Ruteng, Vox NTT-Hari sudah sore. Matahari perlahan mulai pamit. Saat itu, suasana Kampung Pelus, Desa Lentang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, tidak seperti biasanya.
Raut wajah para penghuni kampung pun demikian. Terlihat seperti sedang dirundung duka yang mendalam.
Di halaman rumah adat Kampung Pelus, tepatnya di sudut kanan bagian utara rumah adat, terdapat sebuah kemah yang ukurannya kurang lebih 6 x 7 meter.
Kemah tersebut beratap dan berdinding terpal serta berlantai tikar. Orang-orang duduk di atas tikar itu sambil sesekali mengusap air mata yang bercucuran.
Di depan kemah, terdapat puluhan kendaraan roda dua. Kendaraan itu terparkir dengan kondisi yang berantakan.
Di dalam rumah terbaring sosok almarhum Daniel Anduk. Suara tangisan keluarga pun terdengar jelas.
Mereka tak kuasa menahan air mata atas wafatnya sosok legendaris Daniel Anduk.
Sosok legendaris tersebut menghembuskan napas terakhir saat masih menjalani pengobatan di Rumah Sakit St. Rafael Cancar, Minggu (13/06/2021), sekitar pukul 09.00 Wita.
Sehari sebelum meninggal, ia masuk rumah sakit yang terletak di ibu kota Kecamatan Ruteng itu untuk berobat.
Keluarga kemudian mengambil inisiatif untuk mengantarnya pulang menuju kampung halamannya.
Sosok Daniel Anduk di Mata Keluarga
Di mata keluarga, sosok Daniel Anduk adalah seorang ayah penuh tanggungjawab. Di dalam dirinya terdapat semangat pekerja keras.
Walau tergolong disabilitas, namun semangat untuk menafkahi keluarga menjadi nilai positif yang dimiliki oleh Daniel Anduk.
“Bagi saya, dia sosok ayah pekerja keras. Keterbatasan fisik tidak menjadi alasan untuk menafkahi kami sekeluarga,” kenang Fian putra almarhum.
Tidak hanya itu, Daniel juga terkenal dengan sosok yang penuh inspirasi. Ia kerap memotivasi anak dan kedua cucu serta istri tercintanya.
Sikap dan teladan itulah yang menjadi warisan terbesar almarhum untuk segenap keluarga yang ditinggalkannya.
Tidak heran kalau kepergiannya membuat mereka merasa terpukul. Mereka seakan tidak rela kalau sosok itu menghilang begitu saja.
Tidak hanya keluarga, masyarakat Manggarai pada umumnya juga merasa terpukul dengan kepergian almarhum.
Hal itu karena sosok Daniel Anduk merupakan sosok yang punya kontribusi lebih dalam dinamika perkembangan musik di Manggarai.
Di tangannya, lagu-lagu berbahasa daerah Manggarai berhasil diciptakan. Lagu itu menggema sampai ke pelosok Manggarai.
Hingga saat ini, lagu-lagu yang diciptakan Daniel pun masih banyak yang suka.
Setiap lagu yang diciptakannya memiliki kisah dan pesan tersendiri. Tidak hanya itu, lagu-lagu yang diangkat juga mengisahkan tentang realitas kehidupan masyarakat Manggarai.
Mendengar lagu ciptaan Daniel Anduk seakan menarik imajinasi pendengar untuk merasakan langsung kehidupan masyarakat Manggarai di zaman lampau.
Hal itu bisa kita lihat dalam beberapa lagu ciptaanya. Adapun lagu yang dimaksud antara lain yakni Bombang Beli, Weta Lomes Kole, Somba Mori, Pata Mo Ende, O Adong, Nia Anak Ge, O Lumun Tepong, Elang O, Dere O Nkiong E, O Aeng O, Tenag Mata, Sedih Apa Bail, Lalo Ledong, Mboros Toe Poso, Patam Ta dan Ole Weta.
Berkat lagu-lagu yang dihasilkannya, Daniel tercatat sebagai salah satu penyanyi legendaris di Manggarai.
Kini, sang legendaris itu pun pergi. Walau raganya pergi, namun suaranya masih bisa didengar.
Kepergian Daniel, mewariskan banyak hal kepada masyarakat Manggarai. Selain mewariskan pesan melalui lagu-lagunya, keteladanan hidup Daniel juga merupakan warisan terbesar.
Daniel mengajarkan semua pihak bahwa tak punya mata bukan berarti tak ada karya. Selamat berpulang, The Legend. Bahagialah di Surga.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba