Ruteng, VoxNtt.com-Rencana Pemerintah Daerah Manggarai Barat (Pemda Mabar) dengan menghadirkan proyek geotermal di Wae Sano Kecamatan Sano Nggoang Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur terus menuai komentar dari sejumlah pihak.
Salah satunya datang dari elemen mahasiswa yakni Persatuan Mahasiswa Manggarai Barat (PERMMABAR). Elemen dengan beranggotakan Mahasiswa Manggarai Barat yang berdomisili di Kupang tersebut terus konsisten mengungkapkan penolakan dengan alasan yang beragam.
PERMMABAR menilai bahwa kehadiran proyek geotermal yang dikelola oleh PT SMI tersebut merupakan bentuk kemalasan Pemda Mabar dalam melihat dan mengembangkan segala potensi yang ada di wilayah Manggarai Barat untuk peruntukkan listrik.
Selain itu mereka juga menjelaskan bahwa langkah Pemda yang ngotot menghadirkan proyek geotermal merupakan bukti lemahnya Pemda dalam mengelola potensi wisata yang ada di Wae Sano yakni Danau Sano Nggoang.
Bahkan mereka menilai bahwa kehadiran proyek geotermal Wae Sano akan berdampak pada keberlangsungan potensi wisata di desa Wae Sano.
Selain mengancam keberlangsungan potensi wisata, kehadiran proyek tersebut juga berpotensi mengancam keberlangsungan hidup warga setempat.
“Kehadiran pembangunan Geotermal ini merupakan bentuk kemalasan dari Pemkab Mabar untuk mengelola dan mengembangkan potensi yang ada di Wae Sano, yang mana Danau Sano Nggoang ini merupakan aset wisata yang bisa dikembangkan demi menyejahterakan masyarakat,” ujar Jelo Jehalu, Germas PERMMABAR dalam kesempatan orasinya saat mimbar bebas di Bundaran Patung Burung, Kota Kupang, Selasa (01/06/21).
Jelo juga menyoroti sikap DPRD Mabar sebagai pihak legislatif yang tidak berpihak pada masyarakat Wae Sano. Padahal, DPRD sebagai representasi masyarakat Wae Sano harus membela kepentingan masyarakat di sana dan bukan malah cendrung bersama eksekutif yang ngotot menghadirkan proyek geotermal.
“Sebagai lembaga legislatif harusnya DPRD Mabar lebih kepada membela kepentingan masyarakat karena mereka merupakan representatif dari masyarakat Manggarai Barat terlebih khusus masyarakat Wae Sano,” tambahnya.
Untuk itu, PERMMABAR lanjut Jelo mempertanyakan sikap dari DPRD Mabar yang pro terhadap geotermal. Bahkan, ia juga mempertanyakan sikap beberapa anggota dewan di daerah tersebut yang inkonsisten.
Pada awal mula wacana proyek geotermal, ada anggota dewan yang ngotot mengungkapkan penolakan. Namun seiring berjalannya waktu, sikap itu perlahan memudar hingga akhirnya mengambil jalur untuk mendukung geotermal.
“Kami sangat menyayangkan konsistensi beberapa oknum DPR Manggarai Barat yang pernah menolak pembangunan proyek geotermal Wae Sano namun hari ini malah berbalik arah untuk mendukung,” jelasnya.
“Tentu ini menjadi hal buruk yang dipertontonkan oleh politisi di Manggarai Barat bahwa mereka membela masyarakat hanya untuk menghantar mereka mendapatkan jabatan, namun setelah itu mereka bahkan mendoktrin masyarakat untuk mendukung geotermal ini,” tambahnya.
Selain Jelo, Ketua Umum PERMMABAR Kupang Epi Staren juga menyoroti sikap DPRD di daerah tersebut. Ia menilai bahwa DPRD Mabar bersikap lamban dan mengabaikan aspirasi mayoritas Warga Wae Sano yang bersikap tolak proyek geotermal.
“Secara organisatoris PERMMABAR Kupang melayangkan mosi tidak percaya kepada DPRD Manggarai Barat, hal ini karena DPRD Mabar terkesan lamban dan tidak ada upaya menyerap aspirasi masyarakat yang menolak kehadiran Pembangunan Geotermal ini,” jelasnya.
Ia kemudian menduga bahwa DPRD Mabar juga ikut terlibat penuh dalam meloloskan proyek geotermal.
“Kami menduga DPRD Mabar menjadi salah satu aktor penting dalam meloloskan pembangunan Geotermal Wae Sano, sementara gelombang penolakan dari masyarakat terus disuarakan,” ungkap Epi.
Epi kemudian menjelaskan kekhawatirannya. Ia khawatir bahwa proyek ini dapat membawa malapetaka bagi masyarakat terutama dalam hal lingkungan yang adalah tempat masyarakat melakukan kegiatan pertanian. Apalagi diperparah dengan berkembangnya isu yang beredar bahwa proyek tersebut akan merelokasi warga disana.
“Dari sini ada makna tersirat bahwa proyek ini membawa dampak buruk bagi masyarakat meskipun proyek geotermal ini dikenal dengan proyek ramah lingkungan,” tegasnya.
Di lain pihak, PERMMABAR juga jelas Epi sangat mengapresiasi masyarakat Wae Sano yang sampai saat ini masih konsisten untuk menolak pembangunan geotermal.
Aktivis PMKRI kupang itu juga menggugat alasan dari Pemda Mabar terkait kehadiran Geotermal yakni untuk memenuhi kebutuhan akan listrik di wilayah kabupaten Manggarai Barat.
“Apa salahnya Pemda Mabar meningkatkan kapasitas sumber energi listrik yang sedang beroperasi seperti pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) Rangko, juga pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD),” tutupnya.
Atas dasar itu, PERMMABAR Kupang menyatakan sikap penolakan terhadap pembangunan Geotermal Wae sano, sebagai berikut.
Pertama, mendesak Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian ESDM untuk mencabut izin PT SMI sebagai pelaksana Proyek.
Kedua, mendesak PT. SMI untuk menghargai hak perseorangan ataupun hak ulayat yang sifatnya komunal dan tidak bisa diwakili.
Ketiga, mendesak Pemerintah Manggarai Barat untuk memberdayakan sektor pariwisata (Danau Sano Nggoang) di Desa Wae sano demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, mendesak pemerintah (Pemprov NTT dan Pemkab MABAR) untuk tidak memaksakan kehendak dengan melakukan tekanan psikis dan fisik kepada masyarakat Wae Sano
Kelima, mendesak DPRD MABAR untuk secara konsisten membela semua kepentingan masyarakat, dengan menolak semua investasi yang merugikan potensi adat, budaya dan ekologis masyarakat Manggarai Barat.
Keenam, mendorong percepatan pembangunan Pariwisata Manggarai Barat yang berbasis pada kepentingan masyarakat lokal
Ketujuh, meminta institusi Gereja Katolik Manggarai dibawah naungan Keuskupan Ruteng untuk tetap konsisten dan secara tegas menolak Geotermal Wae Sano, sebagai bentuk rasa bahwa duka umat adalah duka gereja.
Penulis: Igen Padur
Editor: Irvan K