Labuan Bajo, Vox NTT- Meski mendapat banyak penolakan, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Pemkab Mabar) tetap dakar akan memberhentikan ribuan tenaga kontrak (teko) daerah dalam waktu dekat.
Padahal penolakan anggota DPRD dan beberapa lainnya cukup beralasan. Mereka menyebut kebijakan pemberhentian ribuan teko daerah di tengah pandemi Covid-19 malah akan menambah penderitaan dan pengangguran di Mabar.
Kendati mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak, Pemkab Mabar tetap bersikeras untuk membenahi tenaga kontrak dalam rangka efisiensi anggaran.
Wakil Bupati Mabar dr. Yulianus Weng bahkan menyebut, tenaga kontrak yang akan ‘dirumahkan’ tidak mungkin akan langsung mati.
“Tidak berarti begitu ‘dirumahkan’ lalu mereka (teko) mati,” ujar dr. Weng kepada VoxNtt.com di ruang kerjanya, Jumat (27/07/2021).
Menurut dia, keputusan yang diambil Pemkab Mabar untuk memberhentikan ribuan teko tidak semena-mena dan tidak suka-suka. Semuanya memiliki banyak pertimbangan.
“Kita tidak semena-mena, tidak suka-suka tentu banyak pertimbangan-pertimbangan kita,” tegas dr. Weng.
Ia menegaskan, penolakan berbagai pihak beserta dasar argumentasinya itu merupakan hak mereka.
“Hak setiap orang berpendapat ada yang terima ada yang tidak terima itu kan hak mereka,” ungkapnya.
“Tapi kami juga punya kewajiban dalam rangka efisiensi anggaran untuk coba kita membenahi tenaga kontrak ini,” imbuh dr. Weng.
Mantan Kadis Kesehatan Manggarai itu menyebut, pembenahan yang dilakukan mungkin dari sistem perekrutan tenaga kontrak.
“Mungkin saja dari sistemnya yang kita benahi. Misalnya bagaimana proses perekrutan tenaga kontrak ini, yang saya tahu selama inikan diterima saja tanpa ada proses perekrutan dengan cara apa. Apakah mereka diseleksi kan tidak ada. Jadi kita mau supaya proses seleksi proses yang baik maka kita berharap juga outputnya juga baik,” ujarnya.
Kader Partai Golkar ini menjelaskan, jika proses seleksi dilakukan dengan baik, maka tidak akan ada lagi tenaga kesehatan yang berkerja tanpa Surat Tanda Registrasi (STR). Atau pun Guru yang mengajar hanya memiliki ijazah SMA.
“Kalau diseleksi dengan baik kan tidak mungkin ada lagi tenaga kesehatan yang tanpa STR bisa bekerja. Kan begitu! Tidak ada lagi tenaga tamat SMA yang bisa mengajar, kan kalau kita seleksi. Tapi kalau tidak seleksi ya kan memang kalau dibuat proses ini kan pasti ada satu dua tiga yang, oh ini kan bikin aneh tapikan aturan begitu. Mungkin ke depan kita seleksi transparan begitu. Jangan diam-diam saja. Yang kami butuh ini, kalau kamu memenuhi kualifikasi tidak apa-apa,” ungkapnya.
Selain anggota DPRD, beberapa pengamat juga tidak setuju dengan rencana tersebut. Kendati demikian kata dia, Pemkab Mabar tetap melakukan evaluasi sehingga keputusan yang diambil tidak dinilai semena-mena.
“Tapi kita tetap melakulan evaluasi, sehingga nanti tidak semenah-menah kita putuskan, kita akan pertimbangan secara matang, apalagi saat ini kondisinya Covid lalu sulit mencari pekerjaan. Mereka juga mungkin punya anak, punya istri punya suami, tapi saya yakin juga mereka ini di rumah pastilah punya penghasilan, punya rumah, punya kebun,” tegasnya.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba