Kefamenanu, Vox NTT-Hamparan padi pada luas lahan sebesar 1.779 hektare di Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten TTU terancam gagal panen. Sawah tersebut tersebar pada 9 desa di Kecamatan Biboki Anleu.
Ancaman gagal panen lantaran areal sawah tadahan tersebut saat ini sudah kering tidak ada air. Curah hujan yang rendah menjadi penyebabnya.
Sementara 500 hektare yang masih terdapat air merupakan areal persawahan yang menggunakan sistem irigasi.
“Dari total 2.224 hektar itu, sekitar 20 persen yang ada air, yang lainnya sudah kering, sekarang padi mulai bunting tapi kalau pas bunting baru air tidak ada juga nanti padi tidak ada isi, jadi pastinya gagal panen,” kata Camat Biboki Anleu Alexander Tabesi saat dihubungi VoxNtt.com melalui telepon, Kamis (25/03/2021).
“Di Ponu sudah hampir satu bulan tidak ada hujan, sementara di desa sekitar sudah sekitar dua sampai tiga minggu tidak ada hujan,” tuturnya.
Camat Alex menjelaskan, untuk mengatasi kekeringan di sawah tersebut sebagian masyarakat terpaksa menyedot air dari kali yang debitnya sangat kecil.
Sementara sebagian pemilik lahan membeli air dari tangki, kemudian mengisinya ke areal persawahan.
“Yang kebanyakan beli air dari tangki dan kasih masuk ke sawah, sementara harga air satu tangki saja berkisar antara Rp100 ribu-Rp150 ribu dan itu hanya untuk paling luasannya hanya untuk satu pematang saja, jadi kalau yang luasannya besar yah bisa habiskan uang sampai jutaan rupiah untuk beli air tangki,” tuturnya.
Camat Alex mengaku kondisi tersebut sudah dilaporkan ke Pemkab TTU.
Ia berharap agar ada solusi sehingga tahun ini ribuan hektare sawah di Kecamatan Biboki Anleu tidak mengalami gagal panen.
“Tahun lalu kita di sini gagal tanam, tahun ini terancam gagal panen karena hujan tidak ada,” tuturnya.
Sementara itu, Dominikus Fahik salah satu warga Desa Kotafoun, Kecamatan Biboki Anleu mengaku pada Februari lalu, ia dan keluarga menanam padi di lokasi Bubur Kabuk. Mereka menanam di atas luas areal persawahan 50 are.
Namun sayangnya setelah selesai tanam, kata dia, hujan tidak kunjung turun hingga kini.
Akibatnya, saat ini seluruh areal persawahan di lokasi tersebut sudah kering tidak ada air.
Bahkan akibat tidak ada air, sebagian
besar tanah pun mulai pecah-pecah.
“Padi juga sebagian sudah mati,” tuturnya.
Dominikus mengaku, dia dan petani lainnya tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi kondisi tersebut selain mengharapkan hujan turun.
Ia berharap Pemkab TTU bisa tergerak hati untuk turun dan mencari jalan keluar terkait kondisi tersebut.
“Kami tidak bisa buat apa-apa karena ini sawah tadah hujan, saya harap setelah ini berita terbit pemerintah daerah bisa baca dan tanggapi untuk bantu kami,” ungkapnya penuh harap.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba