Ruteng, Vox NTT- Rofinus Halut adalah salah satu karyawan yang mengabdi di salah satu perusahaan kayu swasta di Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia tercatat sebagai karyawan tetap di perusahaan tersebut sejak tanggal 08 Februari tahun 1999. Hingga kini, usia pengabdian Rofinus sudah 22 tahun.
Sejak awal pengabdian, ia sama sekali tidak memiliki Surat Perjanjian Kontrak (SPK) dengan pihak perusahaan. Bahkan, hingga usia pengabdian yang ke 22 tahun pun surat itu tidak berhasil dikantonginya.
Namun demikian, perjanjian lisan menjadi satu-satunya modal bagi Rofinus untuk mendedikasikan waktu dan tenaga untuk kerja.
Selama Rofinus mengabdi, ia kerap memanfaatkan waktu di luar jam kerja. Walau demikian, ia tidak pernah menghitung itu menjadi upah lembur.
Ia benar-benar memberlakukan perusahaan seperti halnya milik sendiri. Penuh loyalitas dan tanggung jawab. Tidak heran kalau teman-teman seangkatan Rofinus sudah memanen hasil komoditi yang ditanam di kampung.
Namun, ia sendiri tidak mempunyai waktu untuk menanam karena waktunya dihabiskan untuk bekerja di perusahaan tersebut.
Berkat kerja keras Rofinus, ia berhasil mengantar perusahaan bernama CV. Surya Ruteng menjadi perusahaan yang berpenghasilan.
Tidak heran, ketika beberapa kali perusahaan mengganti tempat operasi, Rofinus tetap dipercayakan menjadi karyawan.
Ia pun meyakini bahwa kepercayaan yang diberikan perusahaan kepadanya merupakan buah dari ketekunan dan kerja kerasnya.
Namun, cerita kesetiaan Rofinus berakhir setelah pemilik perusahaan mengalihkan status kepemilikan usaha tersebut.
Sebelumnya, pemilik perusahaan tersebut adalah Yohanes Tunti. Namun, Yohanes kini pindah ke Manado dan mengalihkan kepemilikan perusahaan ke anaknya yang bernama Sandi Tunti.
Cerita pengalihan kepemilikan ini menjadi kisah akhir perjalanan Rofinus di perusahaan tersebut. Rofinus dipecat tanpa argumentasi yang jelas dari Sandi Tunti.
Kisah Pemecatan
Memasuki bulan Februari tahun 2021 yang lalu, Rofinus masih menjalani kerja seperti biasanya. Namun, saat masih kerja ia tiba-tiba mengalami kerasukan di tempat kerja.
Kondisi itu membuat Rofinus pulang ke kampung di Desa Wudi, Kecamatan Cibal untuk menjalani pengobatan terapi.
Cerita pengobatan Rofinus sudah diketahui oleh pihak perusahaan. Hal itu disebabkan karena sebelum Rofinus pulang, ia terlebih dahulu meminta izin kepada pihak perusahaan.
Beberapa hari setelahnya, pihak perusahaan menyerahkan uang sebanyak Rp500.000 untuk membantu membiayai pengobatan Rofinus.
Awalnya, Rofinus menolak uang tersebut karena dinilai terlalu banyak dan di luar dari kebiasaan perusahaan. Adapun kebiasaan perusahaan yang dimaksudkan Rofinus yakni setiap ada karyawan yang sakit, perusahaan selalu memberikan uang sebanyak Rp100.000 untuk biaya pembelian obat.
Jadi, walau perusahaan tidak mengurus BPJS ketenagakerjaan namun mereka selalu memberi uang Rp100.000 untuk setiap karyawan yang sakit.
Rofinus pun akhirnya menerima uang itu setelah bos yang di Manado menginformasikan bahwa itu uang untuk biaya obat.
Setelah Rofinus menjalani pengobatan, ia pun kembali ke perusahaan untuk kerja. Namun, saat itu sakit yang dialami Rofinus ternyata belum sepenuhnya pulih.
Ia kembali mengalami kerasukan di tempat kerja. Ia pun akhirnya terpaksa pulang kampung agar kembali menjalani pengobatan.
Namun, karena diyakini bahwa sakit yang diderita Rofinus bakal sulit untuk disembuhkan, ia akhirnya meminta izin ke perusahaan untuk tidak masuk kerja dalam durasi waktu yang cukup lama.
Apalagi, ada informasi bahwa di Makassar, ada terapi yang bisa menyembuhkan sakit seperti yang dialaminya.
Perusahaan pun mengizinkannya untuk berobat ke Makassar. Ia akhirnya ke sana.
Sekembalinya dari Makassar, ia merasa bahwa sakitnya sudah sembuh total. Ia kemudian memutuskan untuk mulai kerja lagi di perusahaan kayu milik Sandi.
Hari pertama kerja, Sandi mengarahkan Rofinus untuk melakukan terapi ke Romo Ompy di Ruteng. Rofinus pun menyetujui itu.
Tiga hari setelahnya, Rofinus masih bekerja normal di perusahaan seperti halnya karyawan lain. Namun, di luar dugaan Rofinus, ternyata saat itu juga ia dipecat oleh Sandi yang punya perusahaan. Adapun alasan dari pemecatan itu yakni karena perusahaan sepi.
“Saya kaget, padahal bapaknya dia sebelumnya tidak pernah memecat karyawan walaupun perusahaan sepi. Saya bertanya kepada dia, bagaimana dengan saya ini, apakah dipecat begitu saja? Dia menjawab, iya. Saya tanya masa tidak ada uang pesangon? Dia bilang tidak ada,” tutur Rofinus meniru ungkapan Sandi kepada VoxNtt.com, Minggu (25/07/2021).
Mendengar itu, Rofinus merasa bahwa jawaban Sandi sangat tidak masuk akal. Ia akhirnya menyampaikan ke Sandi bahwa masalah tersebut tidak berhenti sampai di situ saja.
Ia akan berjuang mencari kebenaran berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku tentang buruh. Ia pun mengadu ke Dinas Penanaman Modal Koperasi Usaha dan Tenaga Kerja (DPMKUT) Kabupaten Manggarai.
Pengaduan
Pada tanggal 11 Juni 2021 yang lalu, Rofinus mengadu ke DPMKUT Kabupaten Manggarai. Pengaduan itu disampaikan Rofinus melalui surat resmi yang di dalamnya menceritakan duduk masalah yang dialaminya. Ia merasa bahwa dirinya ditindas oleh karena haknya diabaikan oleh pihak perusahaan.
Menanggapi surat tersebut, pihak dinas kemudian mengundang Rofinus dan Sandi sebagai pemilik perusahaan untuk melakukan mediasi.
Namun, upaya mediasi pertama yang dijadwalkan tanggal 29 Juni tidak menemukan penyelesaian karena Sandi tidak hadir. Padahal, Rofinus bersama anaknya sudah mengindahkan undangan tersebut.
Tidak berhenti di situ, pihak dinas kemudian mengeluarkan undangan mediasi tahap dua. Jadwal mediasi kedua dijadwalkan tanggal 13 Juli kemarin.
Kala itu, Rofinus pergi dengan ditemani anaknya. Sandi pun juga ikut pergi mengikuti mediasi.
Namun, upaya mediasi berujung sia-sia lantaran Sandi masih bersikukuh untuk tidak mau bertanggung jawab terhadap pesangon yang merupakan hak dari Rofinus.
Bahkan, sampai mediasi ketiga yang dijadwalkan tangga 22 Juli kemarin, tidak ada penyelesaikan yang dihasilkan.
Dua orang mediator kala itu memberikan ruang kepada pihak perusahaan untuk menyampaikan tentang jumlah kesiapannya dalam membayar uang pesangon.
Namun, Sandi mengaku sejak ayahnya menyerahkan perusahaan tersebut, tidak ada sepeserpun uang yang diserahkan kepadanya.
Ayahnya hanya menyerahkan aset. Itulah alasan yang membuat Sandi untuk membangun kembali perusahaan dari awal.
Tidak hanya itu, Sandi juga menyampaikan bahwa ia dan orangtuanya yang sekarang di Manado sudah putus komunikasi.
Hal itulah yang juga membuat Sandi kesulitan untuk mencari uang agar memenuhi permintaan pihak Rofinus. Namun demikian, ia hanya mampu membayar sebanyak Rp500.000.
Sementara, pihak Rofinus meminta agar perusahaan harus membayar uang pesangon sebanyak Rp36.000.000. Mediasi yang dilakukan di ruang aula DPMKUT oleh Adrianus Jeku bersama Kepala Seksi Advokasi Patric Pu’ung kala itu juga berujung sia-sia.
Oleh karena itu, pihak dinas kemudian terpaksa menjadwalkan kembali mediasi dengan harapan agar kedua belah pihak menemukan penyelesaian. Jadwal mediasi keempat dilakukan pada Kamis, 29 Juli 2021 yang akan datang.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba