Kupang, Vox NTT- Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti-suku, agama, ras, dan golongan (SARA) melaporkan dugaan kasus ujaran kebencian yang disampaikan oleh Ketua DPRD Kota Kupang Yeskiel Loudoe, Selasa (01/06/2021).
Aliansi tersebut merupakan gabungan organisasi lokal dan nasional, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), PMKRI Cabang Kupang, ITAKANRAI, PERMASNA, PERMAI, HM3T, dan IMMALA.
Dalam rilis yang diterima VoxNtt.com Selasa malam, Aliansi menyebut rekaman suara tersebut membuat ketenangan dan ketenteraman Kota Kupang terusik. Padahal, ibu kota Provinsi NTT itu sudah dijuluki sebagai ‘Kota Kasih’.
Pernyataan Ketua DPRD Kota Kupang tentu saja menjadi perhatian dari berbagai elemen masyarakat, baik kalangan akademisi maupun masyarakat awam.
Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti-SARA menilai pernyataan tersebut akan berpotensi menimbulkan perpecahan atau konflik horizontal di masyarakat.
Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kupang, Ikhwan Syahar yang mewakili Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti-SARA mengatakan, persatuan atas dasar Pancasila perlu dijaga.
“Jangan sampai pernyataan yang disampaikan Ketua DPRD Kota ini menyebabkan konflik antara masyarakat yang hari ini berada di NTT,” katanya.
Laporan Tertulis Belum Diterima
Syahar mengaku, laporan tersebut memang belum secara resmi diterima. Meski begitu, sudah ada kesepakatan bahwa secara tertulis belum diterima, tetapi secara lisan diterima oleh pihak Polda NTT.
“Tetapi perjuangan akan terus kami lakukan dan besok kami akan datang kembali untuk menindaklanjuti, meminta kepastian dari Polda NTT. Kami merasa sangat kecewa karena sebenarnya Polda NTT sebagai institusi yang bisa dan mampu menerima laporan kami sebagai Aliansi. Kenapa Polda NTT tidak kemudian menyediakan orang–orang yang mampu menangani persoalan ini,” tukas Syahar.
Senada dengan Syahar, Ketua PMKRI Cabang Kupang Alfred Saunoah mengaku sangat kecewa dengan respons dari pihak Polda NTT di balik laporan tersebut.
Alasan pihak Polda NTT tidak menerima laporan, bagi Alfred, tidak masuk akal.
Polda NTT, kata dia, beralasan bahwa tim cyber tidak berada di tempat, sehingga laporan tersebut tidak dapat diproses dan laporan polisi belum dikeluarkan.
Menurut dia, Aliansi sangat serius dengan laporan ini agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Dan, tidak ada oknum lain mengeluarkan pernyataan yang sama.
Alfred pun berharap Polda NTT menyediakan personel yang banyak di tim cyber, sehingga presisi yang digaungkan Kapolri dapat dijalankan sebaik mungkin.
“Kita dari Aliansi akan kembali mendatangi Polda NTT pada tanggal 02 Juni 2021 untuk mengantar laporan ini dengan massa aksi yang lebih banyak. Hal ini sebagai bentuk pengawalan dan juga harapan agar Polda Nusa Tenggara Timur mengusut tuntas isu SARA yang beredar di masyarakat Kota Kupang,” kata Alfred.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba