Oleh: Ardy Abba
“Korupsi itu tumor ganas yang mematikan secara masif dan pelan-pelan. Lapar dulu, stres dulu, baru depresi dan mati”
Ungkapan Busyro Muqoddas bermakna amat mendalam untuk melukiskan bagaimana korupsi bisa mematikan seluruh sendi-sendi kehidupan.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Antasari Azhar itu menggambarkan korupsi sebagai sebuah penyakit ‘tumor ganas’ yang bisa mematikan secara masif dan pelan-pelan.
Selanjutnya, Ketua Transparency International Delia Ferreira menyebut korupsi dalam aspek lain. “People’s indifference is the best breeding ground for corruption to grow”. Demikian kata Delia Ferreira.
Pernyataan dua tokoh penting ini memang menghiasi bingkai perjuangan Kejaksaan Negeri Manggarai, NTT dalam memberantas korupsi.
Antara penyakit ganas menurut Busyro Muqoddas dan ketidakpedulian masyarakat adalah tempat berkembang biak terbaik bagi tumbuhnya korupsi, menurut Delia Ferreira.
Barangkali pernyataan dua tokoh ini yang menjadi fondasi dasar, bagaimana kemudian saya melihat sikap ganas Kejari Manggarai dalam memberantas korupsi akhir-akhir ini.
Pada 27 Mei 2021 lalu, tim satuan khusus pemberantasan korupsi Kejari Manggarai menggeledah kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).
Penggeledahan itu dilakukan guna mencari dokumen barang bukti terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa Lemarang, Kecamatan Reok Barat tahun 2017 dan 2018.
Gerakan ganas Kejari Manggarai kala itu berhasil menyeret nama Kepala Desa Lemarang, Donatus Su, dalam pusaran dugaan korupsi pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2017 dan 2018, yang mana ditaksasi mengalami kerugian negara mencapai Rp229 juta.
Penggeladahan Kejari Manggarai juga berlangsung pada 1 Juli 2021. Kali ini, lembaga yang dipimpin Bayu Sugiri itu menyasar di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai.
Tim satuan khusus pemberantasan korupsi Kejari Manggarai menggeledah untuk mencari dokumen barang bukti terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bos SMP Negeri 1 Reok, Kecamatan Reok tahun 2017 sampai 2020.
Dalam aksi tersebut Kejari Manggarai menyeret tersangka Kepala SMP Negeri I Reok HN (59) sebagai penanggung jawab dan pengguna dana BOS dan MA (43), bendahara dana BOS. Dalam kasus dugaan korupsi tersebut negara ditaksasi mengalami kerugian sebesar Rp839 juta.
Dari dua kegiatan penggeladahan tersebut, Kejari Manggarai layak diapresiasi. Sebab, mereka sudah mulai mengobati tumor ganas korupsi yang kian akut di Manggarai.
Pelaku kasus korupsi itu memang harus mendapat hukuman berat. Sebab, tindakannya bisa saja menimbulkan kemiskinan.
Meski memang harus disadari bahwa kehadiran Kejari Manggarai belum mampu memutuskan mata rantai semua kasus korupsi di wilayah itu, yang mungkin telah lama menggurita dan tumor ganas.
Namun setidaknya, mereka sudah mulai dan publik layak memberi dukungan. Dengan begitu, pernyataan Busyro Muqoddas perlahan dijawab.
Namun pekerjaan terbesar ke depan untuk mendukung langkah Kejari Manggarai ialah memantik keterlibatan masyarakat, mengingat korupsi merupakan tindak pidana yang tergolong sebagai extraordinary crime.
Peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain, mencari, memperoleh, memberikan data, atau informasi terkait tindak pidana korupsi.
Masyarakat juga memiliki hak untuk menyampaikan saran dan pendapat serta melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Masyarakat tidak boleh apatis, agar korupsi tidak berkembang biak, sebagaimana dikatakan Delia Ferreira.
Jadi, antara masyarakat dan penegak hukum mesti berjalan bersama dalam memberantas korupsi di Manggarai. Semoga!