Oleh: Mario Paul
(Mahasiswa UNIKA-Kupang)
Pandemi Covid-19 masih terus berkanjang di dunia hingga saat ini. Sebuah pertanyaan hadir dalam benak penulis, kapan pandemi Covid-19 musnah dari muka bumi ini?
Melihat dari situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan, sebuah hipotesis muncul bahwa pertanyaan tersebut mungkin akan tetap menjadi pertanyaan.
Banyak terjadi “kejutan” akibat pandemi ini, salah satunya ialah diberlakukannya metode belajar online dalam ranah pendidikan.
Seiiring berjalannya waktu dan situasi yang terjadi di lapangan, metode belajar online akan menjadi sebuah “kultur baru”. Kehadiran virus Corona membawa dampak yang sangat signifikan di setiap bidang kehidupan.
Berbagai hal berjalan tidak sebagaimana mestinya. Sederhananya “kehadiran pandemi Covid-19 mengubah tradisi hidup manusia.”
Secara mental hal ini terasa berat dan sulit juga dari sudut budaya, kita tidak disiapkan untuk bergulat dengan situasi hidup demikian.
Maka gagasan yang muncul disini ialah ada suatu ”kejutan” bagi kita semua. Salah satu aspek yang tersentuh pandemi ini adalah dunia pendidikan.
Tentu ada kultur baru yang lahir seiring merebaknya virus ini. Sistem belajar face to face bertransformasi menjadi screen to screen.
Banyak persoalan yang hadir ketika metode pembelajaran tersebut direalisasikan dalam lapangan. Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) diberlakukan sebagai alternatif dalam menyikapi aneka ragam persoalan yang ada.
Belajar Online
Sejak dikeluarkannya Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19), maka semua sistem pembelajaran tatap muka diganti dengan sistem belajar dari rumah secara online.
Belajar online atau sistem belajar daring adalah sebuah “kejutan” model belajar di tengah pandemi Covid, yang tanpa disadari bergerak secara perlahan-lahan namun pasti menuju konsep sebuah budaya baru.
Mengapa dapat dikatakan sebagai budaya baru? Tentu pertanyaan ini akan hadir dalam benak setiap orang ketika membaca pernyataan di atas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya (cultural) diartikan sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu yang menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan pengertian budaya dengan tradisi (tradition).
Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Nasional, mendefinisikan kebudayaan sebagai buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam.
Hal itu merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Maka metode belajar online akan menjadi sebuah ”kultur baru”, sambil kita menanti berlalunya badai Covid-19 dari muka bumi ini yang hingga saat ini belum diketahui kepastiannya.
Dalam konteks pandemi ini sudah barang kita disentuh oleh sebuah “kultur baru” yakni belajar online. Ini adalah sebuah kebijakan fundamental yang lebih mengetengahkan pilihan moral di samping pilihan yang bersifat ilmiah.
Belajar online menjadi jalan terbaik sebagai wujud nyata tanggung jawab kita untuk kesehatan dan keselamatan semua orang, sekaligus sebuah usaha agar negeri ini terhindar dari ketertinggalan dalam bidang pendidikan.
Esensi Belajar Online dalam Bingkai Pancasila
Dalam ruang lingkup pandemi ini, pepatah semboyan: bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh dikonversikan menjadi bersatu kita mati, bercerai kita selamat.
Dalam menyikapi situasi pandemi Covid-19 ini, pemerintah secara tidak langsung dan mungkin tidak menyadari telah menyuarakan semboyan tersebut. Pemberlakuan belajar online, penerapan social distancing (jaga jarak fisik), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) memberikan gambaran yang jelas akan semboyan tersebut.
Kita dituntut untuk bekerja sama, sama-sama kerja menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut sekaligus menjadikannya sebagai prioritas dalam menjalani kehidupan setiap hari.
Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mesti menjadi titik tolak dan pegangan dalam penerapan metode belajar online, agar keefektifan dalam belajar mampu terjangkau dan terjawab dengan baik dan penuh.
Pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan menjadi kewajiban yang mesti diprioritaskan, sesuai amanat sila ke-5 Pancasila; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia yang adil; sama rasa—satu rasa, proses pendidikan wajib memberi kenyamanan bagi seluruh peserta didik dan pendidik, sebab berbagai ragam fenomena persoalan muncul mewarnai diberlakukannya “kultur baru” ini.
Adanya kejenuhan dalam para peserta didik, dan ketidakseriusan dalam mengikuti pembelajaran daring. Hal demikian didasari oleh persoalan sarana prasarana yang tidak mendukung juga ketersediaan jejaring internet.
Harus disadari bahwa tidak semua kita berasal dari keluarga dengan ekonomi strata menengah ke atas. Hal demikian turut menentukan seorang pelajar menikmati proses pembelajaran yang diberlakukan.
Tidak dapat disangkal bahwa tidak semua orang, baik peserta didik maupun pendidik sungguh-sungguh menikmati proses belajar online ini.
Lokasi tempat tinggal yang tidak mendukung untuk mengakses internet dikombinasikan lagi dengan ketiadaan sarana prasarana, pada akhirnya melahirkan ketidakefektifan dalam sistem belajar online.
Dengan demikian, sebagai penutup penulis berharap agar pemerintah perlu memberikan konsentrasi penuh dengan tetap memantau situasi yang terjadi di lapangan pendidikan, tidak hanya sesaat saja tetapi secara berkala, agar keefektifan dalam proses belajar online mampu tercapai dengan penuh.
Kini konsep belajar online, bukan hanya sebagai ”kejutan” yang berlangsung sesaat tetapi akan menjadi “kultur baru” selama pandemi Covid-19 masih mengembara di dunia ini.