Ruteng, Vox NTT– Kebijakan pemberian insentif Covid-19 oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Ben Mboi Ruteng dr. Imaculata V. Jelulut menuai polemik di antara para tenaga kesehatan (Nakes).
Para Nakes yang tidak menerima kebijakan tersebut langsung mengambil langkah dengan menyurati Bupati Manggarai Herybertus G.L. Nabit perihal keberatan terhadap penerimaan insentif periode Januari hingga April tahun 2021.
Dalam surat perihal keberatan tersebut tertuang payung hukum bagi Nakes dalam menerima insentif Covid-19. Adapun payung hukum dimaksud yakni Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) bernomor HK.01.07/MENKES/4239/2021.
Sedangkan besaran santunan yang termuat di KMK antara lain yakni Dokter Spesialis sebesar Rp15.000.000, Dokter spesialis, Peserta PPDS Rp12.500.000,00, Dokter Umum dan Dokter Gigi Rp10.000.000,00, Bidan dan Perawat Rp7.500.000,00, dan Tenaga Kesehatan Lainnya Rp5.000.000,00.
Namun, fakta yang terjadi di lapangan, pemberian insentif yang dilakukan oleh Direktur RSUD Ruteng tidak sesuai dengan yang tertuang dalam KMK.
Tidak hanya itu, pemberian insentif juga mengabaikan prosedur yang termuat dalam KMK yakni tidak melalui penandatanganan SPJ dan verifikator
Padahal, sejumlah Nakes yang menyampaikan keberatan tersebut juga kerap berhadapan langsung dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 karena posisi mereka berada di ruang IGD RSUD Ruteng.
Atas dasar itu, 33 Nakes yang terdiri dari Dokter, Perawat, Bidan serta Verifikator mengajukan surat keberatan kepada Bupati Manggarai dengan maksud agar Bupati turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.
Tidak berhenti di situ, 33 Nakes juga menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah anggota DPRD Manggarai.
Menanggapi langkah RDP tersebut, Bupati Nabit marah dengan sejumlah Nakes yang melakukan RDP.
Menurutnya, langkah 33 Nakes dengan menggelar RDP di DPRD adalah sebuah tindakan memalukan.
Tidak hanya itu, langkah sejumlah Nakes juga menurutnya, berpotensi membangkitkan spekulasi publik tentang praktik di rumah sakit yang sengaja meng-covid-kan orang.
“Jadi saya bicara spesifik, terutama untuk tenaga kesehatan ya. Saya mengarah ke sana ya hari ini. Saya kecewa sekali karena kita masih menyelesaikan soalnya terus tiba-tiba melompat ke sana ke mari, tiba-tiba rapat dengar pendapat,” kata Bupati Nabit dalam kesempatan menyampaikan sambutan pada kegiatan pelantikan pejabat eselon II B, Rabu (01/09/2021).
“Dan untuk tenaga kesehatan saya sampaikan hati-hati bicara insentif. Sebab ketika kita ribut soal insentif maka orang luar mengatakan berarti benar ini omong meng-covid-kan. Kalau ada satu orang kena Covid berarti ada pendapatan,” tambahnya.
Bupati Hery kemudian menyampaikan bahwa sampai sejauh ini dia bersama Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut sedang berupaya mencari jalan keluar.
Namun demikian, ia turut kecewa dan menyayangkan langkah para Nakes yang membawa persoalan tersebut ke DPRD.
“Bupati dan wakil bupati lagi cari jalan cari solusi tiba-tiba sudah melompat ke DPRD nanti mentok di DPRD balik lagi ke saya, saya sudah tidak mau urus kalau begitu. Kamu sudah cari orang lain dulu baru kalau mentok baru cari ke saya oh no, silakan urus sendiri saya tidak,” katanya.
Menanggapi polemik tersebut, Ketua PMKRI Cabang Ruteng Santu Agustinus Hendrikus Mandela pun ikut berkomentar.
Ia menilai bahwa polemik terkait insentif Covid-19 di RSUD Ruteng yang berujung RDP di Lembaga DPRD merupakan bukti lemahnya kemampuan dr. Imaculata V. Jelulut sebagai direktur dalam memanajemen setiap dinamika dan persoalan internal di rumah sakit.
Bahkan, lanjut Mandela, polemik lemahnya manajemen tidak hanya terjadi kali ini melainkan juga pada persoalan yang terjadi sebelumnya, yakni tidak adanya sekat pembatas antara pasien Covid-19 dan pasien umum di ruang IGD.
“Beruntung ada anggota DPRD yang menemukan persoalan itu sehingga disuarakan ke publik untuk dilakukan pembenahan,” ujar Mandela, Sabtu (04/09/2021) malam.
Untuk itu, Mandela meminta Bupati Manggarai untuk segera mencopot Direktur RSUD Ben Mboi Ruteng demi pembenahan manajemen yang lebih baik.
Mandela juga menyampaikan bahwa terkait pemberian insentif Covid-19 kepada para Nakes semestinya direktur harus mengacu pada payung hukum yang berlaku yakni KMK No. HK.01.07/MENKES/4239/2021.
“Petunjuk teknis KMK sudah jelas mengatur tentang pemberian insentif Nakes tapi direktur mengabaikan hal tersebut,” tambahnya.
Mandela juga mempertanyakan terkait keberadaan Dewan Pengawas Rumah Sakit dalam memanajemen persoalan internal dan mengawasi rumah sakit.
“Dalam persoalan yang terjadi di RSUD Ben Mboi mestinya Dewan Pengawas mengambil peran dan bertanggung jawab penuh. Namun sayangnya dalam polemik di RSUD Ben Mboi, tampak sekali bahwa Dewan Pengawas tidak punya taring. Padahal dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit tertuang jelas tugas Dewas RS,” tutupnya.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba