*Oleh: Nani Rahayu Ibrahim
Suku Lio merupakan salah satu suku tertua di Ende, Nusa Tenggara Timur. Kerajinan tenun ikat merupakan kerajinan tertua yang ada di Kabupaten Ende.
Masyarakat Ende-Lio memiliki bakat usaha di bidang industri kain tenun tradisional, sama seperti kampung- kampung lainnya yang ada di Pulau Flores.
Pembuatan tenun ini banyak sekali keuniknnya, karena masih kental dengan adat istiadat masyarakat Ende-Lio, yang erat kaitannya dengan hal mistis dan gaib.
Selain itu, hal unik lainnya adalah kain tenun ikat ini dibuat oleh wanita dengan bahan dasar yang masih alami sehingga warna yang dihasilkan sangat alami dan memiliki keindahan yang berbeda dari pewarna kimia.
Hal unik lainnya yang menjadikan kain tenun ikat sebagai daya tarik adalah proses pembuatan tenun yang masih manual tanpa menggunakan mesin.
Alat-alat yang digunakan masih alat tradisional. Tenun ikat dibuat dengan corak dengan pilihan benang atau serat kapas serta sistem pewarnaan yang khas menggunakan kulit kayu, akar, batang dan dedaunan tumbuhan sehingga dalam kurun waktu yang lama warna pada kain tenun ikat tidak akan pudar dan semakin lama menyimpan kain tenun tersebut warnanya semakin mencolok.
Waktu pengerjaaan kain tenun ini relatif lama, sekitar 3 sampai 4 bulan sehingga membutuhkan ketelitian dan kesabaran.
Tenun ikat yang dibuat masyarakat Ende-Lio memliki tiga warna, utama yaitu putih, biru, dan merah yang menyesuaikan dengan tiga warna Danau Kelimutu. Terdapat lebih dari 20 jenis kain tenun ikat yang di buat oleh masyarakat Ende-Lio.
Kegiatan menenun ini hanya dilakukan oleh wanita-wanita yang tinggal di pedesaan dan merupakan dasar dari budaya dan tradisi nenek moyang masyarakat Ende-Lio.
Hal ini dikarenakan segala macam bentuk upacara adat seperti upacara pernikahan, upacara kematian, dan upacara kesenian menggunakan tenun ikat.
Tidak hanya upacara-upacara tertentu, tenun ikat dipakai juga untuk pakaian sehari-hari oleh masyarakat lokal.
Nenek moyang masyarakat Ende-Lio pada zaman dahulu mendesain sehelai kain tenun ikat dengan berbagai pandangan dan citarasa keindahan yang tinggi.
Contohnya penilaian kualitas, penilaian simbolis, penilaian penghayatan, dan penilaian sentuhan seni.
Hal ini membuat masyarakat Ende-Lio tidak terlepas dari kain tenun ikat dan kain tenun ikat bernilai sakral dan istimewa bagi mereka.
Keistimewaan dan kekhasan kain tenun ikat telah menjadikan kain tenun ikat sebagai salah satu souvenir khas daerah Ende-Lio yang disukai wisatawan.
Kain tenun Lio ini memberikan peluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal.
Meskipun harganya lumayan mahal karena proses pembuatannya yang membutuhkan waktu yang sangat lama dan membutuhkan ketelitian, wisatawan tidak akan mempersoalkan harganya.
Nani Rahayu Ibrahim, mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (Stipram) Yogyakarta.