Labuan Bajo, Vox NTT- Wacana ‘merumahkan’ ribuan tenaga kontrak (teko) oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Pemkab Mabar) sudah masuk jalan baru.
Tampaknya Pemkab Mabar tidak lagi kukuh untuk memecat ribuan teko daerah tersebut di tengah pandemi Covid-19 yang masih merebak.
Mereka kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Mabar tentang Pengaturan Jam Kerja Tenaga Kontrak (Teko) Daerah pada Kamis (29/07/2021) lalu.
Dampak terhadap pengaturan ulang jam kerja tersebut adalah honor para teko daerah dipangkas hampir mencapai 50%.
Semula para teko diberi honor 1.950.000 tiap bulannya, kini berdasarkan SK Bupati tersebut, para teko hanya mendapatkan honor 1.000.000 tiap bulannya.
Keputusan Pemda Mabar tersebut memantik beragam kritikan netizen facebook. Pemilik akun ‘Niko Kelani’, misalnya, menegaskan keputusan tersebut menunjukan ketidakmampuan Pemda dalam mengatasi suatu masalah.
Menurut Niko Kelani, keputusan Pemda Mabar untuk memotong honor para teko bukan solusi, melainkan eksekusi.
Jika keputusan ini jalan satu-satunya, maka kata dia, harus bersifat adil. Artinya, tidak hanya para teko daerah yang menjadi korban karena honornya dipotong. Gaji anggota DPRD dan lainnya juga harus dipotong dengan persentase yang sama.
“Keputusan tsb justru menunjukan KETIDAKMAMPUAN PEMDA mengatasi suatu masalah.Itu bukan SOLUSI melainkan bentuk tindakan EKSEKUSI.Kalaupun itu satu satunya jln terakhir harus bersifat adil,artinya jangan hanya gaji TKD yg dipotong/yg jdi korban.Gaji anggota DPRD dan yg lainnya jga hrs dipotong dgn prosentase yg sama,” tulis Niko Kelani di fanpage VoxNtt.com.
Ia mengomentari itu sebagai respons atas postingan link berita VoxNtt.com berjudul “Mulai Agustus Gaji Teko di Lingkup Pemkab Mabar Dipotong Hampir 50 Persen”
Tidak hanya Niko Kelani, pemilik akun
Marsel Elbarca Seda juga ikut menyoroti keputusan Pemda Mabar tersebut.
Masih dalam postingan itu, Marsel menegaskan, seharusnya yang dipotong adalah biaya perjalanan dinas dalam daerah dan luar daerah dari para pegawai dan Anggota DPRD. Ia pun menyangsikan kebijakan itu berlaku di kabupaten yang sudah menjadi daerah super premium itu.
BACA JUGA: Pemkab Mabar Atur Ulang Jam Kerja Teko
“Seharusnya yang dipotong itu biaya perjalanan dinas dalam daerah dan luar daerah dari kalian dan Anggota DPRD. Bukannya PAD Mabar itu besar dari pajak bumi, bangunan, restoran, hotel, dll? dan juga sudah 3 tahun ini mendapat dana insentif daerah (DID) yang puluhan milyar karena dapat predikat WTP dlm pengelolaan keuangan? Kabupaten super premium kok begini hasilnya? Hhhh…,” tulis pemilik akun Marsel Elbarca Seda.
“Miriiiiiissss, n sediiiiiiiihhhhh,” komentar pemilik akun Etha Jinus.
BACA JUGA: Pecat Ribuan Teko, Edi-Weng Ingkar Janji Kampanye?
Sementara pemilik akun Komodo Fishing mengharapkan agar Wabup Mabar Yulianus Weng berpikir jernih di balik kebijakan pemotongan gaji para teko daerah.
Komodo Fishing menyangsikan keberlangsungan hidup para teko setelah dipotong gajinya. Apalagi biaya hidup di Mabar yang menurut dia, sangat fantastis.
“Semoga Bapak berpikir jernih tentang potong gaji teko di Mabar ini,,,karna dengan biaya kebutuhan di labuan bajo yg sangat fantastis ,dengan hak mereka yg di peroleh ,,apakah cukup?apakah tidak ada solusi lain,,selain pangkas hak dari teko ini,,,ππ,” tulis Komodo Fishing.
Pemilik akun facebook Yohanes Jehadu juga mengomentari hal senada. Menurut dia, gaji 1.950.000 tiap bulan saja tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi memotong dan hanya menerima 1.000.000 per bulan.
Yohanes menegaskan, kebijakan tersebut justru menciptakan kegaduhan di tengah wabah Covid-19 yang berdampak pada terganggunya kesehatan dan perekonomian masyarakat.
Sebab itu, ia meminta keputusan Bupati Mabar terkait para teko daerah direvisi kembali.
“Gaji 1.950.000 utk kebutuhan sehari – hari tdk cukup .apalagi diberi gaji 1000.000 per bln utk tenaga kontrak.
INI justru menciptakan kegaduhan masyarakat ditengah wabah yg menimpah kesehatan masyarakat dan perekonomian.Tolong ingat kembali janji politik saat berkampanye. Pemkab ambar justru dgn sengaja menciptakan pengangguran ditengah situasi pandemi yg justru berakibat merosotnya ekonomi masyarakat. Tolong REVISI KEMBALI KEBIJAKAN ITU,” tulis Yohanes Jehadu.
Pemilik akun Aldina Nes mengaku tidak sanggup berkomentar karena ia telah menyaksikan dan hidup bersama para teko. Mereka, kata dia, berjuang dalam segala keterbatasan demi sesuap nasi untuk kelangsungan hidup.
“Aduh aku ta sanggup utk beri komen karena aku sendiri telah menyaksikan dan hidup bersama para teko,Mereka berjuang dlm segala keterbatasan demi sesuap nasi utk kelangsungan hidupππsatu pesan sy kalau kalian mau banting setir menekuni pekerjaan baru dg penu sabar dlm tekad yg kuat dan tulus karena dimana ada kemauan pasti disitu ada jalan.Berdo’alah selalu minta pertolongan Tuhan.Salam semangat!!!ππ,” tulis Aldina Nes.
Sementara pemilik akun Noa Dao berharap kebijakan Pemda Mabar dalam memotong honor para teko daerah harus sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR). Sebab jika tidak, maka rawan digugat.
“Mudah-mudahan besarnya seperti UMR Sbab kalau lebih kecil dari UMR rawan di gugat,” tulis Noa Dao.
Penulis: Ardy Abba
Screenshot komentar netizen facebook