*Cerpen
(Sebuah Pengalaman)
Oleh: Yohanes Boli Jawang
Sebut saja Anto, seorang remaja yang hari-harinya dihabiskan untuk berkerja keras dengan pikirannya dalam pergulatan hidup.
Bagi kebanyakan orang yang melihatnya, mungkin mereka akan mencapnya sebagai anak yang malas, tidak punya kerja, bahkan tidak berguna.
Mentari pagi mulai tersenyum dari timur, di beranda rumah menjadi tempat nongkrong anto menyambut hari.
Tak ada yang baru darinya, kecuali duduk termenung ditemani segelas kopi hangat di beranda rumah.
Entah apa yang ia pikirkan, tak ada yang tahun bahkan menebak sekalipun.
***
Pagi masih kelabu dan dingin masih menyelimuti alam, juga tubuh ikut terlebir dalam dingin.
Sudah menjadi kebiasaan Anto untuk bangun pagi dan langsung menuju ke dapur.
Tak ada yang dicari selain secangkir kopi hangat dan jagung titi. Di dekat tungku, menjadi tempat pertama bagi Anto untuk menghangatkan tubuh dekat perapian, sebelum meneguk segelas kopi hangat.
Mentai mulai menyapa dari ufuk timur, tak tahu entah ke mana Anto akan pergi untuk hari ini. Rupanya tidak ada rencana untuk bepergian.
Seperti biasa, beranda rumah menjadi tempat bagi Anto untuk menikmati hari-harinya dalam keheningan.
Hiruk-pikuk mulai terasa. Orang-orang ke sana dan ke mari, dan terlihat anak-anak dan remaja yang berpakaian rapi.
Mereka itu adalah siswa Sekolah Dasar (SD) dan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang juga merupakan teman seangkatannya Anto.
Anto sebenarnya seorang pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, ia putus sekolah waktu masih duduk di kelas IX.
Sekarang Anto hanya tinggal sendiri di rumah saja. Anto enggan jalan-jalan ke luar rumah, apalagi harus bergabung dengan teman-temannya yang sekolah.
Ada satu perasaan yang membuat Anto tidak mau bergabung. Ia merasa tidak pantas bahkan tidak selevel dengan teman-temannya yang lain.
Gaya berpakaian dan kesibukan-kesibukan teman-temannya sebagai pelajar sangat berbeda dengan Anto yang hanyalah seorang Drop Out (DO).
Di rumah, berkebun, atau juga bekerja membantu orang lain menjadi aktivitas Anto hampir setiap hari.
Bila tidak ada kreativitas, beranda rumah menjadi tempat Anto untuk bercumbu bersama hari-harinya.
Ada impian lain dibalik permenungan Anto bersama hari-harinya yakni ia ingin kembali menjadi seorang siswa lagi. Namun rasanya mimpi ini hanya meninggalkan mimpi.
Kemauan Anto untuk melanjutkan sekolah ke kota tidak direstui oleh kedua orang tuanya.
Ada beberapa pertimbangan yang menjadi alasan, sehinga orangtuanya menginginkan agar Anto lebih baik melanjutkan sekolah di kampung halamannya sendiri.
Di kampung halaman Anto, ada juga Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang baru di buka beberapa tahun yang lalu.
Namun Anto berkeinginan beda dari orang tuanya. Mungkin ia ingin mencari pengalaman baru di tempat dan daerah kota.
***
Pagi semakin cerah seperti biasa segelas kopi dan jagung titi menjadi menu pembuka bagi Anto membuka hari.
Setelah melewati hari-hari dalam kesendirian, Anto merasa bahwa ia harus melalukan sesuatu untuk mengisi hari-hari, sebagai suatu persiapan baginya untuk menyambut hari esok.
Ada suatu keinginan dari dalam dirinya untuk bisa memiliki uang. Oleh karena itu, Anto mulai berusaha untuk bagaimana bisa mendapatkan uang.
Hari terus mengayunkan langkah dan waktu terus berputar. Anto mulai berusaha untuk keluar dari kesendiriannya dan bekerja membatu orang lain.
Awalnya ia berpikir untuk bisa belajar menjadi seorang tukang bangunan, namun rasanya ini agak susah baginya.
Anto juga selalu mempunyai waktu untuk membantu kedua orangtuanya.
***
Hari mulai berganti hari demikian bulan berganti bulan, ada suatu kerinduan besar bagi Anto untuk kembali mejadi seorang siswa lagi.
Musim kemiri sudah tiba, dan pohon-pohon mulai tersenyum dalam pancaran hijaunya daun yang menghiasi alam.
Pagi-pagi sebelum fajar menuju ke pertengahan langit. Anto sudah berangkat menyusuri jalan-jalan kearah pegunungan.
Embun masih menghinggap di jelaga daun, tak peduli dinginnya pagi. Jengkrik masih berbunyi menyambut pagi, bersama burung-burung yang besuara menyambut mentari.
Anto terus berjalan menuju ke sebuah podok lama di bawah rimbunan pohon-pohon yang mengapitinya.
Sejuk, segar, hening dan jauh dari keramaian. Pondok di pinggir kebun untuk tempat berteduh setelah bekerja.
Di sekitarnya, terlihat berbagai jenis pohon-pohon yang rimbun menghias.
Dalam langkah penhu harap, Anto mulai menyusuri rimbunan-rimbunana pohon, dengan parang ditangan sambil membersihkan secara perlahan-lahan.
Satu per satu mulai dipungutnya buah kemiri yang sudah jatuh. Tak ada kata lelah dan bosan. Anto terus bekerja sepanjang hari.
Namun tidak dapat dipungkiri untuk sebuah mimpi yang masih menjadi mimpi dalam tekad untuk kembali menjadi seorang siswa.
Mentari tak dapat terlihat karena terhalang pepohonan yang rimbun. Jarum sudah menunjuk pada angka 12, artinya jam makan sudah tiba.
Tak banyak yang diperoleh dari hasil pencarian pertama. Sepiring nasi dengan sepotong ikan, dan sebotol air menemani anto di bawah lumbung sepi penuh hening.
***
Satu cerita di saat Anto harus berjalan lewat di depan sekolah. Ada rasa malu, kecil, dan tak pantas.
Apalagi Anto sekarang bukan seorang anak sekolah. Anto hanyala seorang anak yang tak berpendidikan.
Kerja sehari-hari masih belum jelas, sehingga tidak heran bila kadang Anto harus menghabiskan waktu di rumah sendirian, atau juga membantu orang-orang sekitar yang sedang bekerja.
Tidak ada cerita yang lebih indah selain cerita-ceritanya bersama hari-hari yang ia lalui.
Menghabiskan waktu sendiri yang kadang hanya ditemani secangkir kopi.
***
Kali ini Anto harus berganti pekerjaan menjadi seorang pemelihara rumput laut.
Berjalan melewati Gedung sekolah, apalagi di saat sedang ada kegiatan belajar-mengajar, membuat Anto kadang kurang percaya diri.
Kadang Anto harus mengambil alternatif lain dan sebisa mungkin melewati jalan lain.
“Saatnya kau harus bangkit dan berjuang” gumam Anto dalam hatinya.
Hidup dalam kesendirian di tengah pergolakan dan rasa ketidak pantasan sempat membuat Anto putus asa, dan hanya selalu berimajinasi dalam hayal.
Namun, pengalam kesendirian dalam hari-harinya, telah memberikan suatu kekuatan baginya.
Di tengah keterpurukan, keterangsingan, dan hampir kehilangan masa depan, Anto selalu berharap untuk suatu nanti ia akan menjadi lebih baik.
Rasanya Anto mulai bahagia sebagai seorang pemeliharan rumput laut. Kadang harus bermalam untuk menjaga dan bekerja mengurus rumput laut.
Meski harus tertatih-tatih Anto tetap semangt dan selalu optimistis, bahwasannya suatu saat nanti ia akan kembali sekolah dan menjadi orang yang lebih baik.
***
Tak dapat disangka bahwa kadang ada kritik dan bahkan hujatan yang harus diterima.
Namuan sekali lagi dalam keheningan Anto selalu menerima semuanya, dan yakin bahwa suatu saat nanti akan menjadi orang yang baik.
Awal yang hampir membuat putus asa, namun pengalaman hari-harinya bersama waktu dengan segelas kopi hangat memberi inspirasi dan kekuatan baginya akan sesuatu yang lebih baik di masa depannya.
“Aku akan kembali bersekolah dan setidaknya aku bisa menjadi orang baik, karena sukses itu tidak menunjuang. Aku akan kembali bersekolah dan menjadi orang yang lebih baik, tetapi bukan untuk mengharapkan sebuah penghargaan dari kesuksesanku,” ungkap Anto.