Ruteng, Vox NTT- Dosen senior di Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Mantovanny Tapung menganjurkan agar pemerintah di Manggarai Raya bisa melibatkan Perguruan Tinggi lokal dalam perencaaan pembangunan daerah.
Ia menyebut salah satu contoh kebijakan pembangunan daerah yang mesti melibatkan Perguruan Tinggi lokal, yakni pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Hal ini disampaikan Manto untuk menjawab beberapa pertanyaan sejumlah wartawan pada 24-25 Mei 2021 di Ruteng, mengenai sejauh mana partisipasi Perguruan Tinggi lokal dalam membangun daerah Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) pada masa yang akan datang.
Menurut Manto, Perguruan Tinggi lokal merupakan salah satu dari lima batu tungku (pentha helix) dalam membangun daerah.
Selain pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan media, Perguruan Tinggi memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan di daerah.
Ia menjelaskan, hasil riset dan diskusi serta kajian ilmiah yang dilakukan oleh para dosen di Manggarai Raya, bisa menjadi basis akademik dalam membangun perencanaan, perumusan capaian pembangunan, dan penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU).
Bahkan menurut Manto, keterlibatan Perguruan Tinggi dalam perencanaan pembangunan daerah secara normatif hukum sudah diatur dan diberi ruang melalui UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem RPJMD, UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Keterlibatan Perguruan Tinggi lokal seperti Unika St. Paulus Ruteng, STIE Karya, STIPAS St. Sirilus Ruteng, dan lain-lain sangat strategis dalam membangun Manggarai. Hal ini dapat ditilik dari perspektif hubungan timbal balik atau simbiosis mutualisme,” terang Manto.
Manto pun membeberkan beberapa alasan mengapa kemudian Perguruan Tinggi lokal harus dilibatkan dalam perencanaan pembangunan daerah.
Pertama, kata dia, Pemda akan mendapat masukan yang lebih relevan, kontekstual dan aktual terkait dengan kondisi riil dan isu strategis yang terjadi di Manggarai Raya.
Dia mengatakan, Pemda bisa memanfaatkan beberapa hasil riset para dosen yang sudah pernah dipublikasikan di jurnal nasional maupun internasional.
Kedua, melibatkan Perguruan Tinggi lokal akan lebih hemat, efektif, dan intensif dalam hal eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi berbagai isu strategis dan karateristik kewilayahan dan kebutuhan masyarakat.
Hasil eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi akan menjadi basis dalam menetapkan target dan capaian pembangunan, menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU), Key Performance Index, dan bahkan menjadi telaahan dasar dalam menggambarkan Indeks Pembangunan Pembangun Manusia (IPM).
Ketiga, lanjut Manto, berkerja sama dengan akademisi dan praktisi lokal dalam meneropong secara faktual realitas pembangunan di daerah.
Selain sebagai bentuk pemberdayaan dan menjalin kerja sama, juga untuk kepentingan signifikansi dalam berproses, membentuk struktur dan konten yang lebih valid, bisa dipertanggungjawabkan, serta relevan dengan kebutuhan masyarakat Manggarai raya.
Keempat, dari sisi Perguruan Tinggi, dalam konteks pencanangan Kampus Merdeka Merdeka Belajar (KMMK) Kemendikbud, kerja dengan berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha (DUDI) menjadi imperatif (keharusan).
Selain dalam rangka mengumpulkan kredit poin akreditasi lembaga, juga untuk merambah peluang kerja dan usaha bagi para lulusannya.
Keterlibatan Perguruan Tinggi dalam membangun daerah merupakan amanah dari darma pengabdian.
Kelima, dengan melibatkan Perguruan Tinggi lokal sebenarnya merupakan bagian dari bentuk pengakuan sosial (rekognisi) pemerintah.
Hal ini tentu berdampak pada meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lokal.
Keenam, kata Manto, dosen di Perguruan Tinggi lokal sudah cukup banyak yang mumpuni dari kuaifikasi, kapasitas dan kapabilitas dalam membantu daerah merencanakan pembangunan.
Keterlibatan akademisi dan praktisi lokal merupakan bagian dari tanggung jawab moral dalam melibatkan sebanyak mungkin elemen, demi pembangunan yang berdayaguna bagi masyarakat.
Manto tidak menyangkal bahwa ada semacam ‘keharusan’ pemerintah untuk bekerja dengan Perguruan Tinggi Negeri (nota bene di daratan Flores belum ada PTN), seperti dalam membahas RPJMD dan kerja sama riset lainnya.
Namun demi kepentingan relevansi, kontestualitas, validitas, pertanggungan jawab publik, efisiensi dan efektivitas, serta menjaga eksistensi dan kredibilitas Perguruan Tinggi lokal Pemda bisa saja merubah kebijakan tersebut.
“Yah, di atas segalanya, tergantung pada kemauan politik (political will) dari pemimpin daerahnya. Dengan demikian, bila dulu pada masa kampanye ada bupati dan wakil bupati yang berjanji akan bekerja sama dengan Perguruan Tinggi lokal dalam membangun daerah, maka secara moral politik sebaiknya merealisasikan janji tersebut,” ujar Manto.
Penulis: Leo Jehatu
Editor: Ardy Abba