Kupang, VoxNtt.com-Nama Ketua Pengadilan Negeri Maumere, Johnicol Richard Frans Sine, SH disebutkan sebagai salah satu yang dapat pembagian tanah, yang berujung proses hukum dalam kasus pengalihan aset pemerintah Kota Kupang oleh mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean yang telah diputus bebas pada Rabu, 17 Maret 2021.
Munculnya nama Johnicol dalam kasus yang kemudian membebaskan terdakwa Jonas Salean menuai kecurigaan serius dari berbagai pihak. Salah satu yang menaruh kecurigaan kuat adanya keterlibatan pihak luar dalam mengintervensi keputusan para hakim yang menangani kasus Jonas Salean, ialah Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi, Alfred Baun. Alfred Baun mengatakan itu saat diwawancarai VoxNtt.com, per telepon, Jumat (27/03/2021).
Kepada VoxNtt.com, Alfred Baun, Araksi sudah mendengar informasi itu dan sudah dibahas di internal Araksi, sebuah organisasi kemasyarakatan yang selama ini konsen mengadvokasi kasus-kasus korupsi di NTT. Meski begitu, Alfred menyikapi informasi itu sebagai dugaan yang perlu ditelusuri lebih lanjut.
“Kita di araksi juga, mendapat informasi seperti itu. Informasi itu kita menggunakan, mengutamakan asas tak praduga tak bersalah. Bahwa dengan asas praduga tak bersalah ini kita menduga, proses penyelesaian kasus tanah milik negara yang diputuskan kemarin ini, terkesan ada intervensi dari pihak luar yang mengintervensi tiga hakim itu,” ujarnya.
Alfred menerangkan bahwa dalam memutuskan sebuah perkara, majelis hakim seyogyanya tunduk pada perintah undang-undang. Bahwa hakim dapat secara prerogatif memutuskan sebuah perkata, tanpa ada intervensi dari pihak lain, termasuk Ketua Pengadilan, disebut Alfred tidak dapat mengintervensi majelis hakim.
Namun dalam kasus pembagian tanah milik Pemerintah Kota Kupang yang dilakukan mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean, menurut Alferd, sesuai informasi-informasi yang diterima Araksi, ada intervensi dari pihak lain, dengan mengarahkan hakim-hakim yang menangani kasus itu untuk memvonis bebas.
Sebagai aktivis anti korupsi yang sejak awal mengawal kasus ini, Alfred meyayangkan sikap dari pihak-pihak yang mengintervensi maupun mengarahkan majelis hakim yang menangani kasus tersebut. Hal itu juga disampaikan Alfred untuk majelis hakim yang tidak mampu menjalankan haknya secara otonom, sesuai peritah undang-undang.
Baca: Jonas Salean Jadi Preseden Buruk Bagi Golkar?
“Dalam hal ini, ada dugaan. Ada oknum hakim, oknum ketua pengadilan dari daerah lain yang ikut memberikan atensi untuk kasus ini diputuskan bebas. Nah, dalam undang-undang itu, hakim, tim hakim melakukan putusan terhadap sebuah sidang memiliki hak prerogatif yang tidak bisa diintervensi oleh pihak lain, termasuk ketua pengadilan pun tidak bisa mengintervensi hakim yang melakukan sidang terhadap sebuah kasus,” ujarnya.
“Nah, kasus aset tanah negara ini, dalam informasi-informasi yang kita dapat itu, justru ada intervensi dari pihak lain. Yang mengarahkan hakim-hakim ini untuk kemudian memberikan putusan bebas terhadap kasus yang ditangani tiga hakim. Dan itu yang kita sayangkan,” tandasnya.
Alfred pun menegaskan, Araksi sudah menelusuri siapa-siapa saja yang mendapat bagian dari tanah yang dibagikan oleh Yonas Salean. Dan dari nama-nama yang ada dalam kepemilikan tanah itu, di dalamnya ada oknum hakim yang mendapat bagian.
“Nah hakim itu tidak ada di Pengadilan Tipikor, tetapi ada di Pengadilan lain. Itu yang kita duga bahwa ada intervensi terlalu kuat untuk kasus ini diarahkan kepada putusan bebas,” tegasnya.
Publik Harus Bersuara
Usai putusan dijatuhkan, muncul perdebatan di sosial media, bahkan ada yang mengatakan kepada dirinya bahwa keputusan hakim itu bersifat final dan tidak dapat diganggu guat.
Alfred menegaskan, Araksi memahami dan menghargai itu. Namun, tegas dia, dalam keputusan itu ada hal-hal yang menurut Araksi, menimbulkan tanda tanya dan tidak bisa diterima begitu saja.
Keputusan hakim membaskan Jonas Salean dari tuntutan 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan ganti kerugian negara merupakan keputusan yang patut dikomentari dan dicurigai. Sebab, lanjut dia, sebelum keputusan itu dijatuhkan pihaknya sudah mencium indikasi-indikasi yang mengarah kepada kecurangan.
“Bahwa banyak orang mengatakan keputusan hakim itu final. Ya, kita menghargai itu juga. Tetapi kita melihat, ada hal-hal lain terselip di dalam keputusan itu yang tidak boleh kita diam. Memandang satu-satunya keputusan hakim itu sudah benar. Bagaimana dengan indikasi-indikasi yang kita dapatkan, dugaan-dugaan yang kita dapatkan, kemudian kita juga ikut mengiyakan, melegalkan putusan itu?,” tanya Alfred.
Publik terutama Araksi, sebagai aktivis dan pejuang anti korupsi, tegas dia, kita tidak mudah untuk langsung mempercayai itu.
Dalam perdebatan dengan beberapa oknum pengacara yang menantang Araksi dengan berbagai argumentasi yang diumbar di sosmed. Alfred dengan tegas mengatakan, apa yang terlihat itu hanya pendapat yang tidak masuk akal dan jauh dari fakta-fakta sebenarnya.
“Pengacara yang tantang Araksi untuk debat di medsos, saya bilang, itu pendapat Anda semua. Tetapi kalau menurut fakta-fakta yang kita lihat, ini kan sangat tidak masuk akal. Dan membuat rakyat di kota kupang dan rakyat di NTT ini bertanya-tanya dalam keputusan ini. Dan kita berharap bahwa kebebasan orang untuk berkomentar terhadap putusan ini dijamin oleh undang-undang.
Baca: Pengadilan Tipikor Kupang Menunda Sidang Vonis Jonas Salean
Jadi, siapapun rakyat Kota Kupang atau NTT yang merasa keputusan ini salah, mari kita berbicara. Jangan seperti takut bahwa keputusan ini seperti keputusan luar biasa yang tidak boleh dikomentari,” tegasnya.
Menjadi Preseden bagi Kepala Daerah Lain
Mantan Anggota DPRD NTT ini menyampaikan, beberapa hari sebelum perkara ini diputuskan Ia sudah menduga ada kong kalingkong yang mengarah pada putusan bebas terhadap Jonas salean.
“Dan kita dapat juga dari kita punya informan yang mengatakan bahwa jauh hari sebelum keputusan, kita sudah menduga (ada kong kalikong. Saya di Jakarta waktu itu. Saya di Istana Presiden kaka. Saya baca berita yang, putusan itu ditunda satu hari kemudian. Kita sudah menduga, putusan ini pasti ada sesuatu,” ujarnya.
“Waktu itu saya berpikir bahwa dari 12 tahun itu, dengan tunda, ini pasti diputus satu atau dua tahun. Tetapi diputus bebas juga. Nah, ini sangat disayangkan bahwa putusan ini sangat menguntungkan Yonas Salean dengan keluarganya. Sangat menguntungkan mereka. Bagaimana keputusan hakim mengabaikan fahta-fakta hukum. Kita memadang seperti itu,” tandasnya.
Putusan bebas terhadap Jonas, Kata Alfred akan menjadi preseden bagi Wali Kota, Bupati yang lain untuk melakukan hal yang sama. Membagi tanah-tanah milik pemerintah kepada keluarga dan kroni-kroni mereka.
Hal itu terang dia, karena apa yang telah diputuskan hakim-hakim itu atas terdakwa dugaan korupsi pembagian aset berupa tanah milik Pemerintah Kota Kupang, tidak memberikan efek jera kepada para koruptor.
Baca: Jonas Salean Dituntut 12 Tahun Penjara
“Ini ada ruang bagi Wali Kota yang sekarang ini untuk mengiventarisir tanah-tanah yang merupakan tanah negara, untuk dia juga bisa bagai-bagi dong. Ada ruang. Putusan ini memberikan ruang Pa. Bukan hanya kepada Wali Kota tetapi juga kepada kepala-kepala daerah di Nusa Tenggara Timur ini, untuk memulai dengan leluasa bebas untuk membagikan tenah kepada keluarga dan kroni-kroni. Dan tidak ada efek jera. Putusan ini tidak ada efek jera. Justru putusan ini memberikan ruang kepada setiap kepala daerah untuk menggunakan jabatannya untuk diselewengkan. Sangat besar sekali peluangnya.
Sementara itu, Kepala Pengadilan Maumere, Johnicol Rchard Frans Sine saat ditanyai via WhatsApp, Rabu, 24 Maret 2021 tidak menjawab pertanyaan wartawan VoxNtt.com.
Sebelumnya, VoxNtt.com mendapat informasi sebagaimana juga beredar di berbagai media yang menyebutkan Johnicol menerima tanah seluas 400 m2.
Sumber VoxNtt.com menyebutkan, Johnicol mendapat pembagian tanah tersebut karena diduga mempunyai hubungan sangat dekat dengan Jonas Salean. Pasalnya, istri Johnicol Richard Frans Sine disebut sebagai anak angkat Jonas.
Selain itu, sumber VoxNtt.com juga menyebutkan bahwa Johnicol mempunyai kedekatan dengan Ngguli Liwar Awang, salah satu hakim yang memutuskan kasus Jonas Salean.
Hal inilah yang menurut Alfred Baun membuat keputusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Kupang yang memutuskan kasus pembagian tanah milik Pemerintah Kota Kupang oleh mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean, penuh dengan konflik kepentingan hingga mengabaikan fakta-fakta hukum. (VoN)