*Oleh: Akeng Ruing

Sepersekian Detik Sebelum Pukul Tiga

 

Baca JugaCerpen: Maryam

“Belum selesai, Ibu. Belum selesai”.

 

Angin menderu jauh

Menebarkan butir bening di kelopak

Menyisakan keping – keping tangis yang menggerak.

“Jangan tangisi diriku, 

Tangislah dirimu dan anakmu!”

 

Sura itu menderu sayup

“Siapakah Ibu dan Ayahku? Mereka yang selalu setia membacakan puisi sebelum tidur.”

Yosef milik malam,

Air mata milik Maria,

Jangan sampai bening jatuh ke pipi.

 

Wangi duka tertiup angin

Ke palung yang merawat cinta

Riwayat masa kecil yang hilang 

Ke dapur bertabur adonan roti 

Ragi yang belum sembat dicampur

Ke tungku api milik Maria yang padam menggigil merindu api

Ke ukiran kayu milik Yosef sang ayah yang menjadikan rindu

7Ke jubah tenun milik Maria sang ibu yang menjadikan teduh

 

Ia ingat kaki masa kecil yang lincah

Bersembunyi di keliling Sinagoga

Ditembusi duri terantuk batu

Mahir berlangkah pulang sebelum senja berlalu

Ke lubuk hatinya yang sederhana 

Tapi bermahkota duri dan rahasia

Ia menunggu kabar dari angin 

Seperti kemarin

Namun tak ada kabar

Selain pekat malam 

Bagaikan di taman Getsemani bermandi darah

 

Malam menutup pintu lagi

Napas malam menguarkan aroma maut

Getir tercampur dalam cawan angur

Di dadanya bergemuruh badai

Sementara hari – hari berjalan pelan

Bagi duka yang berumah di hatinya

Siapa yang harus meminumnya?

 

Sebab mata sabda terkelupas

Oleh cambuk dosa yang mengeras

“Yang hidup dengan pedang, 

Akan mati oleh pedang”.

 

Maumere, 25 Maret 2021

Yoakim Lango Ruing lahir di Lerahinga – Lembata NTT. Aken Ruing adalah nama pena dikenal sebagai seorang yang puitis. Menulis menjadi cita – citanya karena dengan menulis Yoakim Lango Ruing bisa lepas dari penderitaannya.