Ruteng, Vox NTT- Proses penerimaan guru di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Lelak, Kecamatan Lelak Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), menuai aksi protes tokoh masyarakat setempat.
Aksi protes itu ditempuh masyarakat lantaran sikap Kepala Sekolah (Kepsek) yang menerima guru baru dengan jurusan Bahasa Indonesia. Guru tersebut belum diwisuda karena baru saja tamat. Ia pun kini sudah mengajar.
Sementara, pada tahun 2019 yang lalu beberapa orang sarjana mengajukan lamaran. Salah satu pelamar adalah seorang sarjana berjurusan Bahasa Indonesia. Namun, lamaran sejumlah sarjana tersebut kemudian ditolak dengan alasan kuota guru sudah penuh.
Atas dasar itu, beberapa tokoh masyarakat pada Rabu (11/08/2021) mendatangi Kepsek SMAN 1 Lelak untuk meminta pertanggungjawaban terkait penjaringan guru di sana.
Masyarakat menilai bahwa proses penjaringan guru sangat tidak transparan dan sarat nepotisme. Hal itu dilihat dari hubungan darah antara guru yang baru saja masuk dengan pihak sekolah. Mereka memiliki kedekatan keluarga.
Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan kebijakan sekolah yang menempatkan sarjana berijazah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di sekolah tersebut. Sarjana berijazah PGSD tersebut merupakan anak kandung dari kepala sekolah. Kebijakan itu dinilai masyarakat melanggar regulasi karena guru SD ditempatkan di SMA dan juga sarat nepotisme.
“Mengapa harus menerima yang berjurusan PGSD, sementara kita masih memiliki sarjana yang layak ditempatkan di SMA? Kami menduga bahwa ada masalah besar di SMAN 1 Lelak sehingga butuh guru yang memiliki hubungan darah dengan pihak Kepsek dan guru supaya masalah itu ditutup,” ujar Kanisius Mpoo, tokoh masyarakat Desa Bangka Lelak di Rumah Adat Gendang Wakel, Rabu (11/08/2021) siang.
Sementara itu, Kepala SMAN 1 Lelak, Benediktus Patut, menepis tuduhan masyarakat yang menyebut bahwa ia terkesan tidak profesional dalam melakukan penjaringan guru karena sarat nepotisme.
“Tidak ada sarat nepotisme karena yang datang lamar itu semuanya ada hubungan keluarga. Kalau toh mereka katakan, tidak berarti itu benar. Tapi sudah ada hubungan dan dari kampung yang sama,” ujarnya.
Ia menjelaskan, terkait perekrutan guru di SMAN 1 Lelak, itu menjadi tugas dan wewenangnya sebagai kepala sekolah sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur.
“Tentu sesuai analisis kebutuhan dari tahun ke tahun. Setelah dianalisis itu kan banyak lamaran yang masuk, saya harus pertimbangkan sematang-matangnya dan biasanya pertimbangan itu pada akhirnya saya lihat IPK dan asal perguruan tinggi,” ujarnya.
Ia juga mengaku bahwa pada tahun sebelumnya ada sarjana yang datang melamar. Namun ia memilih menolak dengan alasan bahwa berdasarkan hasil analisis kebutuhan kala itu, guru Bahasa Indonesia belum dibutuhkan.
Sementara pada tahun 2021 ini, murid di sekolah tersebut banyak. Rombongan belajar pun sudah masuk kategori cukup. Mereka menyepakati untuk menambah guru berjurusan Bahasa Indonesia yang baru saja tamat.
“Mengapa saya terima, pertama dia waktu PPL-nya di sekolah, saya lihat kemampuannya, habis itu guru-guru juga turut mendukung bahwa cukup baik dan kalau misalnya ke depan butuh guru kita harus terima ini karena dia mengajarnya bagus,” tambah Benediktus.
Ia juga menyampaikan bahwa terhadap keputusan sekolah yang menerima sarjana berjurusan PGSD, itu bukanlah masalah serius karena bertugas sebagai pegawai perpustakaan.
“Benar ada tapi bukan untuk tenaga pengajar melainkan untuk pegawai. Dia pegawai perpustakaan dan tidak mengajar. Tidak ada soal, jangankan sarjana tamat SMA juga bisa, tergantung kebutuhan,” tambahnya.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba