Oleh: Benediktus Y.L Missa
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Secara etimologis Pancasila berasal dari dua kata bahasa Sansekerta yaitu “panca” dan “sila”. Panca berarti lima dan sila berarti asas atau prinsip.
Dengan demikian Pancasila adalah lima prinsip atau asas yang menjadi pedoman dalam seluruh proses pengembangan bangsa Indonesia.
Kelima sila Pancasila terbentuk dari sejarah, pola hidup dan peradaban yang sudah ada dan telah lama berkembang dalam lingkup masyarakat Indonesia.
Dalam sila petama Pancasila” Ketuhanan Yang Maha Esa “, memberikan gambaran bahwa Pancasila yang adalah dasar negara memiliki keterkaitan sangat erat dengan sistem keTuhanan yang dilihat sebagai suatu tolak ukur terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila dan agama pada dasarnya memiliki peranan yang khas dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Agama berperan dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat yang dibentuk dengan pola kerohanian tiap-tiap agama.
Sedangkan Pancasila lebih mengarah pada upaya pemahaman ideologi bernegara.
Agama adalah suatu tempat, di mana tiap-tiap orang mampu untuk mengelola kepribadian, tempat di mana seseorang dibekali mental spiritualitas yang menjadi tumpuan kehidupan dalam keseharian hidup.
Pancasila adalah naungan dari seluruh keberagam itu sendiri, yang mengupayakan keseragaman tata kelola kehidupan dalam lingkup agama, budaya, bahasa, suku, dan ras sesuai sistem kenegaraan agar memiliki satu tujuan yang sama.
Antara agama dan Pancasila terjalin suatu hubungan baik. Keduanya saling dukung dan menerima.
Pancasila menerima dan mengakui sistem keTuhanan (agama) dan agama pun menghargai nila-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kesemuanya ini mewakili keharmonisan antara agama dan Pancasila.
Namun akan lain ceritanya apabila antara agama dan Pancasila justru dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Misalnya; bukannya menerima keasliannya tetapi malah menambah, merubah, bahkan menghapus inti dan fungsi dari Pancasila dan agama itu sendiri.
Hal inilah yang menimbulkan suatu sikap intoleransi hingga menjurus pada adanya jurang pemisah yang dalam antara agama dan Pancasila.
Keduanya sekan tak pernah saling menopang dalam upaya mengusahakan keharmonsan hidup masyarakat.
Pancasila yang mulanya beriringan dengan agama dalam satu tujuan, malah berbelok mencari arahnya masing-masing.
Hal itu diakibatkan dari adanya kesalahan dalam pemanfaatan dan penafsiran arti dari Pancasila dan agama yang sebenarnya.
Munculnya sikap individualisme yang berbeda penafsiran dalam suatu kelompok menjadi retakan awal hancurnya suatu tembok pemersatu yang awalnya dibangun atas dasar jiwa persatuan dan kesatuan.
Pemahaman berbeda dari segelintir orang tentang ajaran agama dan inti Pancasila seakan menggoncang ideologi bangsa Indonesia.
Di mana, adanya upaya menggantikan ideologi bangsa Indonesia dengan didasari oleh ajaran dan pemahaman yang malah mengingkari kebhinekaan.
Bahkan sifatnya menyesatkan dan lebih mengedepankan individualisme, sehingga jelas bahwa persatuan dan kesatuan mulai dipertanyakan keberadaannya.
Hal ini diatarbelakangi pula oleh adanya pandangan dan pemahaman yang keliru tentang mayorits dan minoritas keagamaan.
Komunitas keagamaan yang lebih atau mayoritas, menganggap diri lebih pula dan hendak dikhususkan dalam hal-hal tertentu.
Tindakan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya sikap fanatisme agama yan sering menghadirkan tindakan yang merujuk pada diskriminasi antaragama, serta sikap saling menghargai antarumat beragama mulai memudar.
Tindakan semacam ini melenceng jauh dari ajaran agama. Karena memang setiap agama mengajarkan kepada umatnya untuk bagaimana saling mengasihi, menghormati, serta menghargai keberagaman bahkan dari agama yang berbeda sekalipun.
Menyikapi permasalahan ini, jalan keluar yang terbaik adalah berbalik pada ideologi bangsa Indonesia, di mana terdapat “ Persatuan Indonesia “ dalam sila ketiga Pancasila dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam sila kelima Pancasila.
Jika inti dari Pancasila ini ditegakan secara adil dan diterima pula secara baik oleh seluruh warga negara maka jelas bahwa, berbagai perselisihan yang menyangkut keberagaman mampu diluruskan tanpa adanya diskriminasi didalamnya.
Pancasila baiknya dirasakan dan diterima sebagai ideologi bangsa karena memang Pancasila digali dan dibentuk dari bangsa Indonesia sendiri.
Sehingga sejalan dan searah dengan keberagaman agama, budaya, bahasa, suku, etis dan berbagai keberagaman lain di sekitar kehidupan masyarakat.
Mengenai keberagaman agama yang sering mengalami diskriminasi hingga nilai-nila Pancasila yang kurang dijunjung tinggi, mantan Menteri Agama RI Jendral (Prun) Fachrul Razi mengatakan, semua nilai dalam sila-sila Pancasila itu sejalan dengan ajaran semua agama.
Hal ini mengartikan bahwa segala bentuk diskriminasi agama yang diakibatkan oleh pemahaman yang keliru tentang nilai-nilai Pancasila, serta arti dari Pancasila itu sendiri patutnya dihilangkan.
Sebab nilai-nilai dari Pancasila itu mencakup semua keberagaman yang ada di Negara Indonesia.
Jika tiap-tiap agama mampu menjalankan segala sistem dan pola keagamaannya masing-masing secara teratur dan menerapkan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman pembinaan hidup keberimanan bagi tiap-tiap anggota keagamaannya, maka jelas bahwa kesetaraan pembinaan antara nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai Pancasila mampu diwujudkan.
Sehingga dari sini konflik-konflik keagamaan mulai dibendung bukan atas dasar usaha pemerintah saja tetapi lebih kepada usaha internal tiap-tipap agama melalui pendekatan personal antarumat beragama.
Dengan begitu, maka akan timbul jiwa persatuan dan kesatuan dari dalam diri sendiri yang didasari oleh nilai-nilai Pancasila dan keagamaan.
Dengan adanya pencapaian keharmonisan dalam keberagaman yang demikian, maka arti dari Pancasila yang sebenarnya telah diwujudkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Sehingga antara masyarakat dan pemerintah terjalin suatu hubungan yang erat dalam upaya mewujudkan satu tujuan yang sama yakni persatuan dan kesatuan bangsa.
Tak heran bahwa keberagaman yang menjadi cirik has bangsa Indonesia dapat terwujud dan terjaga dalam segal pola kehidupan masyarakat baik dalam bidang keagamaan, suku, budaya, dan ras.
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang