Kupang, Vox NTT- Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berjalan dengan baik tanpa kendala.
Di provinsi kepulauan itu, sekolah-sekolah negeri masih menjadi tujuan favorit, bagi para siswa yang ingin melanjutkan pendidikan di tingkat SMA/SMK.
Meski banyak peminat, nyatanya PPDB SMA/SMK di NTT yang dilaksanakan secara online dan offline, tidak menimbulkan kegaduhan atau penumpukan di sekolah-sekolah tertentu.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi mengatakan, PPDB online sangat mempermudah dan memberi rasa nyaman dan kepuasan bagi siswa dan orangtua.
“Di situ kan semuanya serba transparan dan hasilnya langsung diketahui. Karena sistemnya sama seperti penerimaan CPNS. Setelah ujian, hasilnya langsung diketahui,” kata Linus Lusi kepada wartawan, Selasa (29/06/2021)
Kadis Linus menegaskan, dengan sistem online, semua proses seleksi menjadi transparan, sehingga dapat membantah tuduhan atau prasangka buruk terhadap dunia pendidikan di NTT.
Selain PPDB online, penerimaan peserta didik SMA/SMK di NTT juga dilaksanakan melalui jalur offline. Sistem penerimaan peserta didik secara offline diberlakukan bagi sekolah SMA/SMK tertentu, yang tidak memiliki akses internet.
“Tahun ini sangat aman dan nyaman. Masyarakat bisa lihat hasilnya. Tidak ada penumpukan orang di dinas maupun sekolah-sekolah. Itu merupakan kinerja positif yang dicapai tahun ini,” ujarnya.
Pihaknya juga menggunakan sistem zonasi dalam proses pendaftaran siswa sesuai petunjuk teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Meski demikian, sistem zonasi tidak mengenal sekolah favorit.
“Karena semua sekolah relatif sama. Mulai dari siswa hingga para guru itu sama. Jadi ini adalah suatu tata perlombaan yang sangat adil dan bijaksana dalam sebuah penerapan. Maksimal rombongan belajar 12 kelas,” ucapnya.
Terapkan Tinga Pembatasan dalam Proses Pembalajaran Tatap Muka
Sementara terkait rencana pembelajaran tatap muka di sekolah, Linus menjelaskan, pihaknya akan menerapkan tiga pembatasan dalam proses pembelajaran.
“Kategori pembatasan ada tiga hal. Durasi waktu dikurangi hingga 20 menit, jumlah siswa dibatasi 5 sampai 8 per kelas, dan pembatasan kurikulum. Yakni kurikulum dasar yang penting dan butuh tatap muka,” katanya.
Meski demikian, semua siswa-siswi di sekolah tersebut wajib dilayani oleh guru dengan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) yang ketat untuk mencegah cluster baru di sekolah.
“Jadi, misalkan ada 1000 siswa, maka semuanya harus terlayani secara tatap muka terbatas dalam skala kecil,” pungkasnya.
Rencananya pada tahun ajaran baru, sekolah-sekolah SMA/SMK di NTT segera melaksanakan KBM tatap muka terbatas, dalam skala kecil sesuai anjuran pemerintah pusat.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba