Betun, Vox NTT- Setiap daerah tentunya memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dan pastinya menarik.
Selain tarian daerah, makanan khas, rumah adat, bahasa daerah, ada pula pakaian atau kain adat dari masing-masing daerah.
Seperti yang satu ini di Indonesia bagian Timur tepatnya di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.
Malaka adalah salah satu kabupaten yang baru mekar dari Belu pada tahun 2013 lalu dan berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste.
Kain tenun yang ada di daerah tersebut bermacam-macam. Namun ada satu yang paling populer atau terkenal yaitu kain tenun ikat Marobo. Dalam bahasa daerahnya disebut Tais Marobo.
Tais Marobo adalah tenun ikat yang paling ‘mewah’ di antara tenun ikat lainnya di Malaka.
Proses menenun Tais Marobo membutuhkan keterampilan dan ketelitian dari pengrajinnya. Sebuah kain akan jadi membutuhkan waktu yang lama.
Apabila ditenun tiap hari, maka bisa diselesaikan dalam waktu 3 atau 4 minggu lamanya.
Warna khas yang populer dari kain tenun Tais Marobo adalah merah dan campuran warna, hijau, hitam dan kuning keemasan.
Harganya dimulai dari 500 ribu hingga 1 juta lebih, tergantung motif dan ukurannya.
Di Kabupaten Malaka, teknik tenun ikat menjadi warisan leluhur yang sangat komplit dengan nilai seninya.
Tais Marobo menjadi kain tenun ikat yang paling ‘mewah’ dan banyak diminati oleh masyarakat Malaka ataupun dari luar Malaka.
Hampir seluruh perempuan di Malaka, terutama para ibu rumah tangga bisa membuat atau menenun kain Marobo tersebut.
Penghargaan untuk kain tenun ikat Marobo ini dilakukan oleh istri Wakil Bupati Malaka, Ceicilia Bere Buti alias Lia Kim.
Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Malaka itu tampak gemar berpakaian dari bahan Tais Marobo.
BACA JUGA: Lia Kim, Anggun dalam Balutan Tenun Ikat Malaka
Tertangkap kamera wartawan, setiap kegiatan resmi dari TP PKK Kabupaten Malaka, Lia Kim dengan sangat percaya diri dan kelihatan anggun memakai pakaian berbahan dasar Tais Marobo.
Hal yang sama dilakukannya setiap kali mendampingi suaminya, Kim Taolin saat bekerja sebagai Wakil Bupati Malaka.
Menariknya, pakaian tersebut bukan didesain oleh desainer yang terkenal.
Setelah ditelusuri, ternyata pakaian berbahan dasar kain tenun ikat Marobo itu didesain oleh penjahit lokal di Malaka.
“Ahh… ini dijahit di Malaka oleh penjahit biasa, namun kualitasnya cukup bagus dan rapi. Kita mencintai produk rumahan dari daerah Malaka,” ujar Lia Kim saat ditanya wartawan beberapa waktu lalu.
Wartawan akhirnya mencari informasi siapa penjahit yang mendesain model baju cantik milik Ceicilia Bere Buti itu. Naluri wartawan yang selalu ‘kepo’ akhirnya terjawab.
Maria Gaudensia Hoar alias Mama Roman adalah penjahit rumahan yang menjadi langganan Lia Kim. Rumahnya di Desa Bakiruk, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka.
“Kita harus memperdayakan penjahit lokal yang tidak kalah kualitasnya. Intinya rapi dan nyaman dipakai. Apalagi kain Marobo ini adalah hasil tenun kebanggaan kita kabupaten Malaka,” kata Lia Kim.
Ia mengaku selalu memakai pakaian berbahan dasar kain tenun ikat Marobo sebagai bagian dari promosinya.
Lia Kim dengan bangga memakai pakaian tersebut, bahkan saat kunjungan ke Kementerian Desa di Jakarta beberapa waktu lalu.
“Kemarin saat kunjungan ke Kementerian Desa, saya pakai baju berbahan Tais Marobo berwarna hijau. Bangga karena para staf di kementerian memuji dan suka dengan motif kita. Ke depan kita akan berdayakan ini untuk produksi, distribusi dan mendapatkan hasil yang maksimal,” kisahnya.
Sebagai informasi, bahan kain Marobo yang didesain menjadi pakaian tersebut didapatkan dari hasil tenun
ibu – ibu kelompok TP PKK Kabupaten Malaka.
“Semoga kita tetap bangga dan mencintai warisan leluhur yang kaya akan nilai seninya. Untuk generasi muda, jangan gengsi berpakaian dari hasil tenun ikat khas Malaka,” pesan Lia Kim.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba