Ruteng, Vox NTT- Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng siap menggelar Konferensi Internasional bernama The First International Conference on Humanities, Education, Language and Culture (1st ICHELAC).
Konferensi Internasional ini akan menghadirkan 6 (enam) pembicara kunci yang berasal dari beberapa negara, yaitu Tamara Soukotta (Leiden University, Netherland), Prof. Mustari Mustafa (Bangkok, Thailand), Dr. Fidelis Regis Waton (Germany), Prof. H. Yahya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D. ( UPI Bandung, Indonesia), Prof Dr. Ni Made Ratmaningsih, M.A (Universitas Pendidikan Ganesha, Bali-Indonesia), dan Dr. Yohanes S. Lon, M.A (Unika Santu Paulus Ruteng, Indonesia). Selain itu, 30-an presenter lain juga akan menyajikan papernya dalam konferensi ini.
“Fakultas dengan bangga menyelenggarakan konferensi internasional ini sebagai sebuah forum akademik penting di tengah gempuran pandemi Covid 19, sebagai medium diseminasi pengetahuan,” ungkap Dekan FKIP Unika Santu Paulus Ruteng Dr. Maksimus Regus, S.Fil., M.Si., melalui pesan WhatsApp, Kamis (29/7/2021).
RD Meks, sapaan Dr. Maksimus Regus, S.Fil., M.Si., menambahkan, terkait dengan tema konferensi ini, Fakultas mengucap terima kasih kepada pimpinan lembaga Unika Santu Paulus Ruteng, pembicara kunci, dan presenter dan peserta serta semua panitia penyelenggara Konferensi Internasional.
Konferensi Internasional yang akan berlangsung secara daring tersebut akan dilaksanakan selama dua hari, yaitu tanggal 30 dan 31 Juli 2021.
Sementara itu, Dr. Marianus M. Tapung, S. Fil., M. Pd., selaku ketua panitia melalui keterangan resmi yang diterima media ini, mengatakan, pandemi Covid-19 telah memberi tantangan besar bagi pelaksanaan pada berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali pendidikan.
“Kebijakaan pemerintah dalam menerapkan penjarakan fisik dan sosial, serta belajar dari rumah berakibat pada perubahan pola pembelajaran. Pola sebelum pandemi lebih banyak dilakukan melalui tatap muka atau di luar jaringan (luring), namun saat pandemi lebih banyak menggunakan moda dalam jaringan (daring),” terang Dr. Manto.
Manto menambahkan, perubahan model dan pola pembelajaran berdampak besar pula terhadap strategi, pendekatan, metode dalam hal input, proses dan penilaiaannya. Termasuk bagaimana upaya pemerintah, satuan pendidikan dan masyarakat membuat prakondisi dan mengadakan secara optimal infrastruktur akses jaringan internet dan kouta paket pulsa.
Di satu sisi, kata Manto, pola daring ini memberi manfaat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi, serta menghemat waktu dan tenaga, dan kemandirian siswa. Namun pada sisi lain, kualitas dan mutu pembelajaran menjadi taruhannnya.
“Adanya kecenderungan anonimnitas pendidikan dan hilangnya hakekat pembelajaran menjadikan tantangan tersendiri bagi masyarakat pendidikan, seperti pembelajar (dosen/guru), pebelajar (mahasiswa/siswa), orang tua dan masyarakat. Belajar lepas (loose learning) melalui online/daring bisa berdampak pada menciptakan kemandirian dan memupuk kreativitas digital yang tinggi dalam mencari sumber belajar, namun pada sisi lain; ruang fisik dan psikologis menjadi hampa, yang menyebabkan ranah empati sebagai manusia menjadi hilang tak bermakna,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Manto menjelaskan, tujuan utama Konferensi Internasional ini adalah pertama untuk mengembangkan wawasan dan meningkatkan kompetensi pembelajar (dosen/guru) dalam menjalankan kegiatan pembelajaran selama dan sesudah masa pandemi Covid-19 dalam konteks dan skala internasional.
Kedua, untuk mengembangkan inovasi mutakhir dalam bidang pembelajaran yang kontekstual.
Dr. Manto juga menyebutkan, bahwa narasumber dalam Konferensi Internasional ini adalah para peneliti dan akademisi dalam negeri dan beberapa dari luar negeri.
Sedangkan, peserta Konferensi Internasional ini terbuka untuk dosen, guru, praktisi, mahasiswa (S1, S2, dan S3), pemerhati teknologi pembelajaran dan pemerhati pendidikan.
Penulis: Leo Jehatu
Editor: Ardy Abba