Kupang, Vox NTT- Polemik pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, terus bergulir.
Belum lama ini, Komite Warisan Dunia UNESCO meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan semua proyek infrastruktur pariwisata di kawasan TNK.
Permintaan tersebut tertuang dalam dokumen Komite Warisan Dunia UNESCO bernomor WHC/21/44.COM/7B yang diterbitkan setelah konvensi online pada 16-31 Juli 2021.
Hingga kini gelombangan penolakan terus mengalir dari berbagai pihak. Salah satunya Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman.
Menurut Ferdy, UNESCO ingin merawat kelangsungan Komodo, sementara Presiden Joko Widodo dan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ingin menyerahkan pengolahan Taman Nasional Komodo ke konglomerat dan oligarki.
Ia menjelaskan, ada dua logika berpikir berbeda dan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup biawak ajaib Komodo di Tanah Congka Sae.
Pertama, pemerintah beranggapan bahwa TNK perlu dibangun infrastuktur dengan cara mengundang investor agar merawat TNK dan membuat pengunjung nyaman, komodo berkembang.
Kedua, UNESCO tidak ingin ada segala macam pembangunan yang merusak alam karena ditakutkan Komodo akan punah.
“Lebih mengerikan ternyata informasi UU Omnibus Law menjadi pertimbangan UNESCO dalam urusan AMDAL, karena Undang-undang itu sangat pro investor,” ujar Ferdy dalam Channel Youtube, Narasi dari Timur.
Ia menjelaskan, sejak diumumkan oleh pemerintah, sebagian pihak mengungkapkan kekhawatiran pembangunan proyek pariwisata Jurassic Park dan pembangunan lainnya yang mengancam kelestarian ekosistem dan konservasi satwa langkah Komodo.
UNESCO, lanjut Ferdy, berpikir kelangsungan hidup Komodo. Sementara pemerintah Joko Widodo dan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat berpikir bagaimana mendatangkan banyak uang dan pengunjung yang masuk ke TNK agar meningkatkan penerimaan Negara, yang mana proyeksinya sebesar Rp24 triliun tahun 2004.
Pemerintah model begini sering dikatakan oleh parah ahli sebagai “Centeng” Negara yang mengabdi kepada kaum pemodal.
“Saya tentu lebih percaya logika UNESCO karena lebih holistik dan komperenshif melihat persoalan, sementara logika Presiden Jokowi dan Gubernur Laiskodat tentu saya tak percaya,” tegasnya.
“Betapa picik dan jahatnya cara berpikir seorang Presiden Jokowi dan Gubernur Laiskodat memandang manusia, jadi hentikan segala macam kebijakan perusak habitat Komodo,” tutup Ferdy
Penulis: Eman Nok
Editor: Ardy Abba