian negara.
“Apakah kekayaan/aset daerah/negara itu tidak bernilai (uang). Apakah aset daerah yang hilang karena dipindahtangankan secara tidak benar, tidak mengurangi atau merugikan kekayaan daerah/negara? Yang benar saja. Vonis ini sangat mencederai semangat pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya di Indonesia,” tandasnya.
Alfred juga menjelaskan, dalam vonis majelis hakim Tipikor Kupang yang membebaskan Ketua DPD II Partai Golkar Kota Kupang tersebut, dua orang hakim, yakni Ari Prabowo dan Liwar Mbani Awang menyatakan, Jonas Salean tidak terbukti melakukan korupsi.
Sedangkan satu orang hakim, yakni Ibnu Kholik menegaskan, Jonas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Kendati demikian, Alfred juga menekankan bahwa perkara ini belum selesai karena belum berkuatan hukum tetap. Pasalnya, setelah Hakim memutuskan Jonas bebas, JPU langsung mengumumkan untuk kasasi.
Oleh karena itu, ALfred mengajak seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Kota Kupang untuk mendukung langkah Kejati NTT dalam mengasasikan kasus ini.
Ia juga mengajak masyarakat untuk mencermati fakta persidangandalam kasus tersebut.
“Tapi lihatlah, kepada siapa Jonas membagikan tanah tersebut. Coba kita lihat, kepada siapa Jonas Salean memberikan atau mengalihkan tanah yang merupakan ases Pemkot Kupang tersebut. Dalam dakwaan JPU, kita bisa mengetahui secara detail nama-nama 40 orang penerima tanah kapling yang strategis di depan Hotel Sasando, seluas 20.068 m2 itu. Sebanyak 10 orang penerimanya adalah Jonas dan keluarga dekatnya,” ungkap Alfred.
Alfred pun merincikan luas tanah yang didapat Jonas dan keluarganya yang mencapai, sekitar 5.000 m2.
1. Jonas Salean mendapat tanah kapling seluas 774 m2.
2. Albertina Resdiana Ndapamerang (istri Jonas) mendapatkan tanah seluas 510 m2.
3. Indra Tambengi (menantu) mendapatkan tanah seluas 565 m2.
4. Lukas Doni Satrio (menantu) mendapatkan tanah seluas 512 m2.
5. Yulius Tambengi (menantu) mendapatkan tanah seluas 500 m2.
6. Desak Ketut Sriwahyuni (Ibu kandung Elsar Salean, Keponakan Jonas) mendapatkan tanah 400 m2.
7. dr. Ronald Melviano Louk (keponakan) mendapatkan tanah 400 m2.
8. Jenicol Richard Frans Sine (kerabat dekat Jonas) mendapatkan tanah 400 m2.
9. Dwi Nora Kinirawati (Ipar) mendapatkan tanah seluas 500 m2.
10. Agustina Mariana Saudale (Ipar) mendapatkan tanah 500 m2.
“Secara keseluruhan tanah yang diperoleh Jonas dan keluarganya yakni seluas 5.518 m2. Jaksa juga menguraikan, bahwa harga tanah per m2 senilai Rp 3.316.671. Jika dikalikan dengan luas tanah yang diperoleh Jonas dan keluarganya, maka tanah yang diperoleh Jonas Salean dan keluarganya senilai Rp 18.298.061.071. Apakah nilai tanah ini bukan kerugian negara?” ungkap Alfred.
Ia pun menguraikan pertimbangan hukum Hakim Ibu Kholik yang terheran-heran dengan fakta tersebut. Dalam pandangan hukumnya, Ibnu mengungkapkan, terkait menantu Jonas yang merupakan seorang pilot, Lukas Donny Satrio dan tidak berdomisili di Kota Kupang.
Ibnu Khjolik juga menegaskan, semua penerima tanah (40 Orang), bukan orang yang tidak mampu secara ekonomi.
“Semuanya orang mampu. Ada wakil walikota, Ketua DPRD, anggota DPRD, pejabat di lingkup Pemkot Kupang, Kepala dan pejabat di Kantor Pertanahan, Kapolda, dll,” beber Alfred merujuk pandangan hukum Hakim Ibnu Kholik. (VoN)