Kupang, Vox NTT – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Kupang kembali memanggil pimpinan PT Timor Ekpsress Intermedia (TEI) sehubungan dengan permohonan penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial yang diajukan Obetnego Y.M. Weni Gerimu.
Obet merupakan jurnalis Harian Timor Express (Timex) yang diberikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT TEI selaku perusahaan penerbit Timex.
Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan Disnakertrans melalui surat Nomor: Nakertrans.811.3/140/568/2021, bersifat penting, perihal panggilan tanggal 22 September 2021.
Dalam surat yang ditandatangani Kepala Disnakertrans Kota Kupang, Ignasius R. Lega, SH., disebutkan bahwa panggilan tersebut sehubungan dengan permohonan penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial yang diterimanya dari Obet Gerimu tanggal 18 Agustus 2021.
Kemudian menyusul surat Disnakertrans Nomor: Nakertrans. 811.3/119/568/2021 dan sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial junto Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial serta Tata Kerja Mediasi.
Para pihak diminta hadir pada Senin (27/09/2021) di ruang rapat Disnakertrans Kota Kupang pada pukul 10.00 Wita.
Masing-masing pihak juga diharapkan kehadirannya tepat waktu, dengan membawa data/berkas yang diperlukan dalam penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dimaksud.
Surat Disnakertrans ini juga ditembuskan kepada Wali Kota Kupang, Ketua DPRD Kota Kupang, dan Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTT.
Obet Gerimu yang dikonfirmasi wartawan di Kupang, Rabu (22/09/2021), membenarkan dirinya telah menerima surat panggilan dari Disnakertrans.
“Ya, benar, barusan saya dihubungi pihak Dinas Nakertrans untuk mengambil surat panggilan terbaru. Sudah saya ambil dan akan memenuhi panggilan tersebut,” kata mantan redaktur Timex itu.
“Saya juga telah mempersiapkan bukti-bukti surat atau dokumen terkait untuk dimasukan sesuai permintaan Nakertrans,” lanjut dia.
Obet menjelaskan, pemanggilan kedua dari Disnakertrans ini lantaran proses bipartit tidak terlaksana dan dianggap gagal selama waktu 30 hari yang diberikan Undang-undang.
“Selama masa waktu bipartit, saya secara koperatif telah berusaha membangun komunikasi dengan pimpinan Timex, namun sepertinya mereka menutup diri. Saya sudah kirim pesan SMS dan WA (WhatsApp) ke Direktur Timex Pak Haerudin menanyakan kapan dilakukan bipartit tapi tidak pernah dibalas. Saya menduga nomor saya sudah diblokir,” ungkap Obet.
Sikap Haerudin itu, menurut Obet, jauh berbeda saat pertemuan mediasi pertama di Disnakertrans. Saat pertemuan Haerudin sangat ngotot agar persoalan ini cepat selesai.
“Saat pertemuan di Nakertrans, pak Haerudin sampaikan di forum itu soal keinginannya agar persoalan ini bila perlu diselesaikan saat itu juga. Bahkan setelah selesai rapat, beliau yang sudah mau keluar dari pintu ruang rapat, kembali hampiri saya dan sampaikan agar secepatnya selesaikan masalah ini. Hal itu disaksikan mediator. Dia juga bilang ke saya mau ketemu kapan saja, nanti telepon dia. Tapi ternyata sekarang nomor saya diblokir,” beber Obet.
Menurutnya, apabila dalam proses mediasi di Disnakertrans nantinya gagal, maka dia berharap dinas itu segera menerbitkan anjuran untuk ditingkatkan proses penyelesaian melalui gugatan perdata ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang.
“Saya sudah mempersiapkan langkah hukum yang bakal ditempuh, apabila proses mediasi di Nakertrans tidak berhasil, baik itu secara perdata dan pidana,” imbuhnya.
Obet yang juga Ketua Divisi Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kupang itu mengaku saat ini dirinya telah didampingi juga oleh LBH Pers Jakarta.
“Saat ini, dengan difasilitasi AJI Pusat, LBH Pers juga telah mengawal kasus ini. Komunikasi kami terus berjalan hingga saat ini. Kronologi lengkap dan seluruh dokumen surat telah saya lampirkan dalam pengaduan ke LBH Pers,” sebut Obet.
Sebelumnya, Obet mengatakan, dirinya telah mengadukan persoalan PHK yang dialaminya ke Disnakertrans Kota Kupang, dan sudah dilakukan mediasi tahap pertama, di mana para pihak telah dimintai klarifikasi terkait persoalan dimaksud.
“Dalam pertemuan terkait permintaan klarifikasi yang dimediasi oleh mediator Bidang Hubungan Industrial Dinas Nakertrans Kota Kupang pada Rabu (25/8/2021) pagi, saya telah menguraikan secara jelas terkait alasan-alasan saya kenapa tidak melaksanakan penugasan ke Sabu Raijua,” kata Obet.
“Keterangan-keterangan saya telah dicatat oleh pihak mediator Nakertrans, yang kemudian memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan bipartit,” lanjut dia.
Secara koperatif dan beritikad baik, Obet mengaku telah menyurati dan bahkan mendatangi pimpinan PT Timor Ekspress Intermedia (TEI) saat diberikan surat tugas, surat panggilan dan surat peringatan. Hal itu telah dibenarkan juga oleh Direktur PT TEI Haerudin dalam rapat mediasi di Disnakertrans.
“Bahkan Direktur Timex pak Haerudin dalam forum tersebut menyatakan akan menerima saya jika ingin bekerja kembali di Timex, namun terhadap hal ini saya menolak,” tegas Obet.
Sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan, lanjut Obet, seorang karyawan yang sudah di-PHK harusnya dibayarkan hak pesangon dan hak-hak lain yang belum gugur, barulah dikontrak baru, jika pekerja masih ingin bekerja atau dipekerjakan kembali.
Dalam forum mediasi pertama juga, Obet mengaku mediator telah menyampaikan bahwa pihak Disnakertrans telah menghitung hak-hak pesangon sesuai Pasal 52, berdasarkan SP1, SP2 dan SP3 yang diberikan PT TEI.
Penghitungan ini dibuat pihak Disnakertrans setelah Obet berkonsultasi ke Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans.
Masih menurut Obet, mediator juga menegaskan soal penghitungan masa kerja. Masa kerja Obet dihitung sejak dia diberikan obyek kerja dan menerima upah dari PT TEI. Dengan demikian tidak bisa dihitung dari waktu diterbitkan SK sebagai karyawan tetap/organik.
Sekadar tahu, surat PHK dengan Nomor: 034/TEI-DIR/VII/2021 yang diberikan pimpinan Timex kepada Obet Gerimu diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2021.
Namun hingga saat ini hak-hak Obet sebagai karyawan yang di-PHK sesuai Undang-undang Cipta Kerja belum juga diberikan.
Obet sebelumnya sudah dua kali berkonsultasi ke Disnakertrans Kota Kupang, dan oleh pegawai pada Bidang Hubungan Industrial telah menghitung hak-haknya sesuai Undang-undang Cipta Kerja Jo PP 35/2021 Pasal 52 Ayat (1).
Selanjutnya dari hasil hitungan itu Obet kemudian menyampaikan kepada manajemen PT Timor Ekspress Intermedia, namun hingga saat ini belum dipenuhi.
Obet juga menyampaikan bahwa awalnya dia hendak diberikan uang sejumlah Rp3.400.000 yang merupakan total dari Cuti yang belum diambil: Rp 1.200.000 dan Gaji yang belum diambil: Rp 2.200.000.
Terhadap hal tersebut Obet menolak. Sebab dirinya merasa seolah-olah disebutkan sebagai karyawan yang mengundurkan diri, padahal secara jelas dia di-PHK.
Setelah menyampaikan hasil penghitungan Disnakertrans Kupang, manajemen kembali menawarkan untuk membayar hak saya sebesar Rp7.000.000, dengan alasan kondisi keuangan perusahaan kurang baik, namun tawaran ini ditolak.
Kemudian pada dialog AJI Kupang, pimpinan Timex menawarkan lagi hanya mampu membayar Rp8 juta.
Obet tetap mengacu pada hasil penghitungan Disnakertrans Kota Kupang, bahwa sebagai karyawan dengan masa kerja 10 tahun, 6 bulan, 27 hari, hak-hak dia sebagai karyawan yang di-PHK dengan gaji terakhir Rp2.200.000 adalah (1) Uang Pesangon: 9 x Rp 2.200.000 = Rp 19.800.000; (2) Uang Perhargaan Masa Kerja: 4 x Rp 2.200.000 = Rp 8.800.000; (3) Uang Penggantian Hak: 5/25 x Rp 2.200.000= Rp 440.000; (4) Uang biaya pemulangan pekerja/buruh ke keluarga/tempat asal tidak ada, karena Obet berdomisili di Kota Kupang.
Terkait item Uang Pesangon, lanjut Obet, sesuai ketentuan Undang-undang Cipta Kerja, dipotong setengah karena sebelum di-PHK saya telah diberikan Surat Peringatan (SP) sebanyak tiga kali, sehingga Rp 19.800.000 x 0,5 =Rp 9.900.000.
Dengan demikian total hak Obet Gerimu yang harus dibayar oleh PT Timor Ekspress Intermedia sesuai ketentuan Undang-undang Cipta Kerja adalah sebesar Rp19.140.000.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba