Ruteng, Vox NTT- Setelah sepeda motor diparkir, kaki perlahan melangkah di atas batu telford, menyusuri kampung kecil yang kental dengan simbol adat Manggarai, Flores, NTT.
Di ujung kampung itu telapak kaki disambut dengan stapak dari semen yang dibuat oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai beberapa waktu silam.
Di atas stapak mata dimanjakan dengan lukisan alam padi-padi menari kesuburan. Di situ para petani dari Kampung Golo, Desa Golo, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai mencangkul rezeki, berpeluh keringat hingga senja.
Di keliling hamparan padi nan hijau, ada beragam pohon tumbuh begitu apik dan diselingi batu-batu besar yang masih mengantung di lereng bukit. Bukit menjulang seolah sedang menantang langit biru.
Butuh waktu 5 menit saja Anda berjalan kaki dari Kampung Golo hingga sampai di kali bernama Wae Kebong. Di atas kali yang membela Desa Golo dan Barang itu terdapat batu-batu besar.
Beragam batu itu tumbuh di tengah gemericik air mengalir yang memecah kesunyian alam dan rimba hijau membentang.
Lembah curam sambil melompat dari batu ke batu yang lain memang cukup menantang, apalagi sebagiannya sangat licin. Tetapi jangan khawatir, kesulitan itu tidak bertahan lama.
Sebab hanya beberapa meter saja dari kali Wae Kebong sajian penorama alam gua bernama Liang Woja bakal menjamu Anda penuh damai.
Panorama alam depan mulut gua yang berada di bawah jalan lapen dari Kampung Pinggang menuju Golo itu membuat mata terpana, dan yang pasti hati langsung mengundang rasa decak kagum.
Ke dalam gua, hentakan kaki melangkah turun di atas beragam anak tangga yang dirancang warga dari semen. Angin semilir terus setia menemani setiap tangan Anda mengangkat kamera, mengabadikan beragam momen.
Pada pandangan pertama, mata langsung berhadapan dengan Arca Bunda Maria dan altar, serta bangku-bangku umat yang dirancang dari bambu.
Maklum, selain menyuguh panorama alam nan eksotis, gua Liang Woja juga dipakai sebagai tempat berdoa bagi peziarah katolik.
Gua yang berlokasi di Desa Barang, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai itu terdapat dua pintu masuk yang posisinya sama-sama dari arah barat. Sedangkan di dalamnya empat lorong.
Masuk ke setiap lorong wajib membawa bekal penerangan untuk menyaksikan hiasan stalaktit dan stalakmit dengan aneka bentuk yang menawan.
Pada setiap lorong mata dimanjakan dengan panorama batu-batuan berlapis menonjol yang lancip bagian atasnya.
Keindahan stalaktit yang terbentuk dari kalsium karbonat yang mengendap serta mineral-mineral lainnya itu tentu saja membuat mata terpana dan mengundang rasa decak kagum.
Di sela-sela keelokan pahat alam stalaktit beragam bentuk terdapat batu yang mirip dengan butiran-butiran kristal. Butiran-butiran itu sangat bening.
Gradasi warna putih dan abu di setiap lorong memendar dari dinding gua Liang Woja. Butiran berwarna putih menyerupai kristal terlihat saat senter menyorot.
Perlahan melangkah kicauan burung kelelawar terus menggema seakan sedang menyusun formasi suara yang begitu apik.
Tidak hanya sensasi gilap kristal dan keindahan stalaktit yang ditawarkan dari Gua Liang Woja.
Lukisan beragam bentuk dari kumpulan kalsit dari air menetap yang tumbuh dari bawah ke atas atau stalakmit pun tidak kalah menariknya.
Gradasi warna putih, biru dan abu dari stalakmit juga memendarkan butiran keindahan yang sungguh sayang jika terlewatkan dari pandangan.
Menariknya, di bagian utara lorong itu terdapat sebuah kolam yang airnya sebening kristal. Dalam sejarahnya, lorong itu sejauh 7 kilometer dan menembus hingga di Kampung Barang.
“Konon cerita orang tua dulu, ada yang pernah memasuki lorong ini dan berjalan sejauh 7 kilometer hingga di Kampung Barang,” kata Adrianus Paju, warga sekitar saat ditemui VoxNtt.com di gua Liang Woja, Rabu (23/06/2021).
Meski begitu, kata Adrianus, cerita itu masih sebatas mitos. Sebab sepengetahuannya, dewasa ini belum ada yang bisa membuktikan kondisi lorong di bagian utara gua Liang Woja.
Sementara gua itu diberinama Liang Woja menurut dia, karena di dinding gua terdapat lukisan alam menyerupai petak sawah dan sekam padi. Liang dalam bahasa daerah Manggarai berarti gua dan Woja berarti padi.
Untuk sampai ke gua yang disebut-sebut menjadi gua terbesar di Flores Barat itu, Anda bisa memakai sepeda motor atau mobil.
Dari Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai berjarak sekitar 30 kilometer. Anda berjalan ke utara dari Kota Ruteng sekitar 45 menit dengan kendaraan.
Sebelum ke sana, sebaiknya Anda membawa bekal seadanya. Sebab, gua Liang Woja cukup jauh dari pemukiman warga. Apalagi tidak seramai gua kebanyakan di wilayah Flores Barat, sebab belum jamak di mata wisatawan.
Penulis: Ardy Abba