Kupang, VoxNtt.com-Sidang Kasus Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan aset tanah milik Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) di Kerangan, Labuan Bajo terus berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.
Senin (09/04/2021), Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan salah satu saksi selaku petugas ukur dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan NTT, Baliyo Muliono yang mengukur tanah 30 hektare tersebut pada 2015 silam.
Baliyo dihadirkan JPU sebagai saksi untuk terdakwa mantan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dula, Ambrosius Sukur, Marten Ndeo, Afrizal alias Unyil Andulah Nur, Caitano Soares, Muhamad Achyar, Veronika Syukur dan Theresia Dwei Koroh Dimu.
Sidang yang dimulai pukul 11.40 Wita itu dipimpin Hakim Wari Juniati selaku Ketua majelis, didampingi Ibnu Choliq dan Gustaf Marpaung selaku hakim anggota.
Dalam persidangan, Baliyo ditanyai JPU terkait adanya perubahan luas tanah Pemda Mabar yang diukurnya itu. Menurut pengakuan Baliyo, pengukuran sesuai petunjuk Ambrosius Sukur, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Mabar kala itu. Hasilnya, luas tanah tersebut lebih dari 28 Ha.
“Dan sudah jadi peta bidang yang ditandatangani atasan saya, Ibu Resdiana Ndapamerang selaku Kasi Pengukuran pada Kanwil Pertanahan,” jelas Baliyo.
Kendati demikian, luasan lahan itu kemudian diubah. Sesuai standar operaional prosedur (SOP) Pertanahan, lanjut dia, perubahan luas bidang tanah itu mesti diketahui Pemohon kak, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat, lalu dibuatkan Berita Acara.
“Akan tetapi, terhadap perubahan ini tidak ada Berita Acara Perubahan Luasan Tanah. Dan untuk pembuatan Berita Acara ada pada seksi saya, yaitu seksi pengukuran. Akan tetapi, saya tidak buat karena tidak sesuai dengan yang saya ukur,” aku Baliyo.
Baca: Yang Dilupakan Hakim dalam Fakta Persidangan Jonas Salean
Selain itu, menurut Baliyo, terdapat keanehan yang Ia temukan, yakni, peta bidang 28 Ha dan 24 Ha di atas tanah yang sama, dibuat pada tanggal yang sama di bulan Juni 2015. “Meskipun perubahan menjadi 24 Ha itu, seingat saya sebulan atau dua bulan sejak diterima gambar ukur yang dikirim Kantor Pertanahan Kabupaten Manggara Barat,” terangnya.
Tak hanya dicecar JPU, Saksi Baliyo juga ditanyai hakim anggota, Ibnu Choliq mengenai gambar ukur atas nama Supardi Tahiya, Suaib Tahiya dan H. Sukri yang dilakukan tahun 2013 tetapi sertifikatnya baru dikeluarkan tiga tahun kemudian.
“Mengapa baru bisa keluar Sertifikatnya pada tahun 2016, bisa nggak saksi jelaskan ideal lamanya keluar sertifikat itu, berapa lama sejak ada gambar ukur?” cecar Ibnu Choliq.
“Kalau sesuai SOP itu sebulan lebih,” jawab Baliyo.
“Lalu mengapa kemudian sertifikat atas nama ketiga orang itu, baru diterbitkan pada tahun 2016, apakah saksi tahu hal itu?” lanjut Hakim Ibnu.
Baliyo yang kala itu mengenakan kemeja putih, lengan panjang menjelaskan, hal itu bisa terjadi, diduga karena ada masalah yang disembunyikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Mabar.
“Hal itu bisa terjadi karena ada masalah yang disembunyikan oleh Kantor Pertanahan Mangarai Barat. Salah satunya adalah menunggu peta bidang tanah Pemda yang dibuat oleh Kanwil Pertanahan Propinsi NTT terbit terlebih dahulu, baru diterbitkan Sertifikat atas nama ketiga orang itu yang mulia,” jelasnya.
Sidang yang digelas secara virtual itu sempat diskors beberapa kali karena mengalami gangguan jaringan intenet. Meski begitu, sidang tetap dilanjutkan hingga selesai. Sidang akan dilanjutkan Rabu, 21 April 2021 masih dengan agenda pemeriksaan saksi.
Diketahui, Resdiana Ndapamerang merupakan istri mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean, terdakwa kasus dugaan korupsi pembagian tanah Pemkot Kupang, yang beberapa waktu lalu diputus bebas. Saat ini, kasusnya sedang dikasasi. (VoN)