Kupang, Vox NTT – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) didukung International Federation of Journalists (IFJ) atau Federasi Jurnalis Internasional, menyelenggarakan kegiatan pelatihan penguatan kapasitas pemimpin muda serikat media di tengah pandemi Covid-19.
Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid (online dan offline) di tiga kota, salah satunya Kupang. AJI Kupang sebagai penyelenggara lokal menggelar pelatihan ini di ballroom GreeNia Hotel.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari terhitung sejak tanggal 17 sampai 18 September 2021 itu, diikuti 10 orang peserta yang merupakan perwakilan organisasi jurnalis di Kupang, yakni, PWI, IJTI, IWO termasuk AJI.
Dua narasumber tampil secara virtual memaparkan materinya di hari pertama.
Edi Faisol sebagai pemateri pertama, tampil mempresentasikan tentang analisa sosial struktur kelas masyarakat dan pekerja.
Materi mengenai teori sosial, analisa sosial, analisa kelas, ketajaman sosial, dan paradigma sosial, satu per satu dijelaskan secara detail.
Edi Faisol yang juga Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI Pusat itu juga beberapa kali memberikan pertanyaan kepada peserta.
Semua peserta tampak antusias memberikan jawaban dan pendapat yang kebanyakan merupakan pengalaman pribadi dan juga realita dalam interaksi kehidupan sosial di masyarakat.
Menurut Edi, uraian materi itu untuk mengukur pemahaman peserta terhadap analisa sosial untuk dikaitkan dengan paradigma sosial.
“Sekaligus membangun kesadaran sosial kritis, dialetika dan transformatif, termasuk memacuh partisipasi peserta untuk berpikir kritis,” kata Edi saat mempresentasikan materinya selama 90 menit dalam kegiatan bertajuk “Pemimpin Muda Serikat Media”.
Interaksi dengan peserta semakin intensif saat sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan kritis dilontarkan peserta, dan semuanya direspons pemateri dengan penjelasan yang luar biasa.
“Saya berharap teman-teman peserta nantinya menjadi pelopor dalam pembentukan serikat media di daerah ini. Harus lebih peduli terhadap persoalan sosial di sekitar kita, khususnya masalah ketenagakerjaan jurnalis,” harap Edi Faisol.
Tak kalah seru, Ikhsan Raharjo sebagai pemateri kedua, tampil mempresentasikan soal sejarah dan perkembangan kasus perburuhan atau ketenagakerjaan, propaganda zaman dahulu dan metode kampanye kekinian.
Lebih detail, Ikhsan mengulas tentang sejarah buruh masing-masing di era kolonial, era kemerdekaan, era orde baru, era reformasi, termasuk sejarah buruh media di era digital.
Ikhsan juga menjelaskan tentang perlawanan buruh dari masa ke masa, dan kekinian.
Sementara, dalam sesi tanya jawab, beberapa peserta mengajukan pertanyaan dan pendapat mengenai pembentukan serikat pekerja media sebagai sebuah keharusan untuk mengawal atau mengadvokasi persoalan ketenagakerjaan yang menimpah jurnalis.
Serikat pekerja media ini bisa dibentuk hanya dalam sebuah perusahaan media pers, atau juga lintas media atau organisasi profesi jurnalis.
Ada juga pemikiran dari peserta mengenai perlu adanya perjuangan bahkan intervensi agar ke depannya salah satu syarat verifikasi media di Dewan Pers adalah memiliki serikat pekerja.
Selain itu, mengenai uji kompetensi jurnalis yang kini menjadi syarat verifikasi media di Dewan Pers, hendaknya wajib juga menyertakan data-data riil mengenai besaran upah jurnalis yang layak, agar kesejahteraan jurnalis benar-benar diperhatikan.
“Serikat pekerja media memang harus segera diwujudkan, sehingga dapat mengawal semua persoalan-persoalan jurnalis, termasuk masalah-masalah sosial lainnya,” jelas Ikhsan.
Sebelumnya, Ketua AJI Kupang Marthen Bana, mengatakan, walau perusahaan media kini tumbuh subur di wilayah Nusa Tenggara Timur, khususnya Kupang, namun hingga saat ini belum ada satu pun serikat pekerja media.
“Serikat pekerja media belum ada di NTT. Padahal persoalan mengenai ketenagakerjaan yang dialami jurnalis di daerah ini cukup banyak. Untuk itu, training pemimpin muda serikat pekerja ini sangat baik dan bermanfaat. Semoga menjadi cikal bakal terbentuknya serikat pekerja media di NTT, khususnya di Kupang,” ungkap Marthen Bana.
Sementara, Obet Gerimu saat membacakan laporan panitia, mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak signifikan bagi pekerja media, khususnya jurnalis yang terus berupaya menyampaikan informasi terkini kepada publik di tengah wabah.
Hal itu menjadikan jurnalis tak hanya menghadapi risiko tertular Covid-19, namun kondisi kerja yang menjadikan upah mereka terpotong, bahkan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK.
Dengan demikian, serikat pekerja menjadi penting, terutama ketika beberapa perusahaan media terpaksa melakukan PHK, pengurangan gaji, penundaan gaji, dan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya.
Jika tidak, kapasitas serikat media yang diharapkan sebagai alat perjuangan menghadapi kebijakan di tengah pandemi, akan ikut tenggelam.
“Tujuan utama dari program ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pemimpin serikat muda mengenai kondisi perburuhan saat ini, jaringan, dan mendiskusikan strategi serikat untuk mengatasi masalah,” sebut Obet Gerimu yang juga Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI Kupang.
Obet melanjutkan, kegiatan itu juga bertujuan meningkatkan kapasitas anggota serikat muda media bertindak sebagai pemimpin dan terlibat serta mempengaruhi gerakan, memastikan bahwa serikat pekerja tetap responsif terhadap kebutuhan generasi baru khususnya di tengah pandemi Covid-19.
Termasuk meningkatkan pengetahuan para pemimpin serikat muda tentang update Undang-undang ketenagakerjaan, omnibus law, dan peraturan lainnya di Indonesia yang mempengaruhi ketenagakerjaan.
Serta untuk membekali anggota serikat media muda dengan keterampilan baru yang diperlukan untuk berkomunikasi, merekrut, mempertahankan, dan melayani jurnalis muda, terutama di sektor digital.
Sekadar tahu, setelah pelatihan, akan ada 3 peserta terpilih yang akan menerima dana hibah masing-masing sebesar Rp5.000.000 per orang.
Selain itu, semua peserta akan diundang untuk mengajukan proposal tentang kampanye media sosial yang berfokus pada pelibatan generasi muda terhadap isu-isu serikat pekerja.
Kegiatan ini diperlukan untuk memastikan anggota serikat media muda dapat menerapkan keterampilan baru mereka dalam berkomunikasi, merekrut, mempertahankan, dan melayani melalui hibah kecil ini, terutama di sektor digital.
Proses ini juga akan mendorong para jurnalis ini untuk memiliki kapasitas yang lebih maju dan membaginya dengan jurnalis dan pekerja media muda di daerah.
Selama pelaksanaan Small Grants, AJI akan memfasilitasi penerima hibah untuk mendapatkan lebih banyak informasi yang mereka butuhkan dalam mengembangkan konsep.
Selain itu, AJI akan menghubungkan mereka dengan beberapa sumber yang terkait dengan rencana mereka.
Pada akhirnya, para peserta akan menghasilkan satu set materi kampanye media sosial dan mempublikasikannya ke media sosial mereka.
Untuk memperkuat jangkauan materi dan informasi, AJI akan mempublikasikan ulang materi mereka di akun media sosial dan jaringan AJI.
Kampanye digital tersebut dapat berupa poster atau video pendek terkait langkah-langkah advokasi kasus perburuhan di masa pandemi, pentingnya pengorganisasian serikat pekerja di media, dan informasi lainnya yang dapat menarik minat jurnalis muda.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba