Ruteng, Vox NTT– Langkah penangkapan dan penetapan tersangka 21 warga dalam sengketa lahan di Golo Mori oleh Polres Manggarai Barat (Mabar) menuai kritikan.
Ke-21 warga tersebut masing-masing berasal dari Golo Mori, Manggarai Barat dan Desa Popo, Kecamatan Satarmese Utara, serta Desa Dimpong, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai.
Edi Hardum, advokat dari Kantor Hukum Edi Hardum & Partners menilai bahwa penyelesaian kasus tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan hukum.
Hal itu disebabkan karena konflik tersebut bukan kategori kasus pidana melainkan kasus perdata.
“Kasus ini murni kasus perdata. Kalau Kapolres Manggarai Barat pernah bertugas di Jakarta, di Jabodetabek lah, dia akan tahu setiap hari di sini kasus-kasus penguasaan lahan seperti itu dilakukan oleh orang-orang kita terutama orang NTT dan Ambon,” tuturnya, Rabu (22/09/2021) sore.
“Orang yang menjaga lahan kosong itu tidak ditangkap oleh pihak Kepolisian karena kasus seperti itu adalah kasus perdata. Terkecuali kalau di lokasi itu sudah terjadi pembunuhan. Itu baru dikatakan kasus pidana. Kasus Golo Mori ini merupakan kasus perdata,” tambahnya.
Selain itu, Edi juga mengkritik langkah penangkapan yang dilakukan oleh Polres Mabar yang tidak mengantongi surat perintah penangkapan.
“Penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat bertentangan dengan hukum. Karena kalau menurut KUHAP, penangkapan dan penahanan itu harus berdasarkan bukti yang cukup. Dalam KUHAP itu minimal dua alat bukti yang cukup ya. Yang kedua, penangkapan itu harus dilengkapi dengan surat perintah penangkapan. Tetapi yang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat itu tidak ada surat,” jelasnya.
Ia kemudian mengingatkan Polres Manggarai Barat agar tidak boleh terlibat dalam permainan untuk menggolkan kepentingan dari orang tertentu saja.
Peringatan disampaikannya karena ia menduga kuat bahwa Polres Mabar melakukan penangkapan bukan demi hukum melainkan karena terlibat dalam permainan.
“Oleh karena itu saran saya adalah segera melakukan praperadilan. Karena penahanan para tersangka ini berakhir maksimal 60 hari. Mereka ditahan mulai tanggal 2 Juli berarti itu berakhir pada 2 Oktober. Setelah tanggal 2 Oktober itu mereka harus bebas demi hukum. Oleh karena itu, sesuai dengan pasal 24 KUHAP, penahanan polisi itu hanya 20 hari tetapi bisa diperpanjang 40 hari untuk pemeriksaan,” jelasnya.
Edi lalu mengapresiasi langkah pihak Kejaksaan Negeri Manggarai Barat yang telah melakukan pengembalian berkas ke Polres Mabar untuk dilengkapi.
Selain mengapresiasi ia juga mengharapkan agar pihak kejaksaan terus menolak karena kasus tersebut adalah kasus perdata yang dipaksa menjadi kasus pidana.
“Itu karena Kejaksaan profesional dalam menyelesaikan kasus. Dia tidak diintervensi oleh pihak manapun. Harapan saya semoga pihak Kejaksaan terus menolak karena kasus ini kasus perdata yang dipaksakan menjadi kasus pidana. Kalau Kejaksaan benar-benar profesional maka tolak itu,” ujarnya.
Baca di sini sebelumnya: Sengketa Lahan Golo Mori dan Kisah Istri yang Tidak Puas dengan Kinerja Penegak Hukum
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba