Borong, Vox NTT- Satu jam lamanya para pemuda dari berbagai komunitas serius mendiskusi cara mempromosi kopi kemasan bernama ‘Kopi Tuk Colol’, serta masalah yang dihadapi petani kopi.
Diskusi bertajuk ‘Kontribusi Kaum Milenial untuk Kemajuan Daerah’ tersebut berlangsung di Kedai Kopi Tuk yang beralamat di Rajong Desa Colol, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Sabtu (12/06/2021). Diskusi dimulai pukul 20.00 Wita dan berakhir pukul 21.00 Wita.
Beberapa komunitas yang tergabung dalam diskusi itu yakni, Kelompok Usaha Bersama (KUBe) Suka Maju Kopi Tuk Colol, Komunitas Milenial Gejur Colol, Komunitas Kreatif Ulu Wae (Koker), Komunitas Cangkir16 dan utusan dari Ormas Pemuda Pancasila tingkat Kecamatan Lamba Leda Timur.
Pendamping Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Suka Maju Tobo sekaligus founder ‘Kopi Tuk Colol’, Armandus C. Tukeng, mengatakan kegiatan dialog ini bertujuan untuk menggali potensi pemuda milenial dalam berkontribusi membangun daerah Manggarai Timur.
Langkah awal membangun daerah menurut dia, tentu saja dimulai dari desa.
“Membanguan daerah, tentu mulainya dari desa. Diskusi pada hari ini, dari Colol untuk Manggarai Timur, untuk NTT serta untuk bangsa ini,” ungkapnya.
Armandus mengatakan, kontribusi membangun daerah dari pemuda tentu saja dengan beragam cara. Sebab pemuda memang sebagai agen perubahan.
Di Colol, kata Armandus, komoditi kopi merupakan sumber pendapatan masyarakat setempat.
“Petani di Colol dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari dan membiayai pendidikan anak-anak dari hasil kopi. Namun, selama ini tengkulak membeli kopi dengan harga Rp8.000-Rp9.000 per liternya,” ungkapnya.
Ia mengaku, kopi milik petani Colol sudah mendunia. Namun, salah satu satu masalah utama yang dialami petani kopi selama ini adalah harganya masih sangat murah.
“Harapan ke depan melalui program pemberdayaan yang diakukan, harga kopi jauh di atas harga pasaran untuk bebas dari harga tengkulak,” tegas Armandus.
“Sebagai pendamping sosial PKH, saya terus mendorong kelompok untuk secara mandiri menjalankan usaha ekonomi kreatif melalui KUBE Suka Maju Tobo dan kelompok-kelompok pemberdayaan lain yang sudah dibentuk,” imbuhnya.
Armandus menjelaskan, ‘Kopi Tuk’ (kopi tumbuk) adalah pengolahan kopi secara tradisional. Caranya biji kopi ditumbuk menggunakan lesung.
Cara pengolahan kopi ini merupakan tradisi masyarakat Manggarai tempo dulu, yang mana pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi masih mengandalkan tenaga manusia.
Tradisi tersebut merupakan warisan para leluhur yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam.
Cita rasa khas kopi bubuk hasil tumbuk lesung juga menurut dia, berbeda dengan kopi bubuk yang digiling menggunakan mesin yang modern.
“Selama ini kopi bubuk Colol dijual dalam kemasan hasil olahan mesin penggiling kopi bubuk. Sehingga Kopi Tuk Colol-Tobo harganya agak mahal karena proses produksinya juga mahal. Produksi kopi sangat terbatas untuk menjaga kualitasnya,” jelas jebolan mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng itu.
Sementara itu, Ketua Komunitas Milenial Gejur Colol, Ronal Igu, mengajak semua pemuda Colol Raya untuk berkontribusi membangun daerah dengan berbagai konsep atau ide kreatif.
Kata Ronald, pemuda tidak harus menuntut perubahan. Pemuda harus membuat atau membawa perubahan untuk daerah melalui caranya masing-masing.
“Berbicara tentang Colol, Colol itu sudah mendunia dengan sumber daya alam yang ada. SDA kita manfaatkan. Sekarang untuk membangun daerah sangat dibutuhkan pemain milenial, pemuda jangan jadi penonton saja. Mari kita berbuat sesuatu untuk desa kita. Dari desa untuk daerah Manggarai Timur,” tutur Ronald.
Chan Joma, anggota Pemuda Pancasila Kabupaten Manggarai, Yergo Gorman Ketua Pemuda Cangkir 16 Borong dan dan salah satu petani kopi di wilayah itu Bastian Paju, mengapresiasi kegiatan diskusi yang berjalan selama satu jam.
Menurut mereka, diskusi ini awal yang baik sebagai pemuda milenial, sembari berharap dapat bermanfaat bagi petani kopi. Itu terutama dalam peningkatan ekonomi masyarakat.
“Ruang-ruang perjumpaan itu mesti sesering mungkin diadakan agar ide-ide kreatif dan inovatif dari milenial bisa terjaring dan disatukan demi kemajuan bersama,” tutur Yergo Gorman.
Penulis: Leo Jahatu
Editor: Ardy Abba